Air Tinggal Sedikit; Apakah Minum atau wudhu Dahulu? 

Jika air tinggal sedikit, apakah minum atau wudhu dahulu? Pasalnya, di era kemarau seperti saat ini, banyak sekali pertanyaan masyarakat terkait persoalan ini. 

Di antara keistimewaan syariatnya Nabi Muhammad Saw adalah menyediakan solusi atas apapun. Yakni dalam kasus bersuci ini misalnya, jika tidak ada air maka boleh menggunakan debu. 

Karena ketersediaan debu ini sudah bisa dipastikan, di mana-mana pasti ada debu. Sehingga debu menjadi pengganti posisi air dalam bersuci. (Ahkam Al-Tayammum, H. 47) 

Lain halnya dengan umat terdahulu, mereka tidak bisa demikian. Yakni ketika tidak menemui air untuk bersuci, maka mereka tidak bisa shalat. Dikatakan;

قَالَ بَعْضُ شُرَّاحِ الرِّسَالَةِ الْقَيْرَوَانِيَّةِ: كَانَ مَنْ مَضَى مِنْ الْأُمَمِ إنَّمَا يُصَلُّونَ بِالْوُضُوءِ فِي مَوَاضِعَ اتَّخَذُوهَا وَسَمَّوْهَا بِيَعًا وَكَنَائِسَ وَصَوَامِعَ فَمَنْ غَابَ مِنْهُمْ عَنْ مَوَاضِعِ صَلَاتِهِ لَمْ يَجُزْ لَهُ أَنْ يُصَلِّيَ فِي غَيْرِهِ مِنْ بِقَاعِ الْأَرْضِ حَتَّى يَعُودَ إلَيْهِ ثُمَّ يَقْضِيَ كُلَّ مَا فَاتَهُ، وَكَذَا إذَا عَدِمَ الْمَاءَ لَمْ يُصَلِّ حَتَّى يَجِدَهُ ثُمَّ يَقْضِيَ مَا فَاتَهُ وَخُصَّتْ الْيَهُودُ بِرَفْعِ الْمَاءِ الْجَارِي لِلْحَدَثِ دُونَ غَيْرِهِ نَقَلَهُ الزَّرْقَانِيُّ. 

“Sebagian komentator kitab Risalah Al-Qairawaniyyah menyatakan bahwa umat terdahulu hanya bisa shalat di tempat ibadah, yakni Gereja dan Sinagog. Maka barang siapa yang tidak menemui tempat tersebut, ia tidak bisa sholat. Demikian pula ketika tiada air, mereka tidak bisa shalat. Sehingga ketika menemui air, mereka harus mengqadhanya. 

Selain itu, orang Yahudi diberi kekhususan lain. Yaitu mereka hanya bisa menghilangkan hadats hanya dengan air saja”. (Tuhfat Al-Habib Ala Syarh Al-Khatib, jilid 1, halaman 273) 

Lalu kenapa debu hanya dikhususkan pada umat ini? Dijelaskan;

وَقَالَ الْحَكِيمُ وَإِنَّمَا جُعِلَ تُرَابُ الْأَرْضِ طَهُورًا لِهَذِهِ الْأُمَّةِ؛ لِأَنَّ الْأَرْضَ لَمَّا أَحَسَّتْ بِمَوْلِدِ نَبِيِّنَا انْبَسَطَتْ وَتَمَدَّدَتْ وَازْدَهَتْ وَافْتَخَرَتْ عَلَى السَّمَاءِ وَسَائِرِ الْخَلْقِ بِأَنَّهُ مِنِّي خُلِقَ، وَعَلَى ظَهْرِي تَأْتِيه كَرَامَةُ اللَّهِ، وَعَلَى بِقَاعِي يَسْجُدُ بِجَبْهَتِهِ لِلَّهِ، وَفِي بَطْنِي مَدْفِنُهُ فَلَمَّا جَرَّتْ رِدَاءَ فَخْرِهَا بِذَلِكَ جُعِلَ تُرَابُهَا طَهُورًا لِأُمَّتِهِ، وَجُعِلَتْ تَحْتَ أَقْدَامِهِمْ مَسْجِدًا، فَالتَّيَمُّمُ هَدِيَّةٌ مِنْ اللَّهِ لِهَذِهِ الْأُمَّةِ خَاصَّةً لِتَدُومَ لَهُمْ الطَّهَارَةُ فِي جَمِيعِ الْأَحْوَالِ وَالْأَزْمَانِ. 

“Al-Hakim membeberkan alasan mengapa debu menjadi suci bagi umat ini adalah karena saat debu merasa lahirnya sang baginda Nabi besar Muhammad Saw, ia menjadi lapang, memanjang dan berbangga kepada langit dan makhluk lainnya. 

Bahwa Nabi Muhammad diciptakan darinya, dan di atas punggungnya lah Rasulullah saw memperlihatkan karamahnya, di hamparannya lah Rasulullah saw bersujud kepada Allah, dan di dalamnya lah Rasulullah saw dikebumikan. 

Sehingga ketika debu (tanah) membanggakan dirinya, niscaya Allah menjadikannya suci untuk umatnya Rasulullah saw dan setiap sisinya bisa dijadikan tempat sujud. Dengan demikian, tayammum adalah hadiah dari Allah swt yang dikhususkan pada umat ini. Agar mereka bisa melakukan bersuci dalam kondisi dan situasi apapun”. (Tuhfat Al-Habib Ala Syarh Al-Khatib, 1/273). 

Air Tinggal Sedikit; Apakah Minum atau wudhu Dahulu? 

Lalu bagaimana solusinya, ketika air tinggal sedikit. Apakah dibuat minum atau wudhu’? Menurut Syekh Nawawi Banten, ketika memang tidak lagi menemukan air, maka air tersebut dibuat minum. Dan dia bersuci dengan tayamum, dijelaskan;

و) السبب الثالث:  (الاحتياج إليه)  أي إلى الماء  (لعطش حيوان محترم)  وهو ما يحرم قتله قاله النووي في الإيضاح، ولو وجده وهو محتاج إليه لعطشه أو عطش رفيقه أو دابته أو حيوان محترم تيمم ولم يتوضأ سواء في ذلك العطش في يومه أو فيما بعده قبل وصوله إلى ماء آخر، قال أصحابنا: ويحرم عليه الوضوء في هذا الحال لأن حرمة النفس آكد ولا بدل للشرب وللوضوء بدل وهو التيمم والغسل عن الجنابة وعن الحيض وغيرهما كالوضوء فيما ذكرناه وسواء كان المحتاج للعطش رفيقه المخالط له أو واحداً من القافلة وهو المسافر. 

واعلم أنه مهما احتاج إليه لعطش نفسه حالاً أو مآلاً أو رقيقه أو حيوان محترم وإن لم يكن معه ولو في ثاني الحال قبل وصولهم إلى ماء آخر فله التيمم وجوباً ويصلي ولا يعيد لفقد الماء شرعاً ولو لم يجد الماء أو وجده يباع بثمن مثله وهو واجد الثمن فاضلاً، عما يحتاج إليه في سفره ذاهباً وراجعاً لزمه شراؤه، وإن كان يباع بأكثر من ثمن المثل لم يلزمه شراؤه لأن للماء بدلاً سواء قلت الزيادة أم كثرت، لكن يستحب شراؤه وثمن المثل هو قيمته في ذلك الموضع في تلك الحالة. انتهى قول النووي ملخصاً. ومثل احتياجه للماء احتياجه لثمنه في مؤنة ممونه من نفسه وعياله. 

“Sebab ketiga yang memperbolehkan tayamum adalah butuhnya hewan muhtaram pada air, maksudnya hewan muhtaram adalah hewan-hewan yang haram dibunuh (demikian penuturan Imam Al-Nawawi dalam kitabnya yang berjudul Al-Idah).

Demikian pula boleh tayamum ketika ia menemukan air, namun ia sendiri membutuhkannya, atau temannya, hewannya. Maka ia boleh tayammum, dan tidak perlu wudhu’. Baik di hari tersebut, atau hari setelahnya yang mana ia belum menemukan air lagi. 

Ashab kami berpendapat bahwa haram baginya wudhu, sebab keselamatan jiwanya lebih dipertimbangkan. Sehingga ia harus meminum air tersebut dan ia bersucinya dengan tayammum. Adapun ketika ada yang menjual air dengan harga di atas standar, ia tidak wajib untuk membelinya”. (Kasyifat Al-Saja, 1/87) 

Dengan demikian bisa diketahui bahwa kita harus meminum air tersebut, ketika memang haus sekali dan airnya sedikit. Adapun bersucinya bisa dengan tayamum.

Demikian penjelasan terkait air tinggal sedikit apakah minum atau wudhu dahulu? Semoga ketarangan ini bermanfaat. Wallahu a’lam bi al-Shawab.

BINCANG SYARIAH