AIR liur atau sering disebut dengan ludah, secara hukumnya suci. Baik air liur manusia mapun hewan, kecuali air liur anjing. Air liur anjing hukumnya najis dengan dalil hadis nabawi berikut ini:
“Pensucian bejana seorang di antara kalian, jika terkena hirupan anjing adalah dicuci tujuh kali salah satunya dengan tanah.” (HR Muslim).
“Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jika anjing menjilat pada bejana seorang darimu maka buanglah (airnya) kemudian cucilah tujuh kali.”
Adapun air liur manusia, tidak kita temukan dalil yang menunjukkannya sebagai benda najis. Jangankan air liur orang yang beragama Islam, bahkan air liur orang yang agamanya non Islam sekalipun tetap suci hukumnya. Dahulu orang-orang kafir yang datang kepada Rasulullah bercampur baur dengan umat Islam. Bahkan ada yang masuk ke dalam masjid. Namun Rasulullah tidak pernah diriwayatkan memerintahkan untuk membersihkan bekas sisa orang kafir.
Juga ada hadis Abu Bakar berikut ini:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diberikan susu lalu beliau meminumnya sebagian, lalu disodorkan sisanya itu kepada a`rabi (kafir) yang ada di sebelah kanannya dan dia meminumnya, lalu disodorkan kepada Abu Bakar dan beliau pun meminumnya (dari wadah yang sama) lalu beliau berkata, `Ke kanan dan ke kanan`. (HR Bukhari)
Kecuali bila orang kafir itu baru saja meminum khamar dan masih ada sisa-sisa khamar dari mulutnya, maka hukum ludah atau bekas air liur menjadi haram. Adapun ayat yang menyebutkan bahwa orang-orang musyrik itu najis, sesungguhnya najis yang dimaksud dari ayat ini adalah najis secara maknawi, bukan hakiki. Seringkali orang salah mengerti dalam memahami ayat Alquran Al-Karim berikut ini:
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis , maka janganlah mereka mendekati Masjidilharam sesudah tahun ini. Dan jika kamu khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberimu kekayaan kepadamu dari karuniaNya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah: 28)
Sedangkan tidak najisnya air liur sesama muslim, kita dapati dalil yang mendasarinya adalah hadis berikut ini:
Dari Aisyah berkata, `Aku minum dalam keadaan haid lalu aku sodorkan minumku itu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau meletakkan mulutnya pada bekas mulutku.” (HR Muslim 300)
Wallahu a’lam bishshawab. [Ahmad Sarwat, Lc.]
– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2329426/bolehkah-pakaian-terkena-air-liur-dipakai-salat#sthash.rKarZ70r.dpuf