Inilah alasan boleh puasa 9 10 dan 11 Muharram. Pada umumnya, orang-orang hanya melakukan puasa ketika hari Asyura’ (tanggal 10 Muharram), namun terkadang ada yang beberapa juga melakukan puasa di hari sebelumnya juga, yakni tanggal 9 Muharram, atau yang biasa disebut puasa tasu’a.
Entah karena tidak sempat berpuasa, atau justru mereka belum tahu bahwa sunnah juga berpuasa di hari sebelumnya.
Sehingga beberapa orang bertanya-tanya, bolehkah berpuasa hanya pada tanggal 10 Muharram saja. Permasalahan ini dijawab oleh Imamuna Al-Syafi’i al-Mutthallibi, dijelaskan;
وَظَاهِرُ مَا ذَكَرَهُ مِنْ تَشْبِيهِهِ بِيَوْمِ الْجُمُعَةِ أَنَّهُ يُكْرَهُ إفْرَادُهُ لَكِنْ فِي الْأُمِّ: لَا بَأْسَ بِإِفْرَادِهِ اهـ. شَرْحُ م ر.
Dihukumi makruh, jika kita hanya berpuasa pada hari Asyura’ saja, sama halnya ketika kita hanya berpuasa di hari Jum’at, tanpa menyambungnya dengan hari sebelumnya atau sesudahnya. Hanya saja menurut Imam Syafi’i, berpuasa di hari Asyura saja itu boleh-boleh saja.
Namun, beberapa ulama’ ada yang menganjurkan puasa pada tanggal 9 dan 11. Berikut penjelasannya;
(قَوْلُهُ: وَتَاسُوعَاءُ) … إلى أن قال… وَالْحِكْمَةُ فِي صَوْمِهِ مَعَ عَاشُورَاءَ الِاحْتِيَاطُ لَهُ لِاحْتِمَالِ الْغَلَطِ فِي أَوَّلِ الشَّهْرِ وَلِمُخَالَفَةِ الْيَهُودِ فَإِنَّهُمْ يَصُومُونَ الْعَاشِرَ وَحْدَهُ وَلِلِاحْتِرَازِ مِنْ إفْرَادِهِ كَمَا فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ وَلِذَلِكَ يُسَنُّ أَنْ يَصُومَ مَعَهُ الْحَادِيَ عَشَرَ إنْ لَمْ يَصُمْ التَّاسِعَ بَلْ فِي الْأُمِّ وَغَيْرِهَا: أَنَّهُ يُنْدَبُ صَوْمُ الثَّلَاثَةِ لِحُصُولِ الِاحْتِيَاطِ بِهِ
Hikmah dianjurkan puasa Tasu’a (9 Muharram) ialah bahwa ditakutkan terjadi kesalahan dalam awal bulan, sehingga dalam rangka berhati-hati, kita berpuasa. Selain itu, ini juga berfungsi sebagai pembeda antara golongan kita dengan Orang Yahudi yang hanya berpuasa di hari Asyura’ saja.
Dan juga karena untuk menghindari hanya berpuasa di hari Asyura’ saja, seperti halnya dalam konteks puasa di hari jumat saja (yang mana hukumnya makruh). Oleh karenanya sunnah juga berpuasa pada tanggal 11 Muharram, meskipun ia tidak puasa di tanggal 9.
Bahkan menurut Imam Syafi’i dalam kitab al-Umm dan literatur lainnya, bahwasanya sunnah untuk berpuasa di ketiga hari tersebut, yakni 9, 10 dan 11 Muharram. Agar supaya benar-benar terealisasi kehati-hatian kita, sehingga kita juga berpuasa di hari tersebut.
Dan bahkan, menurut Hujjat al-Islam, Imam Al-Ghazali, Kita disunnahkan untuk berpuasa pada hari-hari sebelum Tasu’a, yakni mulai tangal 1.
Dengan demikian, lakukan puasa yang sebisanya saja. Namun alangkah baiknya jika diganti dengan amalan-amalan lainnya yang disunnahkan di bulan muharram, terkhusus hari Asyura. Semisal bersedekah, menambah porsi nafkah keluarga, menziarahi orang saleh, memberikan takjil bagi orang puasa, dan lain-lain.
Keterangan ini disarikan dari kitabnya Syekh Sulaiman Jamal yang berjudul Futuhat al-Wahhab bi taudih syarh manhaj al-thullab, atau yang biasa dikenal dengan judul Hasyiyah al-Jamal Juz 2 hal. 347. Keterangan serupa juga bisa ditemui di Hawasyi Syarwani Juz 3 Hal. 456, dan Nihayat al-Muhtaj karya Syamsuddin Al-Ramli Juz 3 Hal. 208.
Demikian penjelasan terkait alasan boleh puasa 9, 10, dan 11 Muharram. Wallahu a’lam bi al-Shawab.