Gawai dalam Genggaman, Amal dalam Hitungan, bag. 1

Bumi ini berputar dengan cepatnya, hari berlalu, bulan berganti, dan tahun pun bertambah. Zaman terus bertumbuh dengan begitu cepatnya, hingga terkadang kita merasa menjadi yang tertinggal, karena terseok dan terjatuh mengejarnya. Begitu banyak kemudahan yang diberikan oleh Allah melalui segala rupa teknologi. Rindu yang mendalam akan mudah terobati dengan pertemuan sesaat melalui ‘video call’, rasa yang terpendam akan terurai mudah dengan percakapan akrab melalui chatting. Bahkan, segala bentuk berita dan informasi akan sangat mudah terpapar melalui website dan media sosial yang telah digunakan hampir di seluruh penjuru dunia. Sehingga terkadang waktu, tenaga, bahkan harta terbuang sia-sia hanya sekedar mengikuti berbagai macam berita viral yang tersebar di media sosial yang diikutinya. Entah berita terkini, gaya hidup, politik, kuliner, fashion, wisata, dan lain sebagainya. Apalagi jika mengikuti permainan-permainan online atau menonton film sampai lupa waktu.

Sedikit demi sedikit, namun pasti hal-hal yang terpaparkan akan mempengaruhi kehidupan seorang muslim, jika dia tidak pandai-pandai dalam mengatur dan membatasi diri dari segala informasi yang tidak bermanfaat, hal itu mungkin saja bisa merusak diri dan agamanya. Oleh karena itu, hendaknya seorang muslim mengetahui bagaimana memanfaatkan kemudahan ini dengan baik.

Tinggalkan yang tidak bermanfaat

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ

“Salah satu tanda baiknya keislaman seseorang adalah dengan ia meninggalkan sesuatu yang tidak berguna bagi dirinya.” (Hadis hasan riwayat At-Tirmidzi dan lainnya)

Syaikh Utsaimin rahimahullah menyebutkan beberapa faedah dari hadis tersebut di antaranya adalah, setiap orang hendaknya meninggalkan segala sesuatu yang tidak bermanfaat baginya, baik dalam urusan agama maupun dunianya. Yang demikian itu, lebih menjaga waktu, menyelamatkan agama, dan meringankan bebannya. Jika ia mengurusi urusan orang lain yang tidak bermanfaat baginya, pasti dia akan cepat lelah. Sebaliknya, jika dia berpaling dari urusan orang lain dan menyibukkan diri dengan hal yang bermanfaat baginya, maka itu akan membuatnya lebih tenang dan lapang.

Mengikuti berita-berita viral yang banyak tersebar melalui media sosial baik facebook, instagram, atau website tertentu hanya akan menambah beban pikiran kita, menyita waktu, dan tenaga serta emosi yang terkadang ikut tersulut. Tentulah hal itu akan mempengaruhi aktivitas keseharian kita. Karena  membaca berita viral yang berseri, bisa melalaikan dari tugas utama yang seharusnya kita kerjakan, bisa melalaikan kita dari waktu-waktu ibadah dan waktu mustajab untuk berdoa. Maka, hendaklah kita tidak berlarut-larut dan tidak memberikan tempat untuk hal yang semacam itu dalam diri kita. Sebagai gantinya, kita ubah arah bacaan kita kepada nasihat-nasihat dari ulama yang kini pun telah banyak tersebar. Maka akun medsos kita akan lebih bermanfaat dan menyejukkan hati.

Faedah lain yang dikemukakan Syaikh Utsaimin adalah bahwa setiap orang hendaknya tidak menyia-nyiakan segala hal yang bermanfaat baginya, baik dalam urusan agama maupun dunia. Hendaknya dia selalu menyibukkan diri dengan hal yang bermanfaat.

Tundukkan Pandangan

Telah masyhur sebuah ungkapan ‘dari mata turun ke hati’. Dan hal ini bukan hanya masalah cinta, namun karena pandangan adalah penuntun hati, setiap yang tampak oleh mata akan memberikan pengaruh kepada hati. Dengan melihat pemandangan alam yang indah, hati menjadi gembira, lapang, dan bersemangat. Namun terkadang, hati pun bisa terluka atau ternodai karena memandang hal-hal yang tidak seharusnya terlihat.

Inilah salah satu hal yang sulit kita hindari jika kita bermain di media sosial. Berbagai macam foto dan video yang terkadang menampakkan aurat, baik wanita maupun pria, terekspos dengan mudahnya. Akun-akun komersil yang menawarkan berbagai macam kemewahan dunia, berupa pakaian, aksesori, perhiasan, dan lainnya. Sedangkan, menahan pandangan adalah sebuah kemuliaan seorang muslim. Karena pandangan jika tidak dijaga akan mengirimkan getaran ke dalam hati, kemudian hati akan berangan-angan dan berkeinginan. Sedangkan, tidaklah semua keinginan bisa dan halal untuk diwujudkan.

Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

النَّظْرَةُ سَهْمٌ مَسْمُوْمٌ مِنْ سِهَامِ إِبْلِيْسَ، فَمَنْ غَضَّ بَصَرَهُ عَنْ مَحَاسِنِ امْرَأَةٍ لله أَوْرَثَ الله قَلْبَهُ حَلاَوَةً إِلىَ يَوْمِ يَلْقَاهُ

“Pandangan merupakan anak panah beracun dari anak-anak panah iblis. Maka, barang siapa menahan pandangannya dari kecantikan seorang wanita karena Allah, niscaya Allah akan memberikan kenikmatan dalam hatinya sampai pertemuan dengan-Nya.” (HR. Al-Hakim dalam alMustadrak, IV/313)

Nabi memerintahkan untuk menundukkan pandangan dari apa saja yang tidak selayaknya kita lihat. Meski itu akan sulit dan memerlukan kesungguhan dalam melakukannya. Karena itu akan mengotori dan meninggalkan seberkas noda di dalam hati. Ada yang berkata: ‘Kesabaran menundukkan pandangan itu lebih ringan daripada kesabaran dalam menanggung beban akibatnya.”

Menahan Komentar dan Prasangka

Para pengguna media sosial pastilah paham, bahwa setiap berita yang diunggah terkadang menimbulkan pro dan kontra, memunculkan prasangka para warganet. Apalagi, disediakan tempat untuk beradu argumen dalam kolom komentar, bahkan terkadang memicu unggahan lain untuk membantah atau mendukung unggahan sebelumnya. Hal ini seperti sebuah alur alami yang terjadi di dunia media sosial. Maka, hendaknya sebagai seorang muslim menahan lisan dan hatinya untuk tidak turut berkomentar dan berbicara mengenai sesuatu yang tidak ia pahami. Hal itu lebih utama untuk menjaga kehormatan diri. Apalagi menjerumuskan diri ke dalam perdebatan yang tidak berujung karena tidak didasari dengan ilmu yang cukup. Terlebih, jika membawa permasalahan agama yang menyangkut firman Allah dan sabda Nabi, tentu para ahli ilmulah yang berhak untuk berbicara.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًايُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَمَن يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu sekalian kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki amalan-amalanmu dan mengampuni dosa-dosamu. Barangsiapa menaati Allah dan RasulNya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar. (QS. Al-Ahzab: 70-71)

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مَا يَتَبَيَّنُ مَا فِيْهَا يَهْوِى بِهَا فِي النَّارِأَبْعَدَمَا بَيْنَ الْمَسْرِقِ وَالْمَغْرِبِ

“Sesungguhnya seorang hamba yang mengucapkan suatu perkataan yang tidak dipikirkan apa dampak-dampaknya akan membuatnya terjerumus ke dalam neraka yang dalamnya lebih jauh dari jarak timur dengan barat.(HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Kita tidak tahu perkataan kita itu akan mengangkat kita beberapa derajat, ataukah perkataan itu akan menjatuhkan kita ke dalam api neraka. Oleh karena itu, kehati-hatian dalam berbicara dan berkomentar adalah sebuah usaha untuk menjaga kemuliaan diri di hadapan Allah dan makhluk-Nya.

Allah Ta’ala berfirman,

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

“Tiada suatu ucapan pun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaf: 18)

Unggahan tertentu sengaja dibuat agar menimbulkan prasangka warganet, sehingga akan menjadi buah bibir dimana-mana, baik di jejaring sosial maupun tempat-tempat bertemu. Mendorong orang-orang untuk berprasangka dan mencari-cari tentang berita tersebut. Namun, muslim yang bijak tentu tidak akan memberikan bagian dari hati dan pikirannya untuk hal-hal yang akan merugikannya di hari perhitungan kelak.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berprasangka, karena sesungguhnya sebagian tindakan berprasangka itu adalah dosa. Janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah kamu sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati ? Tentu kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.(QS. Al-Hujurat: 12)

Syaikh as-Sa’di dalam tafsirnya mengatakan, “Prasangka buruk yang menetap di hati seseorang tidak hanya cukup sampai di situ saja bagi yang bersangkutan, bahkan akan mendorongnya untuk mengatakan yang tidak seharusnya dan mengerjakan yang tidak sepatutnya yang di dalam hal itu juga tercakup berburuk sangka, membenci, dan memusuhi saudara sesama mukmin yang seharusnya tidak demikian.”  Maka, untuk menjaga kesucian hati, hendaknya seorang mukmin menjauhkan hal itu dari dirinya.

Lanjut ke bagian 2: Bersambung insyaallah

Penulis: Rinautami Ardi Putri

Sumber: https://muslimah.or.id/17579-gawai-dalam-genggaman-amal-dalam-hitungan-bag-1.html
Copyright © 2024 muslimah.or.id