MEMELIHARA diri siksaan dan kemurkaan yang bisa jadi tidak hanya menimpa diri kita adalah syariat agama yang harus diperhatikan. Imbas dari dosa terkadang bukan hanya menimpa pelakunya, juga bisa menimpa orang lain, bahkan ia termasuk orang-orang sholeh sekalipun.
Allah teleh memerintahkan untuk menjaga dan memelihara diri dari hal yang demikian. Dalam Al-Quran Allah berfirman;
وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً ۖ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang zhalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksanya.” [QS: al-Anfâl/8l:25]
Dalam ayat ini, Allah Azza wa Jalla memperingatkan kaum Mukminin agar mereka senantiasa membentengi diri mereka dari siksa. Allah juga menyeru manusia kepada kebaikan dan melarang mereka dari kemunkaran.
Adzab Allah itu amat pedih. Jika adzab itu diturunkan pada suatu tempat, maka ia akan menimpa semua orang yang ada di tempat tersebut, baik orang shaleh maupun orang yang keji.
Ummul Mukminîn Zainab binti Jahsy Radhiyallahu anhuma bahwa Rasulullâh ﷺ pernah mendatanginya dalam keadaan terkejut, seraya berkata: “Lâ ilâha illallâh! Celakalah bangsa Arab, karena kejelekan yang telah mendekat, hari ini telah dibuka tembok Ya’jûj dan Makjûj seperti ini – beliau melingkarkan ibu jari dengan jari telunjuknya – kemudian Zainab Radhiyallahu anhuma berkata: “Apakah kita akan binasa wahai Rasullullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , padahal di sekitar kita ada orang-orang shalih? Beliau menjawab: “Ya, jika kemunkaran itu sudah merajalela.” (Shahîh al-Bukhâri No.7059 Shahîh Muslim No. 2880).
Bahkan, disebutkan dalam hadits Abu Bakar Radhiyallahu anhu, Beliau berkata: “Sungguh, kami pernah mendengar Rasullullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya jika manusia melihat seseorang melakukan kezhaliman, kemudian mereka tidak mencegah orang itu, maka Allah akan meratakan adzab kepada mereka semua.” [HR Abu Dâwud, at-Tirmidzi].
Dari hadits inilah kita berkaca bahwa salah satu produk dosa yang dapat mendatangkan bencana adalah hilangnya rasa perihatin ketika menyaksikan kemunkaran terjadi. Tidak mencegahnya, pun tidak mengingarinya. Hingga kemunkaran merajalela.
Karena, diamnya orang-orang yang mampu menegakkan amar ma’ruf nahi munkar akan membuat perbuatan jelek akan nampak baik dan indah di mata khalayak ramai. Kemudian mereka pun akan menjadi pengikut para pelaku maksiat, hingga maksiat menjadi merata, dan ini adalah musibah dan bencana yang sangat besar.
Sedangkan mereka yang senantiasa menjaga dan menggalakkan amar ma’ruf, maka niscya Allah akan membentengi dirinya dari bencana. Sebagaiman firmanNya,
فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ أَنْجَيْنَا الَّذِينَ يَنْهَوْنَ عَنِ السُّوءِ وَأَخَذْنَا الَّذِينَ ظَلَمُوا بِعَذَابٍ بَئِيسٍ بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ
“Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka kami menyelamatkan orang-orang yang mencegah perbuatan jahat dan kami timpakan kepada orang yang berbuat dzalim siksaan yang keras disebabkan mereka selalu berbuat fasik.” [QS: al-A’raf :165].
Mengenai ayat ini Syeikh as-Sa’di rahimahullah berkata dalam tafsirnya; “Ini adalah sunnatullah (hukum Allah Azza wa Jalla ) bagi para hamba-Nya, bahwa orang-orang yang memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang kemunkaran akan selamat ketika musibah menimpa.” (Taisîrul Karîm ar-Rahmân hlm. 307)
Muhasabah
Karenanya saat wabah menghantam Syam dan Hijaz, Imam Ibnu Katsir Rahimahullah berkata;
كثرت الأمراض بالحمى والطاعون، في العراق والحجاز والشام، وماتت الوحوش في البرازي والبهائم، وهاجت ريح سوداء وتساقطت الأشجار.
فأمر الخليفة المقتدي بأمر الله، بتجديد الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر، وكسر آلات الملاهي، فانجلى الطاعون وذهبت الأمراض.
“Saat itu banyak penyakit demam dan wabah di Irak, Hijaz dan Syam. Hewan-hewan liar mati di berbagai tempat terbuka dan begitu pula hewan ternak mati, angin hitam bertiup kencang dan pohon-pohon bertumbangan.
Maka Khalifah Al Muqtadi Biamrillah memerintahkan untuk menggalakkan amar ma’ruf nahi munkar dan menghancurkan alat-alat musik, maka akhirnya wabah penyakit itu hilang dan penyakit-penyakitnya pun sirna.” (Dalam Al Bidayah wan Nihayah, Ibnu Katsir [16/93]).
Maka apapun yang menimpa kita hari ini sebaiknya mengintropeksi diri karena siksaan terberat dari ditinggalkannya amar ma’ruf adalah tidak terkabulnya doa, Jangan sampai karena dosa inilah yang membuat doa-doa kita, hingga hari ini tidak juga terkabul.
Perhatikanlah sabda Rasulullah ﷺ dalam haditsnya;
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنْ الْمُنْكَرِ أَوْ لَيُوْشِكَنَّ اللَّهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْ عِنْدِهِ ثُمَّ لَتَدْعُنَّهُ فَلاَ يَسْتَجِيْبُ لَكُمْ
“Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, hendaknya kalian betul-betul melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar atau (jika kalian tidak melaksanakan hal itu) maka sungguh Allah akan mengirim kepada kalian siksa dari-Nya kemudian kalian berdoa kepada-Nya (agar supaya dihindarkan dari siksa tersebut) akan tetapi Allah Azza wa Jalla tidak mengabulkan do’a kalian.” [HR Ahmad dan at-Tirmidzi dalam Shahîhul Jâmi’]
Akhirnya mari merenung untuk memastikan satu hal, adakah wabah yang sedang menyerbu kita dengan ganas hari ini. Benar untuk mengangkat derajat, atau justru buah dari laknat.
لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَىٰ لِسَانِ دَاوُودَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ۚ ذَٰلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ كَانُوا لَا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوهُ ۚ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ
“Orang-orang kafir dari Bani Israil telah dilaknat dengan lisan Dâwud dan Isa putera Maryam. Hal itu disebabkan mereka durhaka dan selalu melampauhi batas. Mereka satu sama lain senantiasa tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat, sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.” [QS: al-Mâidah/5:78-79]
Mari ikhtiar dan bertaubat. Hanya itu satu-satunya jalan untuk kembali meraih rahmat.
Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu anhu berkata:
مَا نَزَلَ بَلاَءٌ إِلاَّ بِذَنْبٍِ وَلاَ رُفِعَ بَلاَءٌ إِلاَّ بِتَوْبَةٍ
“Tidaklah musibah itu menimpa, kecuali disebabkan dosa, dan musibah itu tidak akan diangkat kecuali dengan taubat.” (Addâ’ Wad Dawâ’ Hlm. 118).*/Naser Muhammad