Antara Haji Kasab dan Haji Nasab

TADI malam, saat mabit di Muzdalifah, ada satu rombongan Kelompok Bimbingan Haji (KBIH) yang mengadakan tausiyah. Sang pemateri memberikan motivasi haji, tentang perjuangan dan pahala yang akan diraih.

Di sela materi, dai yang berlogat Sunda ini menceritakan macam-macam orang naik haji. Ia menyebutkan ada 3 jenis orang yang naik haji:

Pertama: haji kasab, yaitu haji dengan usaha yang dia miliki. Dengan uang, seseorang menabung, lalu bisa berangkat haji ke tanah suci.

Kedua, haji nasab, yaitu seseorang berangkat haji karena turunan. Dia punya orang tua kaya. Ikut berangkat haji diajak keluarganya.

Ketiga, haji nasib, yaitu karena nasib baik yang Allah takdirkan kepadanya. Berangkat haji begitu saja. Tanpa punya modal dan bukan dari keluarga kaya.

Saya yang sedang rebahan, asyik mendengarkan penjelasan sang ustadz. Ada banyak poin yang beliau sampaikan, tapi pembahasan tentang 3 jenis orang naik haji ini yang sangat menarik perhatian saya.

Saya sangat terenyuh mendengarnya. Tausyiahnya sangat menyentuh sekali.

Saya terlahir dari keluarga sederhana. Saya bukan anak orang kaya. Masih ingat banget, dulu, di rumah, ibu sering menangis karena untuk makan esok hari gak ada.

Allah memberikan karunia yang luar biasa. Diluar dugaan akal sehat dan dugaan manusia, di saat ongkos haji itu mahal, Allah justeru memanggil hamba-Nya bagi yang dikehendaki-Nya.

Tahun 2016 saya mendapat undangan haji Raja Salman. Ini murni undangan.

Bahkan saya tidak mengeluarkan uang sepeserpun. Saya sendiri belum paham apa motif undangan ini. Sebab saya orang biasa. Saya bukan tokoh politik, bukan pejabat, apalagi anak orang terkenal.

Undangan itu sangat mengagetkan. Awalnya saya menduga itu bercanda. Tapi ketika pihak Kedutaan Arab Saudi di Jakarta menelpon saya berkali-kali agar segera menyerahkan passport, di situlah saya paham.

Sebelum berangkat, waktu itu berkumpul dulu di rumah dinas Dubes Saudi di Menteng, Jakarta. Saat itu, Dubesnya masih Syaikh Musthofa Al Mubarak.

Pas diantar ke Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, saya diantar semua keluarga. Ada bapak, ibu, nenek, uwak, paman, adik, tetangga, dll.  Semua menangis, saya juga menangis.

Saya menulis juga menangis, kakrena mengingat momen itu. Momen selanjutnya, juga tidak disangka juga.

Saya kembali mendapat panggilan dari Allah. Tepatnya pada Januari 2018 saya berangkat ke Arab Saudi untuk melanjutkan kuliah.

Ini sama sekali tidak terduga sebelumnya. Selama kuliah di Jakarta, saya bukan termasuk mahasiswa yang pintar. Banyak teman seangkatan saya tahu ini.

Karena saya tinggal di Saudi, tahun 2018 ikut gabung dalam PPIH (Panitia Penyelenggara Ibadah Haji) Arab Saudi. Waktu itu saya masuk tim Daker Bandara, yang bertugas di Bandara Jeddah dan Madinah. Dan hari-hari puncak haji diterjunkan di Arafah.

Masya Allah. 2018 bisa haji kembali. Sambil bertugas melayani jamaah. Sungguh karunia luar baisa. Alhamdulillah. Tsuma Alhamdulillah.

Tahun berikutnya, 2019, saya kembali ikut dalam rombongan panitia haji. Waktu itu ikut bagian transportasi shalawat. Saya dapat penugasan di Misfalah, melayani jamaah asal Jawa Barat.

Pada puncak haji, di sela tugas di Arafah dan Muzdalifah, saya ikut menjalankan manasik. Ya Allah. Sungguh ini adalah karunia yang besar.

Tahun 2020 dan 2021 pandemi corona dan Covid-19 melanda dunia. Pemerintah Saudi rupanya tidak membuka haji dari luar Saudi, dan aaya pulang ke kampung halaman.

Tahun ini, masya Allah, saya diberi kesempatan Allah kembali, menemani istri dari sejak ke Arafah, Muzdalifah, hingga lempar jumrah. Dan insya Allah beberapa hari ke depan akan mabit di Mina.

Akhirnya saya baru ingat, saya pernah berdoa, bunyinya begini, “Ya Allah! Ingin kami bisa haji berdua dengan istri.” Dan Allah telah mengabulkan, meski jalannya terjal dan sulit dilalui.

Semoga sisa manasik yang akan dilakukan ini berjalan lancar. Doa saya selanjutnya, ingin bisa mengajak kedua orang tua haji. “Ya Allah, kabulkan permintaan ini. Amin.”

Haji adalah panggilan dari Allah. Siapapun dia, kalau sudah dipanggil-Nya, maka akan bisa berangkat, bahkan dengan cara yang tak pernah disangka sebelumnya.

Bagi yang belum menunaikan ibadah haji, teruslah berdoa. Dan semoga panggilan Allah akan datang kepada Anda. Selamat hari Raya Idul Adha.*/Budi Marta Saudin, Makkah, 10 Dzulhijjah 1443 H

HIDAYATULLAH