Biaya Haji 2022 Capai Rp102 Juta, Kemenag Minta Pemerintah Saudi Kurangi Ongkos Masyair

Hidayatullah.com–Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama Hilman Latief meminta Pemerintah Arab Saudi mengurangi biaya layanan Masyair (Arafah, Muzdalifah dan Mina). Hal itu disebabkan tambahan tersebut membuat Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 1443H/2022M Indonesia naik mencapai kisaran Rp88 juta hingga Rp102 juta.

“Biaya layanan di masyair sebesar 5.600 SAR yang jika di-kurs-kan mencapai Rp22-23 juta. Ini terlalu tinggi untuk layanan empat hari di Arafah, Muzdalifah dan Mina,” kata Hilman, dikutip dari laman resmi Kemenag, Senin (15/08/2022)

Hilman menyampaikan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas juga telah mengkomunikasikan hal tersebut kepada Menteri Urusan Haji dan Umrah Saudi beberapa waktu yang lalu.

“Semoga ada kebijakan yang lebih proporsional dari Saudi untuk penyelenggaraan haji tahun depan, khususnya biaya layanan di masyair,” tutur Hilman.

Sementara itu, terkait batasan usia jama’ah, Hilman juga berharap ada relaksasi dari Pemerintah Arab Saudi, karena dengan adanya pembatasan usia, jamaah banyak yang tidak berangkat.

“Karena kita ingin memenuhi harapan dari jamaah yang saat ini banyak yang mundur untuk berangkat karena pembatasan usia. Itu juga disampaikan oleh Menteri Agama kepada Menteri Haji dan Umrah agar meninjau ulang hal ini (usia lansia),” tuturnya.

Ia juga menjelaskan, tidak ada keberangkatan jamaah haji selama 2 tahun ini telah memperpanjang daftar tunggu jamaah haji menjadi 2 kali lipat. Sehingga daftar tunggu yang awalnya 20 tahun kini menjadi 40 tahun dan yang tadinya 30 tahun menjadi 60 tahun.

“Mudah-mudahan, dengan berkunjungnya Menteri Agama yang sudah bertemu dengan Menteri Haji dan Umrah Saudi juga sudah menyampaikan konsep perhatian kita tentang kondisi jamaah di Indonesia yang masuk dalam antrian hingga 5,2 juta jamaah,”kata dia.

“Dan harapannya Insya Allah tahun depan dan Mohon doanya kita bisa berangkat kan sama dengan jumlah yang lebih banyak setidaknya kuotanya bisa mencapai atau mendekati 100%,” ujarnya.

HIDAYATULLAH

Kisah Difabel Netra Naik Haji: Izinkan Saya Menangis di Depan Ka’bah

Haji kerap menjadi momentum yang mengguratkan tinta sejarah pada perjalanan hidup seseorang. Tidak terkecuali bagi Ajini bin Senen bin Hasan (55 tahun), seorang penyandang disabilitas netra yang mendapat hadiah terbesar untuk pergi ke Tanah Suci pada musim haji tahun ini.

Pria asal Kabupaten Bangka Barat, Bangka Belitung ini mendapatkan hadiah berhaji dari mantan Bupati Bangka Belitung Zuhri M Syazali pada 2011. Bukan tanpa sebab Ajini mendapat durian runtuh untuk berhaji gratis.  Sehari-hari, ayah dua anak ini mengajarkan anak-anak untuk mengaji berupa hafalan Alquran juz 30.  

Rutinitas itu dilalui sejak tahun 1990. Ajini yang juga merupakan penasihat sebuah Taman Pendidikan Alquran (TPA) di Desa Pelangas itu membimbing mereka dibantu oleh istri dan anaknya.  “Cuma ngajar hafalan Quran juz 30,”ujar Ajni saat berbincang dengan Tim MCH di Hotel Barra Taibah, Madinah, Arab Saudi, Kamis (4/7) lalu. 

Ajini lantas didaftarkan haji oleh sang bupati. Setelah menunggu sebelas tahun, Ajini berangkat ke Tanah Suci bersama Kloter Palembang (PLM-4) pada 28 Juni lalu. Ajini merupakan bagian dari gelombang dua yang diberangkatkan langsung ke Jeddah untuk tinggal di Makkah Al-Mukaraamah. Setibanya di Bandara King Abdul Aziz International Airport (KAIA), Jeddah, Ajini merasakan sesuatu yang berbeda. “Saat sampai di Jeddah pertama kali terasa seperti siang di Indonesia, panas,”jelas dia. 

Ajini yang sudah berbalut kain ihram mengambil miqat di bandara. Setelah beristirahat sejenak di hotel yang berlokasi di Sektor 4, Ajini melanjutkan perjalanan ke Masjidil Haram. Layaknya jamaah Indonesia yang datang sebelum prosesi haji dimulai, Ajini berangkat sebagai jamaah haji tamattu. Dia pun melaksanakan umrah wajib setelah berada di Tanah Suci.  

Dia melaksanakan tawaf dengan kursi roda. Seorang petugas mendorong kursi yang menjadi fasilitas bagi kaum disabilitas tersebut untuk berputar mengelilingi Rumah Allah. Berada di depan Ka’bah, Ajini pun terharu. Dia menangis tersedu hingga putaran keempat. “Izinkan saya menangis, jadi pertama sampai puturan empat itu menangis terus,”kata dia. 

Ajini menangis karena tak terbayang sebelumnya bisa menginjakkan kaki di Masjidil Haram. Terlebih,  dia sempat mendapatkan informasi dari petugas kantor Kementerian Agama setempat jika harus menunggu delapan tahun lagi untuk berangkat ke Tanah Suci. Hingga pada 2018, dia bertemu kembali dengan pejabat Kemenag. “Saya tanya, saya bisa enggak pak penyandang disabilitas.Katanya enggak masalah yang penting ambil wajib-wajib saja. Setelah itu tinggal di hotel. Jadi saya semangat lagi,”ujar dia. 

Saat menjalani prosesi puncak haji di Arafah, Muzdalifah dan MIna (Armuzna),  Ajini beberapa kali  jatuh sakit. Dia sempat diinfus saat berada di Arafah. Kondisi fisiknya yang belum pulih benar membuat Ajini harus dibadalkan untuk lontar jumrah di jamarat ketika di Mina. Meski harus berjuang dengan segala keterbatasannya, Ajini yang sudah 38 tahun menjadi tunanetra itu berhasil melalui ibadah hajinya. Kini, Ajini masih berada di Madinah untuk menunggu waktu pulang pada Sabtu (6/8) lewat Bandara Prince Mohamed bin Abdul Aziz (AMAA). “Saya ke Nabawi hanya sholat sunah waktu Dhuha karena kalau duduk sakit,”jelas dia. 

Kepada penyandang disabilitas yang hendak berhaji, Ajini berpesan agar tak perlu khawatir dengan pelayanan selama di Tanah Suci. Selama di Makkah dan Madinah, dia mengaku dilayani dengan baik oleh petugas PPIH. Perlakuan istimewa pun didapatkan dari kawan satu rombongan bahkan satu kamar. “Yang penting ikhlas sama Allah, bertawakal,”jelas dia. 

IHRAM

73 Jamaah Haji Indonesia Wafat Hingga Hari Ini, Berikut Daftar Namanya

Mereka wafat hingga hari ke-52 operasional penyelenggaraan ibadah haji

Hingga hari ke-52 operasional penyelenggaraan ibadah haji 1443 H/2022, ada 73 jamaah haji Indonesia yang telah wafat. Ketua PPIH Arab Saudi Arsad Hidayat menjelaskan, sebanyak 27 jamaah wafat pada masa pra Armuzna dalam rentang 4 Juni sampai 7 Juli 2022.

Sementara itu, ada 16 jamaah yang wafat pada masa Armuzna pada 8-12 Juli 2022. Sisanya atau 30 jamaah wafat pada masa setelah puncak haji Armuzna, 13 Juli sampai sekarang. “Jumlah jamaah wafat sejak awal keberangkatan pada 4 Juni sampai dengan hari ke-52 operasional haji sebanyak 73 orang, terdiri atas 71 jamaah haji reguler dan dua jamaah haji khusus,” tutur Arsad.

Berikut ini data 73 jamaah haji Indonesia yang wafat di Tanah Suci pada musim haji 1443 H/2022 M:

1. SUPATMA SUHAR NURUDDIN, Wafat 24 Juli 2022, SUB-23

2. BOKI MARHABAN ABU, Wafat 24 Juli 2022, SOC-22

3. SITI TIRAHMAH NAJI, Wafat 24 Juli 2022, SUB-22

4. TITI AHMAD ADA, Wafat 23 Juli 2022, JKS-43

5. BAHARI SAID KUBIN, Wafat 23 Juli 2022, BTH-6

 6. IBRAHIM DAIHUNI HUSIN, Wafat, 23 Juli 2022, Haji Khusus

7. INTAN SANI ABDULLAH, Wafat 21 Juli 2022, BTJ-5

8. MUHAMAD ISMAIL MUHAMAD MUSAFAK, Wafat 21 Juli 2022, SOC-8

9. MUS RIBUT UNTUNG, Wafat 21 Juli 2022, SOC-34

10. SUNARTIN NAAMI HINUR, Wafat 20 Juli 2022, BPN-6

11. SIMIN BAKIR USMAN, Wafat 19 Juli 2022, UPG-11

12. MUSTAJI BIN MUKRI, Wafat 19 Juli 2022, SOC-11

13. SENIYAH MUKHIDIN TIRTAMANGGALA, Wafat 18 Juli 2022 SOC-30

14. ALI MUKSIN ABDUL LATIF, Wafat 18 Juli 2022,    SUB-36

15. SAHINUNNAH ABDUL WAHID, Wafat 17 Juli 2022, JKG-4

16. SUNGKONO SAMIAN NGASIJAN, Wafat 17 Juli 2022, SOC-8

17. NURKHARIJAH MUHAMMAD YUNUS, Wafat 17 Juli 2022, BTJ-5

18. FANANI MACHFUDZ MASRICHAN, Wafat 16 Juli 2022, SOC-8

19. ISBIR SALIM HASIB, Wafat 15 Juli 2022, SUB-24

20. SUPARDI WIRYO PRAWIRO, Wafat 15 Juli 2022, JKG-19

21. NURHADIS BUSTAMAM RAIS, Wafat 15 Juli 2022, PDG-5

22. SIBIN DARMAN JIAH, Wafat 14 Juli 2022, LOP-4

23. WATIAH SAIM MUKSIN, Wafat 14 Juli 2022, SUB-17

24. RIADY DJAMIRIN SANMIRSAD, Wafat 13 Juli 2022, SOC-27

25. MARYONO DAMAN KARSO SUWITO, Wafat 13 Juli 2022, SOC-26

26. ISHAK TARMIDI AHMAD, Wafat 13 Juli 2022, JKG-4

27. TUONGKU RAZAI MARUSIN JALI, Wafat 13 Juli 2022, BTH-5

28. SRI BANUN KARTAWI, Wafat 13 Juli 2022, JKG-23

29. MUHAMMAD YASIN MATALI, Wafat 13 Juli 2022, SUB-33

30. SITI AMINAH ALIP RAIS, Wafat 13 Juli 2022, SUB-28

31. ESA BUBA MAHMUD, Wafat 12 Juli 2022, UPG-11

32. DANA WIJAYA ILUNG, Wafat 12 Juli 2022, JKS-30

33. JAJANG SUPARMAN EENG, Wafat 11 Juli 2022, JKS-21

34. LILIK NURHASANAH JUDI, Wafat 11 Juli 2022, SUB-29

35. ERLINA RUMPIA GINTING, Wafat 11 Juli 2022, MES-6    

36. MISLINA SABERAN UDIN, Wafat 11 Juli 2022, BDJ-3

37. SESILIA EMMI DHAMAYANTI, Wafat 11 Juli 2022, JKG-2

38. ABDUL MANAF DAHLAN ABU BAKAR, Wafat 10 Juli 2022, BTJ-1

39. INDRA SAKTI LUBIS, Wafat 9 Juli 2022, MES-4

40. NGATMINAH MOENALI YUSUF, Wafat 9 Juli 2022, SUB-36

41. ROMADHON MASRUKIN MUKHAROR, Wafat 9 Juli 2022, SOC-7

42. TITIK ANDAYANI SUWADI, Wafat 9 Juli 2022, SUB-36

43. KARNO KARTO SIDO, Wafat 9 Juli 2022, SUB-6

44. GIRI SADMOKO DIRDJOPOESPITO, Wafat 9 Juli 2022, JKS-21

45. MAKHULAH SAMIAN PIRAK, Wafat 8 Juli 2022, SUB-4

46. KARNO DAMO ABAS, Wafat 8 Juli 2022, SOC-35

47. JAMHARI JOYO HARJONO, Wafat 7 Juli 2022, JKS-36

48. NUNUNG NURULAEN ABDUL HAMID, Wafat 7 Juli 2022, JKS-12

49. SAWAR TAWI MURJIYA, Wafat 7 Juli 2022, SUB-30

50. ATANG SUTARDI IDI, Wafat 6 Juli 2022, JKS-23

51. ANISAH KOMIS PURBA, Wafat 6 Juli 2022, MES-2

52. NURSIAH DARWIS CIMPIN, Wafat 5 Juli 2022, BTH-5

53. SRIWATI TILAM SARI, Wafat 3 Juli 2022, SUB-38

54. KIROATUL KHOIROH BASARI, Wafat 2 Juli 2022, SUB-37

55. MUHAMMAD RODLI TAMAM, Wafat 1 Juli 2022, SOC-3

56. AAN SUHANAH KEMIS, Wafat 30 Juni 2022, JKG-18

57. ATIH OTONG JUJUNG, Wafat 30 Juni 2022, JKS-38

58. ANTA MISDA JIAM, Wafat 29 Juni 2022, JKS-11

59. NORLIUS ILYAS INTAN KAYO, Wafat 29 Juni 2022, BTH-7

60. YULI NURANI HIDAYAH, Wafat 25 Juni 2022, SOC-27

61. SAMIRAN MUDJIONO KARTOREDJO, Waft 24 Juni 2022, SUB-10

62. FADLILAH MUHAKI AL HAPISA, Wafat 24 Juni 2022, SUB-22

63. ALFIN HARTINI SOENGEB, Wafat 23 Juni 2022, SUB-9

64. SUBAGI DARNOSO DAUD, Wafat 22 Juni 2022, SOC-2

65. SUHARNO MUHAMMAD SUDJIN, Wafat 22 Juni 2022, JKG-10

66. ROCHMA ERVIANA PRASTYAWATI, Wafat 21 Juni 2022, Haji Khusus

67. SUGIANSYAH BASUNI M YAMIN, Wafat 19 Juni 2022, BDJ-3

68. PURNOMO SOKARIYO SASTRO, Waft 18 Juni 2022, SOC-15

69. HASBULLAH BURLIAN MYIM, Wafat 15 Juni 2022, JKS-16

70. MUSLIM ABDUL WAHAB SALAM, Wafat 15 Juni 2022, BTJ-1

71. BAWUK KARSO SAMIRUN, Wafat 13 Juni 2022, SUB-4

72. BANGUN LUBIS WAHID, Wafat 10 Juni 2022, PDG-4

73. SUHATI RAHMAT ALI, Wafat 4 Juni 2022, JKG-1.

IHRAM

Berangkat Bersama-sama 4 Orang, Pulang Haji Ditakdirkan Allah SWT Hanya Bertiga

Salah satu jamaah haji dari Kabupaten Pasaman, Sumatra Barat, Perdamaian, merasa lega dia telah selesai menunaikan ibadah haji. Perdamaian bersama istrinya Sumarni tergabung ke dalam kelompok terbang (kloter 4) yang kembali ke Tanah Air pada Selasa (19/7) kemarin.

Meski begitu, Perdamaian menyisakan pilu pada momen kepulangannya ke Tanah Air. Karena salah satu saudaranya yang bersamanya berangkat haji, Bangun Wahid Lubis, tidak pulang dengan selamat. Bangun Wahid meninggal saat rombongan baru sampai di Madinah pada Jumat (10/7/2022). 

“Kami berangkat bersama-sama empat orang. Pulangnya cuma bertiga,” kata Perdamaian, Rabu (20/6/2022) dikutip dari laman resmi Kemenag Sumbar. 

Perdamaian menceritakan sejak keberangkatan, kondisi saudaranya itu dalam keadaan sehat tanpa keluhan. Memang Bangun yang berusia 59 tahun memang pernah mengalami penyakit jantung tiga tahun silam. 

Penyakit itulah yang kambuh ketika ia sampai di Madinah. Bangun meninggal usai kembali dari sholat Ashar di Masjid Nabawi. 

“Jenazah saudara saya dapat disholatkan secara berjamaah pada hari Sabtu setelah Ashar di Masjid Nabawi dan dapat dikuburkan di Baqi yang berdekatan dengan masjid Nabawi,” ucap Perdamaian.

Dia menyebut badal haji untuk almarhum Bangun sudah diuruskan oleh petugas haji Indonesia. Walau sudah meninggal Bangun tetap mendapatkan sertifikat badal haji. 

Perdamaian melanjutkan dia bersama saudaranya telah menantikan momen naik haji ini selama 11 tahun. Tapi ketiga waktu haji tiba dan telah berangkat ke tanah suci, Bangun justru menemui ajalnya.    

IHRAM

Hukum Melaksanakan Haji Setiap Tahun

Bagaimana hukum melaksanakan haji setiap tahun? Pasalnya, ibadah haji hanya diwajibkan untuk dilaksanakan sekali seumur hidup kepada muslim yang masuk pada kategori mampu.

Jika seseorang melaksanakan haji setiap tahun atau lebih dari sekali maka  dihukumi sunnah, bukan wajib. Hal tersebut berdasarkan hadis Nabi Muhammad yang diriwayatkan oleh Imam Muslim melalui penuturan sahabat Abu Hurairah,

وعن أَبي هريرة – رضي الله عنه – قَالَ: خَطَبَنَا رسولُ اللهِ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ: «أيُّهَا النَّاسُ، قَدْ فَرَضَ اللهُ عَلَيْكُم الحَجَّ فَحُجُّوا» فَقَالَ رَجُلٌ: أكُلَّ عَامٍ يَا رَسولَ اللهِ؟ فَسَكَتَ، حَتَّى قَالَهَا ثَلاثًا. فَقَالَ رسولُ الله – صلى الله عليه وسلم: «لَوْ قُلْتُ نَعَمْ لَوَجَبَتْ، وَلَمَا اسْتَطَعْتُمْ» ثُمَّ قَالَ: «ذَرُوني مَا تَرَكْتُكُمْ؛ فَإنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِكَثْرَةِ سُؤالِهِمْ، وَاخْتِلاَفِهِمْ عَلَى أنْبِيَائِهِمْ، فَإذَا أمَرْتُكُمْ بِشَيءٍ فَأتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، وَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَن شَيْءٍ فَدَعُوهُ». رواه مسلم

Dari Abu Hurairah r.a., bahwasanya: “Rasulullah s.a.w. berkhutbah kepada kita lalu bersabda: “Hai sekalian manusia, sesungguhnya Allah mewajibkan atasmu semua akan beribadah haji, maka kerjakanlah ibadah haji itu.” Kemudian ada seorang lelaki bertanya: “Apakah itu untuk setiap tahun, ya Rasulullah?”

Beliau s.a.w. berdiam saja -yakni tidak menjawab pertanyaannya tadi- kemudian orang itu menanyakannya sampai tiga kali. Rasulullah s.a.w. lalu bersabda: “Jikalau saya menjawab: “Ya,” sesungguhnya beribadah haji akan menjadi wajib setiap setahun sekali, dan tentu engkau semua tidak akan kuasa mengerjakannya.”

Selanjutnya beliau s.a.w. bersabda: “Tinggalkanlah aku -yakni janganlah menanyakan padaku- apa-apa yang saya tinggalkan untukmu semua -yakni apa-apa yang tidak saya sebutkan-. Sesungguhnya yang menyebabkan rusaknya orang-orang yang sebelummu semua itu ialah karena mereka terlampau banyak bertanya dan senantiasa menyalahi pada Nabi-nabi mereka.

Maka dari itu, apabila saya memerintahkan kepadamu semua dengan sesuatu perkara, lakukanlah itu sekuat tenaga yang ada padamu semua dan kalau saya melarang engkau semua dari sesuatu perkara, maka tinggalkanlah itu.” (Riwayat Muslim)

Hadis tersebut menunjukkan bahwa kewajiban haji hanya satu kali. Bagaimana hukumnya melaksanakan haji setiap tahun? Hingga ia bisa melaksanakan haji berkali-kali seumur hidup?

Jika menelusurinya pada hadis, maka ada satu hadis yang menyebutkan kebolehan haji lebih dari sekali. Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Daud melalui penuturan sahabat Ibnu Abbas,

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ الْأَقْرَعَ بْنَ حَابِسٍ سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ الْحَجُّ فِي كُلِّ سَنَةٍ أَوْ مَرَّةً وَاحِدَةً قَالَ بَلْ مَرَّةً وَاحِدَةً فَمَنْ زَادَ فَهُوَ تَطَوُّعٌ قَالَ أَبُو دَاوُد هُوَ أَبُو سِنَانٍ الدُّؤَلِيُّ كَذَا قَالَ عَبْدُ الْجَلِيلِ بْنُ حُمَيْدٍ وَسُلَيْمَانُ بْنُ كَثِيرٍ جَمِيعًا عَنْ الزُّهْرِيِّ و قَالَ عُقَيْلٌ عَنْ سِنَانٍ

dari [Ibnu Abbas] bahwa Al Aqra` bin Habis bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, ia berkata; wahai Rasulullah, apakah haji wajib pada setiap tahun atau satu kali? Beliau bersabda:

“Satu kali, barang siapa yang menambahkan maka hal tersebut adalah sebuah sunah.” Abu Daud berkata; ia adalah Abu Sinan Ad Duali demikian yang dikatakan [Abdul Jalil bin Humaid] serta [Sulaiman bin Katsir] dari [Az Zuhri], sedangkan [‘Uqail] mengatakan; dari [Sinan].

Dalam hadis tersebut, Nabi menyebutkan bahwa haji yang lebih dari sekali maka ia dihukumi “tathawwu’”. Perlu kita ketahui ada perbedaan makna sunnah, mustahab, dan tathawwu’. Makna ini merupakan tiga klasifikasi sunnah itu sendiri.

Dalam kitab Asraru as-Sholah min Rub’i al-Ibadah, Imam Ghazali menyebutkan bahwa definisi shalat tathawwu’ adalah shalat yang tidak ada keterangan khusus untuk dikerjakan.”

Meski ini merupakan makna dari salah satu jenis shalat, kita bisa memahami bahwa haji yang dilaksanakan lebih dari satu kali bukanlah perintah sunnah yang khusus untuk dikerjakan, ini merupakan kebolehan saja. Maka jika dilaksanakan seseorang tetap mendapatkan pahala, bukan anjuran.

Namun Nabi Muhammad sendiri pun hanya melakukan ibadah haji sekali seumur hidup dan umrah sunnah tiga kali. Meski sebenarnya Nabi mudah melakukan umrah setiap bulan dan haji setiap tahun, tapi Nabi tidak melakukan itu.

Dalam buku “Haji Pengabdi Setan” karya Kyai Ali Mustofa Yaqub, beliau menuliskan, sekiranya haji dan umrah berkali-kali itu baik, tentu Nabi akan melakukannya. Karena beliau adalah teladan terbaik bagi kita. Namun beliau tidak melakukan itu.

Ada dua kategori ibadah yang perlu kita ketahui yaitu, ibadah individual yang manfaatnya dirasakan oleh pelakunya sendiri saja dan ibadah sosial yang manfaatnya bisa dirasakan oleh pelakunya dan orang lain.

Adapun ibadah haji ialah ibadah individual karena manfaatnya dirasakan oleh pelakunya sendiri. Ibadah ini bertujuan untuk pendekatan seorang hamba kepada Tuhan. Akan tetapi, keutamaan ibadah individual tingkatannya tidak lebih utama daripada ibadah sosial. Karena itulah yang Nabi contohkan.

Misal, ibadah menyantuni anak yatim. Nabi bahkan menjanjikan seseorang yang menyantuni anak yatim akan bersanding dengannya di surga. Tapi Nabi tidak mengatakan bahwa orang yang haji akan mendapatkan keutamaan demikian.

Nabi juga merupakan sosok yang sangat dermawan. Dulu, saat di Madinah, banyak sahabat Nabi yang tinggal di pelataran Masjid Nabawi (Shuffah). Mereka adalah orang yang tidak memiliki harta tapi berkeinginan kuat untuk mencari ilmu.

Mereka itulah orang-orang yang kehidupannya ditanggung oleh Nabi. Nabi mengedepankan ibadah sosial karena berkaitan juga dengan kesejahteraan manusia. Sedangkan ibadah individual hanya dirasakan oleh pelakunya sendiri.

Maka alangkah baiknya, kita menelusuri niat kita jika berencana melaksanakan haji setiap tahun atau umrah setiap bulan. Apakah niat itu berdasarkan niat murni ibadah atau niat yang didorong oleh nafsu syahwat belaka?

Tulisan ini telah diterbitkan di Bincangmuslimah.com

Begini Penjelasan Praktisi Kenapa Haji Furodah Gratis, Bisa Jadi Mahal

Sampai saat ini masalah haji Mujamalah atau Furodah masih banyak diperbincangkan. Haji non kuota ini sebenarnya gratis, kenapa harganya bisa mahal?

Praktisi Penyelenggara Ibadah Haji dan Urmoh Ustadz Rafiq Jauhary menjelas detail kenapa haji gratis ini bisa jadi mahal. Alumni Darul Hadits al-Ghamidy, Awaly, Makkah tahun 2011 ini mengatakan, secara makna Furodha artinya adalah ‘sendiri-sendiri’. Jika dikatakan secara makna sama dengan artinya ‘mereka datang sendiri-sendiri’. 

Dan juga Istilah Furodah juga digunakan dua kali dalam Alquran yaitu pada surat al-An’am 94 dan surat Saba’ 46.

“Jadi bisa dikatakan haji Furoda adalah haji perseorangan,” kata Ustad Rafiq Zauhary, saat diminta pendapatnya tentang masalah haji Muzamalah dan Furoda, Ahad (17/7). 

Rafiq menjelaskan, kenapa dikatakan haji perseorangan? Mungkin maksudnya karena ini adalah jalur haji non-kuota. Secara istilah resmi dalam sistem haji di Arab Saudi, haji Furodah ini dikenal dengan nama Mujamalah. 

“Bisa diartikan sebagai penyambutan undangan. Nah disini titik pertanyaannya, haji undangan kok bisa bayar mahal?” 

Karena kata Rafiq, yang juga Pembimbing Ibadah Haji ini mengatakan, tidak semua undangan haji berisikan paket komplit, lengkap dengan tiket, voucher hotel dan lainnya. Biasanya undangan yang gratis adalah jenis undangan langsung dari Kerajaan Arab Saudi. Tamu Kerajaan sudah dijamin segala fasilitasnya, tinggal perlu menyiapkan paspor saja. “Cuman permasalahannya, siapalah kita dan berapa banyak jumlah kita sehingga berharap mendapatkan undangan Kerajaan secara gratis tanpa perlu antre?” katanya.  

Rafiq mengatakan, sebenarnya hampir setiap pejabat di Arab Saudi mendapatkan hak untuk mengundang koleganya di negara lain untuk berhaji. Pejabat ini adalah para pangeran (amir/amirah).

Setiap pangeran akan mendapatkan sebuah akun dari protokoler kerajaan untuk dapat mengakses website di Kementerian Haji. Lengkap dengan username dan OTP (one time password) yang dikirim langsung ke handphone pangeran. 

Sebelum pandemi, setiap pangeran bisa mengundang lebih kurang lima orang kolega dari luar negeri untuk berhaji. Namun, di tengah pandemi ini setiap akun yang dimiliki pangeran hanya bisa mengundang dua hingga tiga orang saja untuk berhaji. 

Kuota haji dari sebagian pangeran ini kemudian dikelola oleh kolektor untuk ditawarkan ke beberapa negara (termasuk ke Indonesia). Daripada tidak terpakai, maka dipersilakan siapa yang hendak menggunakan kuota tersebut dengan ‘sedikit’ memberikan tip ke para kolektor ini. Setelah kuota didapat, travel di Indonesia akan diforward username dan OTP dari para pangeran di Arab Saudi (melalui kolektor). Kemudian dilakukan beberapa tahapan hingga visa dapat dikeluarkan. 

Pada kesempatan ini Rafiq menyampaikan secara singkat alur prosesnya dari halaman pada website Kementerian Haji 

1. Memasukkan detail profil jamaah

2. Memasukkan paket pemesanan

3. Membuat voucher paket

4. Melakukan pembayaran

5. Proses Visa Setiap tahapan memerlukan proses yang cukup rumit dengan teknis yang berubah-ubah.

Anda bisa lihat sendiri bahwa visa Mujamalah/Furoda pun berbayar. Pembayaran ini untuk berbagai paket selama di Arafah – Muzdalifah – Mina, transportasi dan berbagai keperluan lainnya. Ini belum termasuk dengan biaya penerbangan, paket selama tinggal di Madinah dan masih banyak rincian lainnya.

Jadi jangan sampai ada yang salah mengira bahwa visa Furoda adalah menjual sesuatu yang seharusnya gratis. Ini kekeliruan informasi.  

“Hanya karena pernah mendengar si A, si B, atau si C diundang untuk berhaji secara gratis oleh Kerajaan Arab Saudi, kemudian menganggap bahwa haji Furoda adalah kesempatan gratis yang dijual mahal,” katanya.   

IHRAM

Memaknai Haji Mabrur

Hari-hari ini jamaah haji non resident (selain yang memang tinggal di Saudi) bersiap-siap untuk kembali ke negara asal masing-masing. Seluruh rangkaian ibadah haji telah selesai. Sebagian kembali langsung dari Mekah via Jeddah. Sebagian lainnya memenuhi sunnah Rasul mengunjungi masjid Nabawi dan maqam beliau di Madinah.

Imam Shamsi Ali menceritakan pada momen-momen seperti inilah ada perasaan haru bahkan sedih karena akan meninggalkan tanah haram. Tapi juga ada rasa senang dan bahagia karena telah menunaikan sebuah ibadah besar, kewajiban bahkan rukun Islam yang kelima. 

Namun pada saat yang sama jamaah yang sadar tentunya tidak hanyut dalam kesenangan yang berlebihan. Tapi juga merasakan dua kemungkinan; harapan hajinya telah diterima?Atau sebaliknya jangan-jangan justeru hajinya tertolak. 

“Dalam bahasa agama haji yang tertolak dikenal dengan istilah “haj marduud”. Sementara haji yang baik dan diterima oleh Allah SWT dikenal dengan istilah “haj mabrur”. Sebuah ibadah yang pahalanya dijanjikan syurga oleh Allah SWT,”ujar dia dalam siaran pers yang diterima Republika, Ahad (17/7).

Rasulullah SAW bersabda: “Al-hajju Al-mabrur laesa lahu jazaa illa Al-Jannah” (haji mabrur itu tiada balasan baginya kecuali syurga). 

Pertanyaan yang kemudian timbul adalah apakah haji mabrur itu? Adakah defenisi yang diberikan oleh para ulama kita? 

Imam Shamsi mencoba menelusuri beberapa kitab rujukan, mencari pendapat pada ulama. Dia pun menemukan beberapa penjelasan yang disampaikan oleh para Ulama kita. 

Satu di antaranya adalah Imam an-Nawawi misalnya berkata, “ganjaran haji mabrur itu bukan sekedar menghapuskan dosa. Pemahaman paling benar adalah bahwa Haji mabrur itu adalah Haji yang tidak dicampuri dengan dosa. Kata ini diambil dari “Al-birr” yang artinya kebaikan”. (Jalaluddin As-Suyuthi, syarha  Sunan An-Nasa’i). 

Pernyataan An-Nawawi maupun pernyataan para ulama lainnya sekadar menyampaikan penekanan tentang pahala haji mabrur. Tapi tidak memberikan definisi khusus tentang haji mabrur itu. Mereka menekankan bahwa haji mabrur adalah Haji yang telah dilaksanakan secara sempurna sesuai tuntunan Alquran dan as-Sunnah.  

“Saya lebih tertarik sebenarnya untuk menyampaikan dua hadits yang justru lebih mu’tabar (menjadi rujukan) sebagai rujukan untuk mendefenisikan haji mabrur ini,”jelas dia.

Pertama, diriwayatkan oleh Al-Hakim, bahwa Rasulullah SAW menjawab pertanyaan seorang sahabat: “apa haji mabrur itu wahai Rasulullah? Beliau menjawa: اطعام الطعام وطيب الكلام (memberi makan dan berbicara yang baik).

Kedua, habits Imam Ahmad dalam musnadnya: “para sahabat bertanya: apa haji mabrur wahai Rasulullah? Beliau menjawab: اطعام الطعام وافشاء السلام (memberi makan dan menyebarkan salam).

Dari dua hadits di atas, Rasulullah seolah  mendefenisikan tentang Haji mabrur dengan tiga hal, pertama, memberikan makan. Kedua,  berkata yang baik. Dan ketiga menebarkan perdamaian.

“haji mabrur itu adalah haji yang menjadikan pelakunya semakin dermawan, berakhlak mulia dan mampu menciptakan kedamaian dalam kehidupan manusia,” ujar Imam Shamsi.

Dia dapat mendefinisikan haji mabrur sebagai haji yang telah dilaksanakan sesuai aturan syariah dan memberikan dampak positif dalam hidup pelakunya baik secara vertikal maupun horizontal.

Dari definisi sederhana ini kita simpulkan bahwa esensi yang paling mendasar dari haji mabrur adalah terjadinya perubahan positif dalam kehidupan seorang haji. Baik pada aspek ubudiyah (ritual) maupun pada aspek mu’amalat (sosial). 

Definisi ini sejalan dengan jawaban Abu Bakar ketika ditanya oleh seorang sahabat di musim haji pertama dalam sejarah Islam di tahun ke 8 Hijriyah. “Apa haji mabrur itu wahai Abu Bakar?” Jawaban beliau: “haji mabrur akan kamu lihat sekembali kamu ke Madinah”.

Jawaban Abu Bakar ini seolah mengatakan bahwa haji mabrur itu akan nampak setelah sang haji kembali ke kampung halaman masing-masing. Di sana akan nampak makna Ihram sebagai komitmen kefitrahan dan ketaatan (labbaik allahumma labbai). Di sanalah akan nampak makna thawaf di Maka Ka’bah (kebenaran) akan selalu menjadi pusat pusaran hidupnya. 

Di sana juga akan nampak Sa’i atau usaha dan kerja kerasnya untuk membangun dunia ini sebagai bagian dari tanggung jawab khilafahnya. Tentu tidak kalah pentingnya di sana akan nampak komitmen melempar jumrah sebagai bukti komitmen “amar ma’ruf dan nahi mungkar”. 

Semua itu akan dilakukan oleh sang haji hingga masanya melakukan thawaf wada’ sebagai simbol komitmen “Jangan kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim”. Seperti yang dipesankan oleh Rasulullah SAW: “barang siapa yang di akhir hayatnya mengucapkan Laa ilaaha illa Allah” maka dia masuk syurga”.  

“Kita doakan semoga jamaah haji mendapatkan haji mabrur. Tidak saja bahwa hajinya telah diterima sebagai amalan ibadah yang utama dalam Islam dan membawa pengampunan. Tapi tidak kalah pentingnya adalah bahwa pesan-pesan moral haji mereka telah membawa perubahan positif dalam hidup mereka. Lebih khusus lagi dalam hal kebaikan (kindness) dan kedermawanan (generosity), akhlakul karimah (karakter) yang semakin baik, dan memiliki komitmen untuk membangun kedamaian (peace),”jelas dia./n

IHRAM

Doa Sunnah Jemaah Haji Ketika Pulang Ke Tanah Air

Inilah doa sunnah jemaah haji ketika pulang ke tanah air. Doa ini seyogianya dibaca para jemaah yang hendak pulang ke Indonesia. (Baca: Doa Nabi Menyambut Orang yang Baru Pulang Ibadah Haji).

Orang yang diberi kesempatan melaksanakan haji mungkin akan sangat sulit mengulanginya, meski hanya dua kali dalam seumur hidup. Selain karena keterbatasan biaya, kuota jamaah tiap tahun, antrian yang panjang, banyak faktor lain yang membuat orang di zaman sekarang sulit untuk mengulangi ibadah haji.

Oleh karenanya, mereka yang telah selesai melaksanakan rangkaian ibadah haji terkadang akan berwisata terlebih dahulu sebelum pulang ke tanah air.

Namun, meski demikian, selayaknya bagi mereka yang melaksanakan ibadah haji sebelum keluar dari Mekkah dan hendak pulang ke tanah air untuk menyempatkan diri berpamitan kepada Allah dan bait-Nya serta berdoa agar diberi keridhoan oleh-Nya.

Doa Sunnah Jemaah Haji Ketika Pulang Ke Tanah Air

Sebagaimana Imam Nawawi menjelaskannya dalam kitabnya “al-Adzkar an-Nawawi hal 287 yang artinya sebagai berikut:

“Ketika seseorang hendak keluar dari Mekkah dan hendak pulang ke tanah airnya, hendaknya ia melakukan thawaf wada’ (thawaf perpisahan) kemudian mendatangi Multazam, dan membaca doa:

اللَّهُمَّ أَلْبَيْتُ بَيْتُكَ, وَالْعَبْدُ عَبْدُكَ وَابْنُ عَبْدِكَ وَابْنُ أَمَتِكَ, حَمَلْتَنِيْ عَلَى مَا سَخَّرْتَ لِيْ مِنْ خَلْقِكَ, حَتَّى سَيَّرْتَنِيْ فِيْ بِلَادِكَ, وَبَلَّغْتَنِيْ بِنِعْمَتِكَ حَتَّى أَعَنْتَنِيْ عَلَى قَضَاءِ مَنَاسِكِكَ, فَإِنْ كُنْتَ رَضِيْتَ عَنِّي فَازْدَدْ عَنِّيْ رِضًا, وَإِلَّا فَمُنَّ الْاَنَ قَبْلَ أَنْ تَنْأَى عَنْ بَيْتِكَ دَارِيْ, هَذَا أَوَانُ انْصِرَافِيْ إِنْ أَذِنْتَ لِيْ غَيْرَ مُسْتَبْدِلٍ بِكَ وَلَا بَيْتِكَ, وَلَا رَاغِبٍ عَنْكَ وَلَا عَنْ بَيْتِكَ.

اللَّهُمَّ فَأَصْبِحْنِيَ الْعَافِيَةَ فِيْ بَدَنِيْ وَالْعِصْمَةَ فِيْ دِيْنِيْ, وَأَحْسِنْ مُنْقَلَبِيْ, وَارْزُقْنِيْ طَاعَتَكَ مَا أَبْقَيْتَنِيْ, وَاجْمَعْ لِيْ خَيْرَيِ الْأَخِرَةِ وَالدُّنْيَا, إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ.

Allahumma albaytu baytuka, wal’abdu ‘abduka wabnu ‘abdika wabnu amatika, hamaltanii ‘ala maa sakhkharta lii min kholqika, hattaa sayyartanii fi bilaadika, wa ballaghtanii bini’matika, hattaa a’antanii ‘ala qadha-i manaasikika,

fa-in kunta radhiita ‘annii fazdad ‘annii ridhan, wa-illaa famunna al-aana qobla an tan-aa ‘an baytika daarii, hadzaa awaanu –ngshiraafii in adzinta lii ghaira mustabdilin bika walaa baytika, walaa rooghibin ‘anka walaa ‘an baytika.

Allahumma fa-asbihni –al’aafiyata fii badanii wal ‘ishmata fii diinii, wa ahsin munqolabii, warzuqnii thoo’ataka maa abqoytanii, wajma’ lii khoyroyi –l-akhiroti wadduniya, innaka ‘alaa kulli syai’in qodiirun.

Yang artinya:

Ya Allah, rumah ini (baitullah) adalah rumah-Mu, hamba (ini) adalah hamba-Mu, anak dari hamba-Mu yang laki-laki dan yang perempuan. Engkau telah membawaku dengan kendaraan yang Engkau tundukkan dari makhluk-Mu, sehingga Engkau langkahkan kami ke negeri-Mu, dan sampaikan kami dengan nikmat-Mu, sehingga Engkau menolong kami melaksanakan ibadah (haji) kepada-Mu.

Maka jika Engkau ridho atasku maka tambahkanlah atasku keridhoan-Mu. Dan jika tidak, maka berilah anugerah-Mu sekarang sebelum aku jauh dari rumah-Mu.

Ini adalah waktuku kembali, jika Engkau mengizinkanku, bukan aku menjadikan pengganti bagi-Mu dan tidak juga bait-Mu, juga tidak karena membenci-Mu dan bait-Mu.

Ya Allah berikanlah kesehatan kepada badanku, penjagaan terhadap agamaku, jadikanlah baik tempat kembaliku, dan berilah aku rezeki untuk selalu taat kepada-Mu selagi Engkau memberiku umur, serta berikanlah kepadaku kebaikan akhirat dan dunia. Sungguh Engkau Maha berkuasa atas segala sesuatu”.

Imam Nawawi juga menjelaskan bahwa disunnahkan untuk memulai serta mengakhirinya dengan memuji Allah dan membaca shalawat kepada Nabi Saw. Dan adapun untuk perempuan yang sedang haid disunnahkan untuk membacanya di depan pintu Masjidil haram.

Demikian penjelasan terkait doa sunnah jemaah haji ketika pulang ke tanah air. Wallahu a’lam.

HIDAYATULLAH

Pesan Rasulullah dalam Khutbah Haji Wada; Muliakan Perempuan

Pada tahun ke-10 Hijrah merupakan tahun yang terbilang istimewa. Pada tahun itu, bertepatan pada 9 Dzulhijjah, Rasulullah melakukan haji yang terakhir, sehingga populer dengan haji Wada (perpisahan). Khutbah Rasulullah pada Haji Wada berlangsung di Padang Arafah.

Namun ada satu yang menarik dari khutbah Rasulullah di haji wada, seperti didokumentasikan oleh Ibnu Hisyam dalam kitab Sirah Nabawi, bahwa Rasulullah menyuruh manusia untuk memuliakan perempuan. Nabi juga melarang laki-laki untuk menyakiti perempuan, termasuk istrinya.

أيها الناس، إن لنسائكم عليكم حقًّا، ولكم عليهن حقٌّ؛ ألا يُوطِئنَ فُرُشَكم غيرَكم، ولا يُدخِلنَ أحدًا تكرهونه بيوتكم إلا بإذنكم، ولا يأتِينَ بفاحشةٍ، فإذا فعلنَ ذلك، فإنَّ الله أذِنَ لكم أن تَهجروهُنَّ في المضاجع، وتَضربوهُنَّ ضربًا غير مُبَرِّحٍ، فإن انتهينَ وأطعنكم، فعليكم رزقهُنَّ وكِسوتهُنَّ بالمعروف، وإنما النساء عوانٍ عندكم – يَعني أسيرات – ولا يَملكنَ لأنفسهِنَّ شيئًا، أخذتموهُنَّ بأمانة الله، واستحللتم فروجَهنَّ بكلمة الله، فاتقوا الله في النساء واستوصوا بهنَّ خيرًا، ألا هل بلغت، اللهم فاشهد.

Artinya; Wahai manusia, sebagaimana kamu mempunyai hak atas istrimu, mereka juga mempunyai hak atasmu. Sekiranya mereka menyempurnakan hak mereka atasmu, maka mereka juga mempunyai hak atas nafkahmu secara lahir maupun batin.

Berlaku lemah lembut terhadap mereka, karena sesungguhnya mereka adalah teman dan sahabatmu yang setia, serta halal hubungan suami-istri atas kalian. Dan kamu berhak melarang mereka memasukkan orang yang tidak kamu sukai ke dalam rumahmu

Jika istri-istri kalian mengerjakan hal-hal tersebut, Allah mengizinkan kalian untuk mendiamkan mereka di tempat tidur dan memukul mereka namun jangan sampai melukai mereka.

Jika mereka telah sadar dan bertaubat, mereka berhak mendapatkan nafkah dan pakaian dengan cara yang baik. Berbuat baiklah kepada para istri kalian, karena mereka seperti tawanan yang tidak memiliki sesuatu apa pun.

Sudah seyogianya, kita menghayati pesan Rasulullah dalam haji wada. Pasalnya, dalam peristiwa Wada merupakan fondasi keislaman dan keimanan umat. Hal ini sebagaimana tergambar dalam sebuah Riwayat yang bersumber dari Ahmad.

 قال رسول الله صلى الله عليه وسلم في حجة الوداع: ألا أخبركم بالمؤمن؟ من أمنه الناس على أموالهم وأنفسهم، والمسلم من سلم الناس من لسانه ويده، والمجاهد من جاهد نفسه في طاعة الله، والمهاجر من هجر الخطايا والذنوب

Artinya, “Nabi SAW bersabda saat haji wada; Maukah kalian kuberitahu pengertian mukmin? (Mukmin) Yaitu orang yang memastikan dirinya memberi rasa aman untuk jiwa dan harta orang lain.

Sementara muslim ialah orang yang memastikan ucapan dan tindakannya tidak menyakiti orang lain. Sedangkan mujahid adalah orang yang bersungguh-sungguh dalam ketaatan kepada Allah SWT. Sedangkan orang yang berhijrah ialah orang yang meninggalkan kesalahan dan dosa.”

Demikin pesan Rasulullah dalam Khutbah Haji Wada, yakni Muliakan Perempuan. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH