Ayat-ayat ini memberikan wawasan dan petunjuk tentang pesan-pesan politik dalam Islam
Dalam Alquran, terdapat beberapa ayat yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kekuasaan dan politik. Ayat-ayat ini memberikan wawasan dan petunjuk tentang pesan-pesan politik dalam Islam, peran negara, kepemimpinan, tata pemerintahan, dan hubungan antara pemerintah dan rakyat.
Salah satu ayat Alquran yang berkaitan dengan kekuasan dan politik adalah surat Al-Fath ayat 18. Allah SWT berfirman:
لَقَدْ رَضِيَ اللّٰهُ عَنِ الْمُؤْمِنِيْنَ اِذْ يُبَايِعُوْنَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِيْ قُلُوْبِهِمْ فَاَنْزَلَ السَّكِيْنَةَ عَلَيْهِمْ وَاَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيْبًاۙ
Artinya: “Sungguh, Allah benar-benar telah meridhai orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu (Nabi Muhammad) di bawah sebuah pohon. Dia mengetahui apa yang ada dalam hati mereka, lalu Dia menganugerahkan ketenangan kepada mereka dan memberi balasan berupa kemenangan yang dekat.” (QS Al-Fath [48]:18).
Dalam penelitiannya yang berjudul “12 Ayat Al-Quran Tentang Politik Dalam Kitab Tafsir Al-Jalalain: Mengungkap Pesan-Pesan Politik Islam”, Hasbi Umar dkk menjelaskan, perjanjian pada ayat tersebut dilakukan di Hudaibiyah, mereka melakukan baiat kepada Nabi agar setia dan tidak lari dari peperangan. Sedangkan yang dimaksud dengan isi hati mereka adalah rasa kejujuran dan kesetiaan.
Dalam konteks politik, ayat ini menunjukkan persetujuan dan keridaan Allah terhadap kesepakatan yang dibuat Nabi SAW dengan musuh-musuhnya. Ayat ini mengajarkan pentingnya kesetiaan dan kepercayaan dalam politik, serta keyakinan bahwa kesetiaan kepada Allah SWT akan membawa kemenangan dalam jangka panjang.
Ayat Alquran yang berkaitan dengan kekuasaan dan politik juga tertuang dalam surat Sad ayat 26, di mana Allah SWT berfirman:
يٰدَاوٗدُ اِنَّا جَعَلْنٰكَ خَلِيْفَةً فِى الْاَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوٰى فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۗاِنَّ الَّذِيْنَ يَضِلُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيْدٌ ۢبِمَا نَسُوْا يَوْمَ الْحِسَابِ
Artinya: “(Allah berfirman,) “Wahai Daud, sesungguhnya Kami menjadikanmu khalifah (penguasa) di bumi. Maka, berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan hak dan janganlah mengikuti hawa nafsu karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari Perhitungan.” (QS Sad [38]:26)
Dalam ayat ini, Allah menjelaskan pengangkatan Nabi Daud sebagai penguasa dan penegak hukum di kalangan rakyatnya. Allah menyatakan bahwa dia mengangkat Daud sebagai penguasa yang memerintah kaumnya.
Menukil dari Tafsir Tahlili Kemenag, pengertian penguasa diungkapkan dengan khalifah, yang artinya pengganti, adalah sebagai isyarat agar Daud dalam menjalankan kekuasaannya selalu dihiasi dengan sopan-santun yang baik, yang diridai Allah, dan dalam melaksanakan peraturan hendaknya berpedoman kepada hidayah Allah.
Dengan demikian, sifat-sifat khalifah Allah tercermin pada diri pribadinya. Rakyatnya pun tentu akan menaati segala peraturannya dan tingkah lakunya yang patut diteladani.
Dalam Islam, kepemimpinan dan kekuasaan juga merupakan sebuah amanah yang harus dipertangungjawabkan kepada manusia maupun Allah SWT. Suatu amanah dapat dijalankan dengan baik, jika yang menerima amanah mendapatkannya dengan penuh kesadaran akan tugas dan tanggung jawab.
Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah SAW kepada Abu Dzar, “Wahai Abu Dzar, engkau adalah pribadi yang lemah, sedangkan kekuasaan itu adalah amanah, dan kekuasaan itu akan menjadi penyesalan dan kehinaan di hari akhirat, kecuali mereka yang dapat menjalankannya dengan baik.” (HR Muslim).