Bagaimana hukum mengikhlaskan Hutang yang dipinjam seseorang?

Hukumnya tentu sunnah karena dengan mengikhlaskan hutang tersebut berarti kita telah bersedekah kepadanya. Bahkan ada hadist yang menyebutkan bahwa menghutangi pahalanya lebih banyak dibanding bersedekah.

Teks lengkap hadits sebagaimana yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sebagai berikut:

رَأَيْتُ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِي عَلَى بَابِ الْجَنَّةِ مَكْتُوبًا الصَّدَقَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا وَالْقَرْضُ بِثَمَانِيَةَ عَشَرَ فَقُلْتُ يَا جِبْرِيلُ مَا بَالُ الْقَرْضِ أَفْضَلُ مِنْ الصَّدَقَةِ قَالَ لِأَنَّ السَّائِلَ يَسْأَلُ وَعِنْدَهُ وَالْمُسْتَقْرِضُ لَا يَسْتَقْرِضُ إِلَّا مِنْ حَاجَةٍ.

Artinya: “Saya melihat di saat saya diisra’kan pada pintu surga tertulis, shadaqah dilipatgandakan sepuluh kali lipat. Memberi utang dilipatkan 18 kali lipat. Kemudian saya bertanya kepada Jibril, ‘Bagaimana bisa orang yang memberi utang lebih utama dari pada bershadaqah?’. Kemudian Jibril menjawab ‘Karena orang yang meminta, (secara umum) dia itu meminta sedangkan dia sendiri dalam keadaan mempunyai harta. Sedangkan orang yang berutang, ia tidak akan berutang kecuali dalam keadaan butuh’.” (Sunan Ibnu Majah: 2422) 

UMMA