Menunaikan ke tanah suci tentunya menjadi impian setiap muslim. Sayangnya, tak semua orang bisa melaksanakan ibadah yang satu ini. Tetapi di sisi lain, banyak pula muslim beruntung yang dianugerahi harta berlimpah sehingga bisa sering bolak-balik ke tanah suci untuk berumrah. Lantas bagaimana hukum naik haji berkali-kali? Atau hukum umrah berkali-kali?
Sebelum dijawab, perlu kiranya dipaparkan haji dan umrah yang pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw. Beliau seumur hidup hanya sekali melakukan ibadah haji dan empat kali umrah. Padahal jika melihat jarak tempuh ke kota Mekkah, bisa saja Nabi berkali-kali ibadah haji dan umrah. Hal ini berdasarkan Hadits Nabi;
عنِ ابنِ عبّاسٍ: “أنّ النبيّ صلى الله عليه وسلم اعْتَمَرَ أرْبَعَ عُمَرٍ: عُمْرَةَ الحُدَيْبِيّةِ وَعُمْرَةَ القَضَاءِ منْ قابِلٍ وعمرة الجِعْرَانَةِ وَعُمْرَتَهُ اَلَّتِي مَعَ حَجّتِهِ
“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa sesungguhnya Nabi Saw. mengerjakan umrah sebanyak 4 kali, yaitu umrah Hudaibiyah, umrah Qodlo`, umrah Ji`ronah dan umrah yang bersamaan dengan pelaksanaan haji beliau.”
Hukum Naik Haji Berkali-kali
Haji yang dilakukan Nabi ini terjadi pada tahun ke-10 Hijriyah yang dikenal dengan haji wada. Haji ini adalah haji terakhir yang dilakukan oleh Rasulullah. Disebut haji wada
karena merupakan haji perpisahan.
Meskipun Nabi hanya sekali melakukan haji, namun dalam sabdanya beliau menyatakan bahwa melakukan haji lebih dari sekali hukumnya adalah sunnah sebagaimana hadis yang telah disebutkan di atas berkenaan dengan kewajiban haji sekali seumur hidup.
Kemudian berkenaan dengan hukum umrah berkali-kali ulama berbeda pendapat. Menurut Imam Malik melakukan umrah setiap tahun adalah sunnah, namun jika dalam setahun melakukan 2 atau 3 kali umrah, maka hukumnya adalah makruh.
Hal ini berbeda dengan pendapat Imam Syafi’i dan Imam Abu Hanifah yang tetap menghukumi sunnah meskipun dilakukan berkali-kali dalam setahun. Hanya saja Imam Abu Hanifah memakruhkan melakukan umrah pada hari Arafah, Nahar dan hari-hari tasyriq. [Bidayatu al-Mujtahid: Mabhatsu Syuruti al-Ihram]
Sepertinya pendapat yang cukup sosialis adalah pendapatnya Imam Malik yang membatasi kesunnahan umrah setahun sekali. Betapa bermanfaatnya apabila dana-dana yang hendak digunakan haji dan umrah kesekian kalinya didonasikan untuk kepentingan sosial, menyantuni fakir miskin dan yatim piatu.
Karena haji dan umrah adalah ibadah individual yang manfaatnya terbatas bagi pelakunya saja. Sedangkan membantu saudara yang membutuhkan uluran tangan adalah ibadah sosial yang manfaatnya tidak hanya terbatas pada diri pelaku, namun menular dan merembes kepada kalangan yang lebih luas.
Dalam kaidah fikih disebutkan,
الْمُتَعَدِّي أَفْضَلُ مِنْ الْقَاصِرِ
“Sesuatu yang memiliki jangkauan luas lebih utama daripada yang terbatas.” [al-Asybah Wa an-Nadzhair, I: 259]
Maka perlu diketahui bahwa surga tidak hanya bisa didapatkan dari ibadah individual, namun surga juga bisa ditemukan dalam ibadah sosial. Ketaatan yang paling utama adalah yang paling memiliki dampak kemaslahatan.
Akan tetapi, apabila seseorang bisa naik haji dan umrah berkali-kali sekaligus banyak berinfak kepada faqir miskin, maka hal itu lebih baik lagi. Terlebih haji dan umrah justru bisa mendatang rezeki yang berlipat serta berkah dari Allah.
Demikian penjelasan mengenai hukum naik haji dan umrah berkali-kali. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.