Seorang yang menyandang disabilitas rungu atau bisu tetap diwajibkan untuk menjalankan perintah agama bila dia sudah balig dan berakal atau mukallaf. Tentu di antara kewajiban agama yang paling pokok untuk dilaksanakan oleh penyandang disabilitas rungu adalah salat fardu. Ketika melaksanakan salat fardu, bolehkah dia menggunakan bahasa isyarat saat membaca rukun-rukun salat seperti al-Fatihah?
Ketika penyandang disabilitas rungu melaksanakan salat fardu, dia harus melakukan rukun-rukun salat dengan sempurna, baik berupa gerakan maupun berupa bacaan. Dia tidak boleh meninggalkan satu rukun pun dari rukun-rukun salat yang telah ditetapkan oleh syariat.
Pada saat melaksanakan rukun-rukun salat yang berupa bacaan, seperti takbiratul ihram, surah al-Fatihah, bacaan tasyahud, dan salam, dia tidak boleh menggunakan bahasa isyarat dengan menggerakkan tangan atau lainnya. Jika menggunakan bahasa isyarat dengan menggerakkan tangan atau anggota tubuh lainnya, maka salatnya jadi batal.
Namun pada saat melakukan rukun-rukun salat yang berupa bacaan dia hanya cukup sekedar menggerakkan lisan dan bibirnya dengan niat membaca. Jika tidak mampu menggerakkan lisan dan bibirnya, maka dia hanya diwajibkan berniat di dalam hatinya untuk membaca bacaan salat.
Hal ini sebagaimana telah dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam kitab al-Majmu berikut;
قال أصحابنا على الأخرس ان يحرك لسانه بقصد القراءة بقدر ما يحركه
“Sahabat kami (ulama Syafiiyah) berkata, ‘Bagi orang bisu hanya diwajibkan menggerakkan lisannya dengan niat membaca dengan ukuran sebagaimana orang bicara menggerakkan lisannya.
Dalam kitab al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu juga disebutkan sebagai berikut;
ومن عجز عن النطق بالتكبير كأخرس لزمه تحريك لسانه وشفيته ولهاته ما أمكنه فان عجز نواه بقلبه
“Barangsiapa tidak mampu mengucapkan takbir seperti orang bisu, maka dia wajib menggerakkan lisan dan dua bibirnya semampu dirinya. Jika tidak mampu, maka dia hanya cukup berniat saja di hatinya.”
Melalui penjelasan di atas dapat diketahui bahwa bagi penyandang disabilitas rungu hanya diwajibkan menggerakkan lisan dan bibirnya saja ketika membaca rukun-rukun salat sesuai kemampuannya. Dia tidak perlu menggunakan bahasa isyarat dengan menggerakkan tangan atau anggota tubuh lainnya ketika membaca rukun-rukun salat tersebut.