Bahaya Memutus Hubungan Kekerabatan

Berikut ini adalah cara mengatasi patah hati. Tokoh-tokoh besar seperti Soekarno, Marilyn Monroe, dan bahkan Rasulullah SAW, tidak luput dari tragedi patah hati.  Kecuali itu, orang biasa banyak pula yang patah hati. Beruntungnya tokoh-tokoh besar, kisah mereka dicatat, ketika patah hati sekalipun.

Katanya, orang patah hati tidak butuh nasehat, dia butuh hiburan (healing namanya sekarang). Berkaca dari kisah Rasulullah SAW ketika patah hati ditinggal wafat Ummul Mukminin Khadijah ra, ungkapan itu ada benarnya. Rasulullah SAW, sembari healing, dibawa keliling dunia dan antariksa (al-isra’ wa al-mi’raj) untuk menjemput beberapa pondasi agama.

Meskipun begitu, saya kukuh untuk tetap menasihati orang-orang patah hati. Karena saya telah berkali-kali pula menjadi korban. Hanya agar kita-para korban-lebih bergaya kalau patah hati lagi.

“Kamu Jahat” Ah… Klise

Ketika orang-orang mengatakan ‘kamu kok jahat?’ ketika ditinggal kekasihnya, tidak begitu dengan Abu Shakhar al-Hatzali (w. 80 H). Penyair tersohor loyalis Dinasti Umayyah itu menggubah syair efek jahat ditinggal kekasih dan mengilustrasikannya dengan apik. Syairnya itu tidak hanya jadi rujukan sastra, tetapi juga boleh jadi rujukan rasa. Beliau menggambarkan begini:

أما والذي أبكى وأضْحَكَ والذي … أماتَ وأحيا والذي أمرهُ الأمر

“Sungguh, demi Zat yang menjadikan tangis dan tawa, demi Dia yang menghidupkan dan mematikan, dan demi Dia yg perintah-Nya adalah titah”.

لقد تَركَتْني أحْسُدُ الوحشَ أن أرى … ألِفَيْنِ منها لا يَروعُهما النّفْر

“Sungguh kau telah meninggalkanku mencemburui binatang liar; bahwa aku melihat sepasang mereka, tanpa diburu perpisahan (Sudzur adz-Dzahab, juz 1/162).”

Ikhlas Tapi Tak Rela

Namun begitu, ditinggal kekasih bagi sebagian orang adalah hal wajar, meski tidak sepenuhnya rela. Syair Ghada al-Samman (81 tahun), penyair Arab modern, berikut ini boleh jadi rujukan untuk pengganti ungkapan ‘ikhlas tapi tak rela’ itu. Dalam sebuah kutipan syair, perempuan Arab itu menuliskan:

و كنت اعرف منذ البداية

أنني وجدتك لأضيعك

و احببتك لافقدك

فقد التقينا مصادفة

وأنت ذاهب إلى فرحتك بمجدك

و انا راجعة من ضجري بكل ما يفرحك الآن

و كنا سهمين متعاكسي الاتجاه

و كان لا مفر من الوداع كما اللقاء

Aku sudah tahu dari awal:

Bahwa aku mendapatkanmu untuk melepasmu

Aku mencintaimu untuk kehilanganmu

Sebab kita bertemu secara kebetulan

Dan kau pergi ke kegembiraanmu dengan kemuliaanmu …

Sedang aku kembali dari kebosananku dengan segala hal yang membuatmu bahagia sekarang…

Kita adalah dua anak panah yang berlawanan arah

Perpisahan tak terelakkan seperti halnya pertemuan

(Qashaid wa Syi’r Gadah as-Saman)

Mencintaimu Adalah Luka

Jika Eka Kurniawan (47 tahun), sastrawan Indonesia, mendeskripsikan ‘Cantik Itu Luka’ dalam novelnya, Ibnu al-Ta’awidziy (w. 584 H), penyair Arab Era Abbasiyah, meilustrasikan luka karena cinta. Beliau meilustrasikan luka itu dalam dua bait syairnya:

وَأَبعَدُ ما يُرامُ لَهُ شِفاءٌ … فُؤادٌ مِن لَحاظك فيه جُرحُ 

فَبَينَ القَلبِ وَالسُلوانِ حَربٌ … وَبَينَ الجَفنِ وَالعَبَراتِ صُلحُ

“Sulit diharapkan segala yang terjadi ini ada obatnya, hati yang terpikat oleh tatapanmu kini memendam luka. Ada perang antara hati dan bahagia, ada kedamaian antara pelupuk dan air mata (Masalik al-Abshar fi Mamalik al-Amshar, juz 16/58).”

Sekian tip dari saya, semoga menjadi pengganti ‘teman’ dalam tongkrongan mu menatap senja yang datang di ujung langit (seperti dalam lirik lagu Putri Ariani berjudul mimpi). Pesan saya; tetap terkawal ya! karena incaranmu bisa jadi tidak suka puisi. Itu diluar tanggung jawab penulis.

Demikian penjelasan terkait cara mengatasi patah hati. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Bahaya Memutus Hubungan Kekerabatan

Allah Ta’ala memerintahkan kita untuk menjaga hubungan silaturahim. Allah Ta’ala berfirman,

وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً

Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya, kamu saling meminta satu sama lain. Dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS. An-Nisa’: 1)

Allah Ta’ala berfirman,

وَالَّذِينَ يَنقُضُونَ عَهْدَ اللّهِ مِن بَعْدِ مِيثَاقِهِ وَيَقْطَعُونَ مَا أَمَرَ اللّهُ بِهِ أَن يُوصَلَ وَيُفْسِدُونَ فِي الأَرْضِ أُوْلَئِكَ لَهُمُ اللَّعْنَةُ وَلَهُمْ سُوءُ الدَّارِ

Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan membuat kerusakan di bumi, mereka itulah orang-orang yang memperoleh laknat dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahannam).” (QS. Ar-Ra’du: 25)

Termasuk yang diperintahkan Allah Ta’ala untuk disambung adalah hubungan kekerabatan. Adanya ancaman laknat Allah pada ayat ini menunjukkan bahwa memutuskan hubungan kekerabatan termasuk dosa besar.

Dalam ayat yang lain, Allah Ta’ala berfirman,

فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِن تَوَلَّيْتُمْ أَن تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ وَتُقَطِّعُوا أَرْحَامَكُمْ أُوْلَئِكَ الَّذِينَ لَعَنَهُمُ اللَّهُ فَأَصَمَّهُمْ وَأَعْمَى أَبْصَارَهُمْ

Maka, apakah kiranya jika kamu berkuasa, kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang yang dilaknat oleh Allah dan ditulikan telinga mereka dan dibutakan penglihatan mereka.” (QS. Muhammad: 22-23)

Ayat ini menunjukkan bahwa orang yang membuat kerusakan di muka bumi dan orang yang memutuskan hubungan kekerabatan akan mendapatkan hukuman, baik di dunia dan di akhirat. Hukuman di dunia berupa dibutakan mata dan ditulikan telinganya. Sedangkan hukuman di akhirat berupa laknat Allah Ta’ala.

Penglihatan yang dibuat buta oleh Allah Ta’ala adalah pandangan hati, bukan pandangan mata secara fisik. Akibatnya, dirinya akan melihat kebatilan sebagai sebuah kebenaran, dan sebaliknya, dia melihat kebenaran sebagai sebuah kebatilan. Begitu pula pendengaran yang dibuat tuli oleh Allah Ta’ala bukanlah pendengaran secara fisik. Akan tetapi, telinganya dibuat tuli sehingga tidak mampu lagi mendengarkan kebenaran. Dan seandainya dapat mendengarkan kebenaran pun, dirinya tidak dapat mengambil manfaat dari kebenaran yang didengarnya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengaitkan keimanan terhadap Allah dan hari akhir dengan menyambung hubungan kekerabatan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

Dan barangsiapa yang (benar-benar) beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya dia menyambung kekerabatannya.” (HR. Bukhari no. 6138 dan Muslim no. 47)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengancam orang-orang yang memutus hubungan kekerabatan, bahwa mereka tidak akan masuk surga. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعُ رَحِمٍ

Tidak masuk surga orang yang memutus hubungan kekerabatan.” (HR. Bukhari no. 5984 dan Muslim no. 2556)

Ancaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berupa tidak masuk surga bagi orang yang memutus hubungan kekerabatan menunjukkan bahwa memutus hubungan kekerabatan termasuk dosa besar karena terdapat ancaman khusus, baik dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ اللهَ خَلَقَ الْخَلْقَ حَتَّى إِذَا فَرَغَ مِنْهُمْ قَامَتِ الرَّحِمُ، فَقَالَتْ: هَذَا مَقَامُ الْعَائِذِ مِنَ الْقَطِيعَةِ، قَالَ: نَعَمْ، أَمَا تَرْضَيْنَ أَنْ أَصِلَ مَنْ وَصَلَكِ، وَأَقْطَعَ مَنْ قَطَعَكِ؟ قَالَتْ: بَلَى

Sesungguhnya Allah menciptakan semua makhluk. Sampai ketika Allah selesai menciptakan makhluk, maka berdirilah rahim (kekerabatan). Dan rahim berkata, ‘Ini adalah berdirinya makhluk yang meminta perlindungan kepada-Mu, jangan sampai aku diputus.’ Allah mengatakan, ‘Iya (engkau tidak boleh diputus). Tidakkah engkau rida bahwa Aku akan menyambung orang yang menyambungmu dan Aku akan memutus orang yang memutusmu?’ Rahim mengatakan, ‘Iya, (saya rida).’” (HR. Bukhari no. 7502 dan Muslim no. 2554)

Hadis ini menunjukkan satu perkara gaib bahwa rahim (kekerabatan) itu bisa berbicara. Berkaitan dengan hal tersebut, sikap kita sebagai orang yang beriman adalah wajib untuk meyakini dan tidak boleh membicarakannya secara detail (bagaimana bentuk atau hakikatnya) tanpa disertai ilmu.

Menyambung hubungan kekerabatan adalah sebab lapangnya rezeki dan panjang umur. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ، وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

Barangsiapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaknya dia menyambung hubungan kekerabatan.” (HR. Bukhari no. 5986 dan Muslim no. 2556)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, Allah Ta’ala berfirman,

قَالَ اللَّهُ: أَنَا الرَّحْمَنُ وَهِيَ الرَّحِمُ، شَقَقْتُ لَهَا اسْمًا مِنَ اسْمِي، مَنْ وَصَلَهَا وَصَلْتُهُ، وَمَنْ قَطَعَهَا بَتَتُّهُ

Aku adalah Ar-Rahman, dan dia adalah rahim. Aku berikan dia pecahan dari nama-Ku [yaitu rahim (kekerabatan), pent.]. Barangsiapa yang menyambungnya, maka Aku akan menyambungnya. Dan barangsiapa yang memutusnya, maka Aku akan memutusnya.” (HR. Abu Dawud no. 1694 dan Tirmidzi no. 1908)

Seorang yang kaya janganlah memutus hubungan kekerabatan dengan saudaranya yang miskin. Demikian pula, janganlah memutus hubungan kekerabatan dengan sikap yang tidak sopan dan menyakiti hati kerabatnya. Misalnya, tidak memperhatikan atau pura-pura tidak mengetahui bagaimanakah keadaan kerabatnya. Padahal, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

بلوا أرحامكم ولو بالسلام

Basahilah rahim kalian (sambunglah hubungan kekerabatan, pent.), walaupun hanya dengan (sekedar) mengucapkan salam.” (HR. Ibnu Hibban dalam Ats-Tsiqaat, 1: 75. Dinilai hasan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah)

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/86342-bahaya-memutus-hubungan-kekerabatan.html