Barat Harus Belajar Menghormati Kitab Suci

Peristiwa pembakaran al-Quran di Swedia beberapa waktu terakhir menarik banyak perhatian dunia internasional, terutama masyarakat muslim. Jelas saja pembakaran al-Quran tersebut mampu menyulut kemarahan dari berbagai Negara terlebih Negara Muslim, tindakan pembakaran al-Quran disebut-sebut sebagai dampak dari efek Islamofobia.

Pelaku pembakaran al-Quran merupakan seorang ekstremis Denmark-Swedia Rasmus Paludan, yang memimpin gerakan Stram Kurs, atau Garis Keras. Tindakan pembakaran al-Quran ini bukan kali pertama dilakukan oleh Rasmus Paludan, yang tentu saja tindakan tersebut menista Islam dan menodai nilai toleransi umat beragama.

Paludan merupakan seorang aktivis Swedia-Denmark yang telah dihukum karena masalah rasisme, memprovokasi kerusuhan di Swedia. Ketika itu Paludan tengah melakukan tur keliling negara dan membakar salinan al-Quran di depan umum yang pada akhirnya membuat banyak orang geram dan marah kepadanya.

Pada tahun 2020, kelompok Hard Line yang di ketuai oleh Paludan, telah membakar sejumlah al-Quran. Kelompok Hard Line melakukan aksi pembakaran al-Quran di wilayah Rosengard, Malmo yang merupakan tempat banyak kaum muslim tinggali. Akibat pembakaran ini, jelas saja membuat kerusuhan terjadi yang menyebabkan beberapa orang terluka.

Paludan dengan tegas dan jelas mengatakan bahwa pembakaran al-Quran yang ia lakukan merupakan sebuah upaya untuk membantu Swedia melawan Islamisasi yang tengah terjadi dari tahun 1960an. Paludan mengakui bahwa dirinya memusuhi Islam dan umat pemeluknya.

Sebagai pembenci Islam, tentu saja ia tak tinggal diam, Paludan menyerukan untuk semua umat Islam yang tinggal di Denmark supaya dideportasi. “Musuh kami adalah Islam dan Muslim. Hal terbaik adalah jika tidak ada seorang Muslim pun yang tersisa di bumi ini. Maka kita akan mencapai tujuan akhir kita,” ujar Paludan.

Memang di Swedia diperbolehkan untuk melakukan kebebasan berekspresi ketika melakukan aksi demonstrasi. Seperti yang dilakukan oleh Paludan juga mereka beranggapan bahwa itu merupakan salah satu tindakan dalam menyalurkan ekspresi.

Namun, dalam kebebasan berekspresi perlu dibarengi dengan adanya tanggungjawab di dalamnya. Dan aksi pembakaran al-Quran jelas telah menodai toleransi umat beragama di seluruh dunia. Buntut dari pembakaran al-Quran oleh Paludan memicu ketegangan antara Swedia dengan Turki di tengah pembahasan tawaran keanggotaan NATO.

Padahal Stockholm saat itu masih berusaha mencoba meyakinkan anggota NATO Turki untuk menyetujui Swedia dan Finlandia bergabung dengan aliansi militer. Bukan hanya Negara Indonesia saja yang marah dengan apa yang telah dilakukan oleh Paludan, namun, banyak negara Muslim lainnya yang mengungkapkan kemarahan mereka dengan pembakaran al-Quran.

Contohnya saja Negara Maroko yang mengatakan heran dengan pihak berwenang yang mengizinkan pembakaran tersebut terjadi di depan pasukan ketertiban Swedia. Negara Indonesia sendiri menyebut tindakan pembakaran ini sebagai tindakan penistaan terhadap kitab suci.

Jelas saja aksi balasan pun terjadi di mana lusinan pengunjuk rasa berkumpul di depan konsulat Swedia di Istanbul. Para pengunjuk rasa tempat membakar bendera Swedia dan meminta Turki memutuskan hubungan diplomatik dengan Stockholm. Tidak hanya itu, Pemerintah Indonesia juga akan memanggil Kedubes Swedia terkait kejadian tersebut.

Barat belum pernah belajar tentang arti hal yang suci dan sakral bagi umat beragama. Memprovokasi dengan melakukan pelecehan terhadap yang suci hanya akan memperuncing hubungan antar negara. Tentu saja, hal ini adalah bagian dari ekspresi islamofobia yang sudah akut di dunia Barat. Sejatinya, Barat lebih rasis dari pada negara Timur dalam penghargaan terhadap perbedaan.

Prediksi benturan peradaban yang pernah dikatakan Huntinton akan terjadi jika Barat hanya muncul dengan arogan dengan melihat sinis keragaman terkhusus Islam. Bagi Barat Islam dan muslim dianggap ancaman yang membahayakan negara mereka. Ketidakdewasaan Barat dalam menerima kenyataan keragaman menjadi bukti sesungguhnya islamofobia itu nyata di dunia Barat.

Masa depan dialog Islam dan Barat atau Timur dan Negara Barat harus dimulai dengan menghilangkan pra sangka dan islamofobia akut. Benar, negara-negara Eropa, Amerika dan PBB telah mengesahkan pedoman penting tentang perang melawan Islamofobia. Namun, jika negara-negara Barat membiarkan warga negaranya memiliki pandangan islamofobia sama halnya Barat membidani lahirnya benturan peradaban ke depan.

ISLAM KAFFAH