Sejarah Perintah Haji (1)

Sejarah Perintah Haji (1)

Sudah mafhum bahwa, ibadah haji merupakan bentuk rukun Islam yang ke lima. Ibadah haji adalah perjalanan mendatangi Baitullah dan tempat-tempat tertentu untuk melaksanakan serangkaian ibadah pada bulan Dzulhijjah, dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan. Nah berikut tentang sejarah perintah haji. 

Kewajiban dalam melaksanakan ibadah haji, disandarkan kepada kaum muslimin yang mampu. Dalam hal ini, melaksanakan ibadah haji wajib hukumnya bagi umat Islam yang mampu dan minimal seumur hidup sekali. Allah Swt. berfirman:

فِيْهِ اٰيٰتٌۢ بَيِّنٰتٌ مَّقَامُ اِبْرٰهِيْمَ ۚ وَمَنْ دَخَلَهٗ كَانَ اٰمِنًا ۗ وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلًا ۗ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعٰلَمِيْنَ

Artinya: “Di sana terdapat tanda-tanda yang jelas, (di antaranya) maqam Ibrahim. Barang siapa memasukinya (Baitullah) amanlah dia. Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barang siapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam.” (QS. Ali Imran [3]: 97).

Yang jelas, kata mampu di sini mempunyai arti yang cukup luas, yaitu mampu secara jasmani maupun secara rohani. Selain itu, mampu di sini juga berarti mampu secara finansial yakni bermakna memiliki dana yang cukup untuk menjalankan ibadah haji.

Kesuksesan dalam ibadah haji bukan hanya didasarkan pada unsur ritualnya itu sendiri, melainkan melibatkan unsur-unsur di luar aspek ritual (agar pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik), sehingga pulang membawa predikat haji yang mabrur.

Oleh sebab itu, ibadah haji juga disebut sebagai ibadah yang unique (unik). Dalam hal ini, pelaksanaan ibadah haji tidak semata-mata didasarkan pada unsur ritualnya saja, melainkan pelaksanaan ibadah haji melibatkan unsur-unsur lain di luar aspek ritualnya.

Sejarah Perintah Haji

Secara bahasa, haji berasal dari kata “Al-Hajju” yang memiliki arti “menyengaja”, “menuju” atau “mengunjungi”, adapun secara istilah mempunyai arti “berkunjung ke Baitullah” dan “tempat-tempat tertentu” untuk melaksanakan serangkaian ibadah yang telah ditentukan waktunya, dilaksanakan dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan, untuk memenuhi perintah Allah Swt. dan mengharapkan ridha-Nya.

Berbeda dengan Haji dalam istilah fikih yang memiliki makna “perjalanan umat Islam menuju Ka’bah guna menjalankan ritus keagamaan dengan cara dan waktu yang telah ditetapkan”. Jadi bisa disimpulkan haji merupakan sebuah perjalanan ke Baitullah atau Ka’bah untuk melaksanakan amalan-amalan tertentu: ihram, tawaf, sa’i, wukuf di Padang Arafah, mabit di Muzdalifah dan Mina, melontar jumrah, tahallul dan dilaksanakan pada bulan Dzulhijjah dengan syarat dan rukun-rukun yang telah ditetapkan.

Syahdan. Perintah untuk melaksanakan ibadah haji tidak hanya berlaku pada umat Nabi Muhammad Saw. Jauh sebelum itu, ibadah haji telah diperintahkan kepada Nabi dan Rasul-Rasul terdahulu. Sebagian riwayat menyatakan bahwa orang yang pertama kali melaksanakan ibadah haji adalah Nabi Adam As.

Beberapa riwayat menyebutkan, Ka’bah pertama kali dibangun oleh Malaikat, yang kemudian dilanjutkan oleh Nabi Adam As. Beberapa sumber menunjukkan bahwa, Nabi Adam As. Sudah melaksanakan ibadah haji dengan cara tawaf sebanyak 7 putaran setelah membangun Ka’bah.

Nabi Ibrahim As. diperintahkan Allah Swt. Untuk membangun kembali Ka’bah yang runtuh. Setelah pembangunan Ka’bah selesai, Ibrahim As. Diperintahkan oleh Allah Swt. Untuk menyeru umat manusia agar melaksanakan haji ke Baitullah. Ibrahim As. beserta puteranya terlebih dahulu melaksanakan haji.

Mereka berdua memulai ibadah haji dengan melakukan tawaf sebanyak 7 kali yang pada setiap putarannya mengusap rukn atau sudut Ka’bah. Sehabis tawaf, mereka melaksanakan shalat, kemudian dilanjutkan dengan melakukan sa’i atau berlari-lari kecil antara bukit Shafa dan Marwah, dan melempar jumrah.

Orang Arab masa jahiliah, masa sebelum Nabi Muhammad juga memelihara tradisi Nabi Ibrahim melaksanakan ibadah haji, meski dengan cara yang berbeda. Pada masa Rasulullah Saw., ibadah haji baru disyariatkan atau diwajibkan pada tahun ke-6 Hijriah, atau kurang lebih enam tahun sejak nabi Muhammad Saw. Hijrah dari Makkah ke Madinah.

Nabi Muhammad Saw. baru melaksanakan ibadah haji pada tahun ke-9 Hijriah, atau sekitar 3 bulan sebelum wafatnya. Masa Rasulullah inilah, pelaksanaan ibadah haji dilakukan secara lengkap dengan syarat, rukun dan wajib haji, seperti tawaf, sa’i, wukuf, melontar jumrah, tahallul, dan ihram. Wallahu a’lam bisshawaab.

BINCANG SYARIAH