Batik: Islamisasi Nusantara dan Pemeliharaan Kearifan Lokal

Pada zaman yang semakin terglobalisasi ini, budaya lokal sering kali tersisihkan oleh pengaruh budaya asing. Namun, sebagai umat Muslim, kita memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan memelihara nilai-nilai Islami dan budaya lokal yang khas. Salah satu contohnya adalah seni batik, yang merupakan salah satu warisan budaya tak benda yang diakui oleh UNESCO pada tanggal 2 Oktober 2009.

Dalam Surah al-Hujurat :13, Allah menyatakan, “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu.” Ayat ini menekankan pentingnya menghargai perbedaan budaya dan menjadikannya sebagai sumber kekayaan dan keberagaman.

Dalam Islam, budaya lokal yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam dapat diadopsi dan diperkaya oleh nilai-nilai agama. Dilihat dari sejarahnya, batik di Indonesia memiliki hubungan erat dengan penyebaran ajaran Islam di Jawa.

Kawasan pusat perbatikan di Jawa, seperti Yogyakarta dan Solo, adalah daerah dengan banyak santri yang belajar di pesantren sekaligus menjadi pusat ekonomi kota tersebut. Para santri ini dibekali dengan keterampilan dalam membatik, dan hasil karyanya disebarluaskan ke masyarakat luas.

Pengusaha batik di pesisir utara pulau Jawa kebanyakan adalah santri. Mereka mengenal perkembangan teknologi cetak kain dari India dengan media yang terbuat dari kayu. Para pengusaha ini kemudian menjalin hubungan dengan bangsa-bangsa Muslim lainnya untuk mengembangkan tekstil seperti bangsa Persia dan Turki. Hal ini terlihat pada penggunaan ragam hias kaligrafi Arab yang berupa ayat Al-Qur’an atau kalimat thayyibah lainnya.

Batik berkaligrafi Arab sering digunakan untuk berbagai keperluan, seperti ikat kepala, selendang, hiasan dinding, dan lain-lain. Kain yang dijadikan ikat kepala seringkali dihiasi dengan kalimat tauhid dan banyak dipasarkan di Aceh. Batik dengan motif kaligrafi ini merupakan cara seniman mengungkapkan nilai-nilai dan keyakinan Islam dalam karya seni mereka.

Hingga saat ini, batik tetap menjadi salah satu kebanggaan Indonesia, bahkan dikenal di luar negeri. Batik digunakan sebagai pakaian, hiasan dinding, taplak meja, bantal kursi, dan berbagai keperluan lainnya.

Hubungan antara batik dan penyebaran agama Islam adalah contoh yang mencerminkan bagaimana seni dan budaya dapat menjadi sarana untuk mengungkapkan nilai-nilai agama dalam masyarakat. Ini adalah cara untuk menghormati dan mengenang ajaran Islam dalam seni.

Seni batik yang menggambarkan unsur-unsur Islam dapat membantu dalam pemeliharaan budaya Islami di masyarakat. Ini memungkinkan generasi muda untuk tetap terhubung dengan warisan budaya dan keagamaan mereka.

Proses pembuatan batik memerlukan ketelitian dan etika yang kuat, sejalan dengan ajaran Islam yang mendorong perilaku baik dan etika yang tinggi dalam semua aspek kehidupan. Kedua hal ini mencerminkan pentingnya nilai-nilai agama dalam seni batik.

Seni batik adalah bentuk seni yang memiliki kedalaman makna dalam konteks budaya Islam. Ini adalah cara untuk mengungkapkan nilai-nilai agama, tradisi, dan identitas dalam sebuah karya seni yang indah dan bermakna. Seni batik mencerminkan bagaimana seni dan budaya dapat menjadi sarana untuk memperkuat dan mempertahankan nilai-nilai keagamaan dalam masyarakat.

Dalam masa yang semakin terhubung secara global ini, upaya kita untuk memelihara budaya lokal dan nilai-nilai agama adalah salah satu langkah penting dalam membangun masyarakat yang inklusif dan saling menghormati. Dengan menjaga keberagaman budaya kita, kita juga menjaga akar-akar kearifan yang membuat kita unik dan kaya.

ISLAMKAFFAH