Tidak Membayar Zakat

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

Dan kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukan Allah, (yaitu) orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan mereka kafir akan adanya (kehidupan) akhirat.” (QS. Fushshilat: 6-7)

Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman,

Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan (emas perak) itu dalam neraka jahanam…” (QS. At-Taubah: 34-350

Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Tidaklah seorang pemilik onta, tidak pula sapi, dan tidak pula kambing, yang tidak membayar zakatnya, melainkan pasti dia akan dicampakkan karenanya di Hari Kiamat di sebuah padang lapang yang datar luas, di mana hewan-hewan itu akan menyeruduknya dengan tanduk-tanduknya dan menginjak-injaknya dengan kakinya; setiap yang terakhir telah selesai, maka yang pertama kembali lagi (menyeruduk dan menginjaknya), sehingga usai diputuskannya pengadilan (Allah) di antara manusia, yaitu pada hari yang ukurannya adalah lima puluh ribu tahun, kemudian dia melihat jalannya, baik ke surga atau ke neraka.”

Dan tidaklah seorang pemilik harta simpanan yang tidak menunaikan zakatnya, melainkan pasti hartanya akan dijadikan untuknya serupa seekor ular botak…” (al-Hadis).

Abu Bakar radhiallahu ‘anhu telah memerangi orang-orang yang tidak mau membayar zakat, dan beliau berkata,

Demi Allah, kalau mereka mencegahku (memungut zakat) seekor anak domba betina (sekalipun) yang dulu mereka bayar kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam niscaya akan saya perangi mereka karena tidak mau membayarnya.”

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di Hari Kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Ali-Imran: 180)

Dan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang orang yang tidak mau membayar zakat, beliau bersabda,

Barangsiapa yang tidak mau membayarnya, maka kami akan mengambilnya dan setengah dari hartanya; sebagai suatu kewajiban yang ditegaskan dari kewajiban-kewajiban yang ditegaskan Rabb kita.” (Diriwaytkan oleh Abu Dawud, an-Nasa’i dari hadis Bahz bin Hakim, dari bapaknya, dari kakeknya.

Kemudian dari Yahya bin Abi Katsir (dia berkata), Amir al-Uqaili menceritakan kepadaku, bahwasanya bapak mengabarkannya bahwa beliau pernah mendengar Abu Hurairah berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Tiga orang yang paling pertama masuk neraka adalah: penguasa yang diktator (bengis), orang yang memiiki kekayaan harta tapi dia tidak menunaikan hak Allah dalam hartanya, dan orang fakir yang angkuh.”

Dari Syarik dan lainnya, dari Abu Ishaq, dari Abu al-Ahwash, dari Abdullah, beliau berkata,

“Kalian diperintahkan melaksanakan shalat dan membayar zakat, barangsiapa yang tidak membayar zakat, maka shalatnya tidak sah.”

Sumber: 76 Dosa Besar yang Dianggap Biasa, Al-Imam Al-Hafizh adz-Dzahabi, Tahqiq Muhyiddin Misti, Darul Haq Cetakan 3 2011/1432 H.

Artikel www.Yufidia.com

Bingung, Bayar Zakat Pakai Beras atau Uang?

SERING KALI pertanyaan itu ditujukan banyak orang kepada saya. Saya pribadi, selama ini selalu bayar dengan uang.

Mengapa? Ada banyak alasan saya.

Karena pendapat ini banyak disarankan oleh ulama-ulama kontemporer.

Karena uang lebih simpel dan gampang dalam proses pemberian dan penerimaan.

Karena uang lebih “maslahat” bagi fakir-miskin.

Karena sudah banyak yang keluarkan beras, sedangkan kebutuhan fakir-miskin tidak hanya beras.

Ini pendapat yang saya amalkan sejak dulu. Sudah bertahun-tahun. Tapi ternyata, setelah kembali membaca dan mendengarkan, mengkaji dan membahas, saya memutuskan sejak tahun kemarin (dan Insya Allah tahun ini juga) untuk membayar Zakat Fitri dengan beras.

Di sini saya sampaikan 10 alasan saja:

Pertama, seluruh nash hadis yang membicarakan tentang Zakat Fitri, ternyata tidak ada satu pun yang menyinggung kata nominal atau uang. Dalam konteks ibadah, berpegangan kepada nash adalah suatu hal yang sangat urgen, tanpa harus mempertanyakan kenapa begini kenapa begitu.

Kedua, pada zaman Rasul tentu saja sudah terdapat uang, orang miskin pada zaman itu juga banyak yang memiliki beragam kebutuhan dan bukan hanya makanan pokok saja. Akan tetapi para Sahabat tetap saja mengeluarkan makanan pokok dan bukan uang, jadi amalan penduduk Madinah ini merupakan dalil kedua setelah teks Hadis yang ada.

Ketiga, kata “fitrah” itu sendiri sebagian ada yang memaknainya dengan “penciptaan/makhluk” (oleh karena itu zakat fithri wajib bagi setiap individu), dan ada juga yg memaknainya “makan setelah puasa” (dengan demikian diwajibkan membayar makanan pokok). Selain itu, dalam sebuah Hadits telah disebutkan dengan jelas bahwa zakat fithri ini diwajibkan sebagai Pembersih dan Penyuci (Thuhrah) bagi orang yang berpuasa, serta Sebagai makanan (Thumah) bagi orang-orang miskin. Inilah esensi dari zakat fithri itu, yaitu makanan pokok.

Keempat, Zakat itu banyak jenisnya; ada zakat harta, binatang ternak, hasil tanaman, fithri, dan sebagainya. Dalam zakat harta, orang mengeluarkan uang. Dalam zakat binatang ternak, mengeluarkan binatang ternak, tidak boleh diganti, ditukar, dibolak-balik. Hal tersebut karena setiap zakat sudah memiliki karakteristik masing-masing. Demikian juga zakat fitrah, karakteristiknya adalah Makanan Pokok.

Kelima, saat membolehkan membayar zakat fitri dengan beras, sejatinya seorang faqih telah menggunakan qiyas yang menyamakan antara beras (yang tidak terdapat dalam Sunnah) dengan korma/gandum (yanhg terdapat dalam sunnah) dengan adanya persamaan illah (kausa hukum) antara keduanya, yaitu sama-sama makanan pokok. Sedangkan uang, illah-nya adalah tsamaniyah (currency) dan bukan thum (makanan pokok) jadi beda jenis.

Keenam, saat mengeluarkan beras, maka timbangannya adalah 1 Sha (sekitar 2,5 kg), Tapi saat mengeluarkan uang, mengapa dikonversi dulu ke harga beras? Sedangkan beras itu sendiri adalah perkara baru yang untuk mendapatkan hukumnya saja ia harus diqiyaskan dulu kepada korma/gandum. Dan jika konversi nominal yang mengacu kepada harga beras ini merupakan qiyas juga, maka ini adalah “qiyas bertikung” yang tidak memenuhi syarat sah qiyas.

Ketujuh, jika kita perhatikan bersama, sesungguhnya Syariat Islam itu sebuah sistem matang yang tertata rapi dan selalu memperhatikan keseimbangan.

Dalam masalah zakat, kita dapatkan berbagai macam jenis zakat berkaitan antara satu dengan yang lainnya, jika saja setiap Muslim patuh dan konsisten akan ketentuan ini, maka akan lahir keselarasan dalam tata sistem Syariat. Jadi, orang miskin akan mendapatkan makanan pokok dari zakat fithri, mendapat uang dari zakat maal, mendapat baju baru dari kafarat yamin, mendapat THR dari sedekah, dan seterusnya.

Kedelapan, argumen yang sering digunakan untuk membolehkan membayar zakat fithri dengan uang adalah; karena lebih Maslahat bagi mustahiq. Akan tetapi, apa itu maslahat? Ini pembahasan panjang, tapi intinya; “Setiap terdapat aturan Syariat, di situ pasti terdapat Maslahat. Dan belum tentu setiap hal yang Kita Anggap itu Maslahat, dapat semena-mena kita jadikan sebagai Syariat”. Hati-hati, poin ini sangat penting sekali!

Kesembilan, membayar zakat fitri dengan beras akan mempersempit kemungkinan penyelewengan barang zakat tersebut. Berbeda halnya dengan uang, orang akan mudah mengalihkannya kepada hal lain yang kurang substansial, seperti dibuat beli rokok atau beli tiket konser dangdut misalkan.

Kesepuluh, Jumhur ulama Malikiyyah, Syafiiyyah, Hanabilah dan mayoritas Fuqaha telah berpendapat bahwa Zakat Fitrah itu dikeluarkan dengan makanan pokok dan tidak bisa diganti dengan uang. Jadi, selama mayoritas telah berkata, berarti pendapat ini lebih kuat secara Demokratis. Wallahu Alam Bis-Shawab.[Yusuf Al Amien/fimadina] –

See more at: http://ramadhan.inilah.com/read/detail/2385807/bingung-bayar-zakat-pakai-beras-atau-uang#sthash.f0aC37J6.dpuf