Benarkah Hukum Bekerja di OJK Berdosa?

Kini perdebatan mengenai hukum bekerja di OJK atau bank kembali menyeruak, tentunya hal ini merupakan topik yang selalu diulang-ulang padahal sudah jelas ada perbedaan pendapat dalam masalah ini. Lantas bagaimana hukum bekerja di OJK? Atau benarkah hukum bekerja di OJK berdosa? 

Mereka yang berpandangan bahwasanya bunga-bunga adalah riba, terus mempromosikan pandangannya sehingga menjadikan beberapa pihak terganggu karena mereka bekerja di institusi tersebut. Lalu bagaimana hukum bekerja di OJK atau bank, apakah telah berdosa karena dianggap di sana ada riba dan juga tidak halal gajinya? 

Hukum Bekerja di OJK

Ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama internasional dan ulama lokal, terkait hukum atau status bunga bank. Tentunya ini Harusnya menjadi momen untuk saling menghormati pandangan satu sama lain, bukan malah menghantam orang-orang yang tidak sesuai dengan pendapatnya. 

Maka jika kita mengikuti pendapat ulama yang menstatuskan bunga bank adalah riba tentunya haram bagi kita untuk bekerja di sana karena ini dianggap sebagai maksiat, hanya saja dalam pandangan mazhab Hanafi itu tetap boleh dan halal gajinya.

 Dijelaskan oleh Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah ;

الإِْجَارَةُ عَلَى الْمَنَافِعِ الْمُحَرَّمَةِ كَالزِّنَى وَالنَّوْحِ وَالْغِنَاءِ وَالْمَلاَهِي مُحَرَّمَةٌ وَعَقْدُهَا بَاطِلٌ لاَ يُسْتَحَقُّ بِهِ أُجْرَةٌ. وَلاَ يَجُوزُ اسْتِئْجَارُ كَاتِبٍ لِيَكْتُبَ لَهُ غِنَاءً وَنَوْحًا؛ لأَِنَّهُ انْتِفَاعٌ بِمُحَرَّمٍ. وَقَال أَبُو حَنِيفَةَ: يَجُوزُ. وَلاَ يَجُوزُ الاِسْتِئْجَارُ عَلَى حَمْل الْخَمْرِ لِمَنْ يَشْرَبُهَا، وَلاَ عَلَى حَمْل الْخِنْزِيرِ. وَبِهَذَا قَال أَبُو يُوسُفَ وَمُحَمَّدٌ وَالشَّافِعِيُّ. وَقَال أَبُو حَنِيفَةَ: يَجُوزُ، لأَِنَّ الْعَمَل لاَ يَتَعَيَّنُ عَلَيْهِ، بِدَلِيل أَنَّهُ لَوْ حَمَل مِثْلَهُ جَازَ

“Melakukan akad Ijarah yang berkaitan dengan kemanfaatan yang diharamkan sepertinya zina, niahah (meraung-raung menangisi kepergian mayat)  menyanyi dan alat-alat musik yang diharamkan, ini status akadnya batal dan tidak berhak mendapatkan gaji. Maka tidak sah untuk menyewakan seorang penulis untuk menulis sebuah lirik lagu (bagi ulama’ yang memandangnya haram) dan Najihah,  karena yang demikian itu mengambil manfaat dari sesuatu yang diharamkan.

Hanya saja Menurut Abu Hanifah itu diperbolehkan, sedangkan Abu Yusuf, Muhammad Bin Hasan asy-syaibani dan Imam Syafi’i berpandangan bahwasanya tidak sah akad ijarah untuk membawakan minuman keras kepada orang yang hendak minumnya atau membawakan babi. 

Yang demikian ini ditentang oleh Abu Hanifah karena dalam pandangan beliau itu pekerjaan tidak tertentu kepadanya dalam artian ketika ada seseorang yang membawakan selain itu tetap diperbolehkan”. (Mausu’ah al-fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Juz 1 Halaman 290) 

Hanya saja perlu diketahui bahwasanya ada beberapa ulama yang tidak menstatuskan bunga bank itu sebagai riba diantaranya adalah Syekh Ali Jumah, Sayyid Tantawi, Grand Syekh Ahmad Toyib, Syekh Mahmud Syaltut dan beberapa Akademisi al-azhar lainnya yang tercantum dalam link ini. 

Bahkan di dalam fatwa Majma’ al-Buhus al-Islamiyyah disebutkan:  

 إِنَّ اسْتِثْمَارَ الْأَمْوَالِ لَدَى الْبُنُوْكِ الَّتِيْ تُحَدِّدُ الرِّبْحَ أَوِ العَائِدَ مُقَدَّمًا حَلَالٌ شَرْعًا وَلَا بَأْسَ بِهِ

“Sesungguhnya menginvestasikan harta di bank-bank yang menentukan keuntungan atau bunga di depan hukumnya halal menurut syariat, dan tidak apa-apa.” (Ali Ahmad Mar’i, Buhus fi Fiqhil Mu’amalat, Kairo: Al-Azhar Press, halaman 134-158) 

Dengan demikian bisa diketahui bahwasanya tidak perlu untuk saling menyalahkan orang lain yang bekerja di institusi yang ia anggap sebagai ladangnya riba, karena ternyata ada beberapa ulama yang melegitimasi untuk bekerja di dalamnya. 

Demikian adalah silang pendapat dalam tataran internasional, yang mana Yusuf Al-Qardhawi sangat menentang legitimasi mereka. Adapun dalam spektrum lokal sendiri juga terjadi perbedaan pendapat. Sebutlah semisal fatwa MUI tahun 2001  yang mengatakan bahwasanya bunga adalah riba, sedangkan putusan ulama NU itu mengatakan bahwasanya bunga bank ini ada tiga hukumnya. 

Pada Munas ‘Alim Ulama NU di Bandar Lampung tahun 1992, tercetuskan tiga pendapat tentang hukum bunga bank: Pertama, pendapat yang mempersamakan antara bunga bank dengan riba secara mutlak, sehingga hukumnya adalah haram.

Kedua, pendapat yang tidak mempersamakan bunga bank dengan riba, sehingga hukumnya adalah boleh. Ketiga, pendapat yang mengatakan bunga bank hukumya syubhat. (Ahkam al-Fuqaha’, Munas Tahun 1992) 

Dengan demikian bisa diketahui bahwasanya ada ruang diskusi dalam masalah ini, maka saling menghormati dan tenggang rasa adalah kunci untuk menghindari ketegangan yang sangat tidak elok untuk dipertontonkan. 

Perbedaan pendapat adalah hal yang biasa maka saling menyalahkan tentunya adalah hal yang luar biasa, silakan bagi mereka untuk mengikuti pendapat yang sesuai dengan nuraninya. 

Hanya saja tetap harus diketahui bahwasanya ulama sepakat atas keharaman riba, namun tidak semua ulama sepakat bahwasanya bunga bank itu adalah riba. Maka Sudahi untuk menjustifikasi orang lain, karena bola Jadi mereka ini mengikuti pendapat ulama yang memperbolehkannya. Wallahu a’lamalam bi al-shawab.

BINCANG SYARIAH