Benarkah Orang Finlandia lebih Bahagia dari Orang Indonesia?

Menurut World Hapiness Report, warga Finlandia tercatat sebagai negara dengan penduduk paling bahagia dibanding Indonesia, menurut Al-Quran, negara bahagia ketika penduduknya beriman dan bertaqwa pada Allah

LAMAN www.detik.com (3/8/2022), memuat satu berita berjudul: “Daftar 10 Negara Paling Bahagia di Dunia 2022, Indonesia Nomor Berapa?” Disebutkan, bahwa menurut publikasi Jaringan Solusi Pembangunan Berkelanjutan PBB, World Happiness Report mengeluarkan data negara paling bahagia di dunia tahun 2022.

Data ini mengacu pada survei global dari orang-orang di sekitar 150 negara. Salah satu tujuannya adalah untuk menyoroti secercah harapan di masa-masa pandemi yang melanda dunia dalam beberapa tahun. Menurut data ini, ada 10 negara yang dikategorikan sebagai negara paling bahagia, yaitu: (1) Finlandia, (2) Denmark, (3) Swiss (4) Islandia (5) Belanda, (6) Norwegia,  (7)  Swedia (8) Luxembourg (9) Selandia Baru, (10) Austria.  Indonesia berada pada nomor 80.

Dari tahun ketahun, posisi Indonesia tidak banyak berubah. Tahun 2020, Indonesia berada diurutan ke-84 dari 106 negara yang disurvei.

Tahun 2019, dari 156 negara paling bahagia, Indonesia menempati ranking ke-92; hanya satu poin di atas negara China. Beberapa contoh negara berikut ini mengungguli Indonesia: Finlandia (1), Israel (13), Inggris (15), USA (19), UEA (21), Saudi Arabia (28), Brazil (32), Singapura (34), Thailand (52), Jepang (58), Pakistan (67), Filipina (68), Libya (72), Turki (79), Malaysia (80), Nigeria (85), Aljazair (88). (https://worldhappiness.report/ed/2019/)

Beberapa kriteria yang diukur, yaitu:  pendapatan per kapita, kesehatan masyarakat, dukungan sosial, kebebasan memilih, kedermawanan, tingkat korupsi, dan sebagainya. Bagaimana sepatutnya, kaum muslim dan bangsa Indonesia, menyikapi Laporan Kebahagiaan Global versi PBB itu?

Jawabnya: itu tergantung pada kriteria yang digunakan. Mungkin lebih tepat jika dikatakan, orang Finlandia rata-rata lebih nyaman hidupnya daripada rata-rata orang Indonesia. Jadi, bukan bahagia dalam arti yang kebahagiaan jiwa yang hakiki.

Pakar pemikiran Islam, Prof. Wan Mohd Nor Wan Daud pernah menulis makalah berjudul “Budaya Ilmu dan Gagasan 1Malaysia dalam Konteks Pembinaan Negara Maju”.  Prof. Wan Mohd Nor menegaskan:                “Dalam pandangan alam kita, kesejahteraan dan kebahagiaan  (sa’adah) adalah aspek penting dalam kemajuan individu dan masyarakat. Itulah kebaikan sebenar yang dicita-citakan di dunia dan di akhirat. Negara yang maju ialah negara yang mensejahterakan dan membahagiakan  rakyatnya – yang mencapai maqasid al-syariah. Itulah negara (baldah thayyibah) yang diredhai Allah SWT.”

Secara umum, orang Indonesia jauh lebih religius dibandingkan dengan orang Finlandia. Sebuah survei yang dilakukan oleh Pew Research Center menunjukkan, bahwa Indonesia termasuk diantara negara yang paling religius di dunia. “Indonesians are among the most religious people in the world, a recently released survey from the Pew Research Center says. Nearly all Indonesian respondents (96 percent) surveyed stated that belief in God was necessary to be moral and have good values, revealed the Pew Research Center’s “The Global God Divide” report, published on July 20.” (https://www.thejakartapost.com/news/2020/07/30/indonesia-ranks-among-most-religious-countries-in-pew-study.html).

Sementara itu, kondisi keberagamaan di Finlandia sangat jauh dari ideal. Hasil penelitian pendeta Ir. Herlianto di Eropa menunjukkan, bahwa kondisi agama dan gereja di Eropa sudah sangat menyedihkan.

Di Prancis, yang 95 persen penduduknya tercatat beragama Katolik, hanya 13 persennya saja yang menghadiri kebaktian di gereja seminggu sekali. Pada 1987, di Jerman, menurut laporan Institute for Public Opinian Research, 46 persen penduduknya mengatakan, bahwa “agama sudah tidak diperlukan lagi.”

Di Finlandia, yang 97 persen Kristen, hanya 3 persen saja yang pergi ke gereja tiap minggu. Di Norwegia, yang 90 persen Kristen, hanya setengahnya saja yang percaya pada dasar-dasar kepercayaan Kristen. Juga, hanya sekitar 3 persen saja yang rutin ke gereja tiap minggu. (Lihat: Herlianto, Gereja Modern Mau Kemana, Bandung: Saint Joseph’s University, 1995).

Sementara itu, jumlah penduduk Finlandia yang atheis atau agnostik terus meningkat. Sebuah survei menyebutkan, bahwa jumlah penduduk yang menyatakan tidak beragama di Finlandia mencapai 22 persen. Jumlah ini telah meningkat 100 persen dalam 20 tahun terakhir.

“The number of people with no religious affiliation is approximately 22% of the population. This number has increased 100% over the last 20 years although, secularist ideology has existed in the country since the 1800’s. Increases in people identifying as non-religious are linked to increases in urban living, higher educational levels, and younger generations.”  (Religion In Finland Today).

Meskipun kondisi keberagamaan penduduk Indonesia rata-rata lebih religius ketimbang orang Finlandia, akan tetapi kita harus bersikap adil. Berbagai kekurangan dalam soal nilai-nilai akhlak perlu diakui.

Manusia Indonesia perlu mengaktualisasikan pemahaman agama dalam bentuk internalisasi nilai-nilai akhlak mulia, seperti jujur, kedisiplinan waktu, kerja keras, cinta kebersihan, dan sebagainya.

Jadi, keberagamaan jangan hanya berhenti dalam bentuk-bentuk ritual formal (ibadah mahdhah). Shalat yang baik adalah yang mampu mencegah seorang mukmin untuk melakuan hal-hal yang keji dan munkar. Artinya, orang muslim harus bersedia untuk mengakui kelemahan-kelemahannya, dan tidak bersikap a-priori menolak hal-hal yang baik pada masyarakat Finlandia dan masyarakat lainnya.

Akan tetapi, dalam Islam, kebahagiaan terkait dengan sikap jiwa seorang muslim yang kokoh imannya dan hidup sesuai dengan keyakinannya. Negara bahagia adalah negara yang penduduknya beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. (QS al-A’raf: 96). Tentu disini termasuk aspek kebersihan, tingkat korupsi, kedisiplinan, kejujuran, dan sebagainya. Artinya, jika iman benar-benar ditanamkan, maka pasti akan terwujud masyarakat bahagia.

Bahkan dalam al-Quran Surat Ibrahim (14) ayat 24-26, disebutkan: “Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah membuat kalimat yang baik adalah seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit. (Pohon) itu menghasilkan buahnya pada setiap waktu dengan seizing Tuhannya. Dan Allah membuat perumpamaan itu untuk manusia agar mereka ingat (mengambil pelajaran). Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk seperti pohon yang buruk yang telah dicabut akar-akarnya dari permukaan bumi, tidak dapat (tegak) sedikit pun.”

Sebagai negeri Muslim terbesar, semoga Indonesia bisa menjadi teladan dunia dalam mewujudkan negara yang bahagia, adil dan makmur, dalam naungan ridha Allah SWT. Aamiin. (Depok, 20 September 2022).*

Oleh: Dr. Adian Husaini

Penulis pendiri Pesantren At-Taqwa (ATCO), Depo, Jabar. Arsip lain Catatan Akhir Pekan (CAP) Dr Adian Husaini bisa diklik di SINI

HIDAYATULLAH