Benarkah Sumber Hukum dalam Islam Hanya Al-Qur’an dan Hadis?

Hukum Islam atau fikih Islam merupakan pedoman hidup bagi umat Muslim yang mengatur berbagai aspek kehidupan. Dalam menentukan hukum Islam, terdapat sumber-sumber yang menjadi rujukan utama, di antaranya Al-Qur’an dan Hadits. Lantas benarkah sumber hukum dalam Islam hanya Al-Qur’an dan Hadis?

Namun, terkadang banyak anggapan yang beredar di tengah umat Islam bahwa sumber hukum Islam hanyalah terbatas pada Al Qur’an dan Hadist. Sehingga banyak dari mereka yang enggan menerima hukum Islam yang tidak ada penjelasan dari Al Qur’an dan Hadist. Lantas benarkah sumber hukum islam hanyalah terbatas pada Al Qur’an dan Hadist?

Dalam literatur Islam sebenarnya telah dijelaskan secara gamblang. Bahwa sumber hukum Islam (al adillah as sayr’iyyah) tidak hanya terbatas Al Qur’an dan Hadist. Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam kitabnya Ushul Fiqih Al Islamy halaman 417 mengutip sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Mua’adz Bin Jabal. Ketika sahabat Muadz Ra. hendak berangkat ke kota Yaman sebagai delegasi Rasulullah Saw. Sahabat Muadz di tanya oleh Rasulullah Saw;

 “ Hai Muadz, jika umat bertanya kepadamu tentang suatau masalah, dalil apa yang engkau gunakan?” Muadz pun menjawab ”Dengan Al Qur’an”. Lantas Rasulullah Saw bertanya lagi “Bagaimana jika ternyata tidak ada dalam Al Qur’an?” Muadz pun menjawab “Dengan sunnahmu”. 

Rasulullah saw bertanya lagi “Jika tak ada dalam Al Qur’an dan sunnahku?” Muadz menjawab “Dengan ijtihad ku” Rasulullah Saw pun tersenyum mendengar jawaban Muadz dan beliau memuji jawaban  ini. Penjelasan lengkapnya sebagai berikut:

والدليل حديث معاذ بن جبل رضي الله عنه ، الذي بعثه رسول الله ﷺ قاضياً بالإسلام إلى اليمن : فقال له الرسول : كيف تقضي يا معاذ إذا عرض لك قضاء ؟ قال : أقضي بكتاب الله : قال : فإن لم تجد في كتاب الله ؟ قال : فبسنة رسول الله قال : فإن لم تجد في سنة رسول الله ؟ قال : أجتهد برأيي ولا الو – أي لا أقصر في الاجتهاد – فضرب رسول الله ﷺ على صدره وقال : والحمد لله الذي وفق رسول رسول الله لما يرضي الله ورسوله.

Artinya:” Dalilnya adalah hadits Muadz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu yang diutus oleh Rasulullah SAW, semoga Tuhan memberkatinya dan memberinya kedamaian, sebagai hakim Islam di Yaman. Rasulullah berkata kepadanya “Bagaimana kamu memutuskan wahai Muadz jika kamu dihadapkan suatu persoalan? Beliau menjawab “Saya akan memutuskan berdasarkan Kitab Allah,

Rasulullah Saw kembali bertanya “Jika kamu tidak menemukannya di dalam Kitab Allah?” Muadz menjawab “dengan Sunnah Rasulullah” Rasulullah Saw bertanya lagi “Jika kamu tidak menemukannya dalam Sunnah Rasulullah? Muadz menjawab “Saya berusaha menurut pendapat saya, tetapi saya tidak akan mencukupkan dengan pendapatku” maka Rasulullah Saw memukul dada Muadz dan bersabda “Segala Puji hanya kepada Allah yang telah memberi petunjuk kepada Rasulullah kepada apa yang diridhai Allah dan Rasul Nya.”

Syaikh Wahbah Az Zuhaili juga menjelaskan bahwa dulu sahabat Abu Bakar ketika mencari petunjuk di dalam Al Qur’an dan Hadis, namun tak menemukannya. Beliau lalu mengajak para sahabat lainnya untuk bermusyawarah dan meminta pendapat mereka dan lantas memutuskan suatu masalah dengan berdasarkan pendapat para sahabat.

Metode ini juga dilakukan oleh Khalifah Umar Bin Khattab dan para sahabat lainnya. Penjelasan lengkapnya sebagai berikut:

وكان أبو بكر الصديق رضي الله عنه ، إذا ورد عليه الخصوم نظر في كتاب الله ، فإن وجد فيه ما يقضي به قضى به ، وإن لم يكن في الكتاب وعلم عن رسول الله في ذلك الأمر سنة قضى بها ، فإن أعباء أن يجد في سنة رسول الله جمع رؤوس الناس وخيارهم فاستشارهم ، فإن أجمع رأيهم على أمر قضى به ، وكذلك كان يفعل عمر ، وبقية الصحابة وأقرهم على هذه الخطة المسلمون.

Artinya:” Abu Bakar Al-Siddiq radhiyallahu ‘anhu ketika ia dihadapkan suatu persoalan kepadanya, maka belia mencari di dalam Al Qur’an, dan jika dia menemukan di dalamnya apa yang dia putuskan, dia memutuskan berdasarkan Al Qur’an, dan jika tidak ada di dalamnya. Sementara beliau mengetahui persoalan tersebut ada pada Sunnah Rasulullah, maka beliau memutuskan dengan sunnah Rasulullah Saw.

 Jika ternyata tidak ditemukan pada sunnah Rasulullah Saw. beliau mengumpulkan pemimpin manusia dan orang orang pilihannya, berkonsultasi dengan mereka, dan jika pendapat mereka sepakat mengenai suatu masalah, beliau memutuskannya. Inilah yang dilakukan Umar dan para Sahabat lainnya, dan kaum Muslimin menyetujui rencana ini.”

Setelah memaparkan hadits dan metode yang dilakukan para sahabat, Syaikh Wahbah Az Zuhaili menyimpulkan bahwa sumber hukum Islam dibagi menjadi dua yakni secara naqli dan secara aqli. Contoh dalil aqli yang sah digunakan adalah memutuskan suatu persoalan dengan metode qiyas (analogi) pertimbangan kemaslahatan dan lainnya. 

Dalail aqli ini sangatlah penting, karena dalil naqli seperti Al Qur’an dan Hadist tidak bisa dipahami kecuali melalui pertimbangan akal, perenungan dan pandangan yang sahih. Penjelasan lengkapnya sebagai berikut:

والأدلة أيضاً إما نقلية أو عقلية ، فالأدلة النقلية ، هي الكتاب والسنة والإجماع والعرف ، وشرع من قبلنا ، ومذهب الصحابي . والعقلية هي القياس والمصالح المرسلة والاستحسان والاستصحاب والذرائع ، وكل نوع منها مفتقر إلى الآخر، فإن الاجتهاد لا يقبل بدون ارتكاز على أساس الأدلة العقلية، والأدلة النقلية لا بد فيها من التعقل والتدبر والنظر الصحيح

Artinya:”Dalilnya ada yang bersifat naqliyah dan aqliyah (rasional), dalil naqliyah adalah Al-Qur’an, Sunnah, ijma, adat istiadat, hukum orang orang sebelum kita, dan doktrin para sahabat. dalil aqliyyah adalah analogi, maslahah mursalah, istihsan, istishab, dan dzarai’, dan masing-masing membutuhkan satu sama lain. Ijtihad tidak diterima tanpa mengandalkan dasar dalil rasional, dan dalil naqli memerlukan pertimbangan akal, perenungan dan pandangan yang sahih.”

Dengan demikian, sangat keliru anggapan bahwa sumber hukum Islam hanya terbatas Al Qur’an dan Hadist. Padahal para sahabat utama seperti abu bakar dan umar tidak hanya menggunakan sumber hukum melalui al qur’an dan hadist. Mereka juga berdiskusi dan bertukar pikiran. Dan disinilah peranan ijtihad.

Demikian penjelasan benarkah sumber hukum dalam islam hanya terbatas Al-Qur’an dan Hadist? Semoga bermanfaat Wallahu a’lam bissawab.

BINCANG SYARIAH