Berilah Kelonggaran Orang Miskin yang Berutang (2)

DIRIWAYATKAN oleh Imam Ahmad -dengan sanadnya- bahwa Abu Qatadah suatu ketika mempunyai piutang kepada seorang lelaki. Dia mendatanginya dan menanyakan piutangnya. Yang berutang pun bersembunyi. Namun, suatu hari ia datang lagi. Kali ini seorang anak kecil keluar dari rumah dan segera ditanyainya. Jawab anak itu, “Ya, dia ada di dalam rumah.”

Dia memanggilnya, “Wahai Fulan, keluarlah, aku mendapat informasi bahwa engkau ada di dalam rumah ini!” Yang punya utang itu segera keluar dari rumah. Dia menanyainya, “Kenapa engkau tak menemuiku?” Sahutnya, “Aku sungguh sedang dalam kesulitan. Aku tak punya suatu apa pun.”

“Benarkah engkau dalam kesulitan?”

“Ya,” jawab lelaki itu.

Tiba-tiba Abu Qatadah menangis, lalu mengatakan, “Aku pernah mendengar bahwa, Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallampernah bersabda,

“Barangsiapa yang meringankan utang pada orang gharim (orang yang terlilit utang), atau membebaskannya, maka pada hari kiamat nanti, akan mendapat perlindungan singgasana (‘arsy).” (Diriwayatkan oleh Muslim dalam Sahih-nya).

Sesungguhnya ramah dan penuh kasih sayang, merupakan tanda pribadi Muslim yang baik. Dia melihat kepada saudara-saudaranya sesama Muslim dengan pandangan yang penuh persahabatan dan kasih sayang. Selain itu, ia pun berinteraksi dengan mereka dengan lemah lembut.

Kasih sayang adalah esensi agama yang mulia ini. Dengan kasih sayang itu pula Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam diutus oleh Allah untuk menyebarkannya, seperti diterangkan-Nya,

“Kami tidak mengutusmu kecuali sebagai rahmat bagi sekalian alam.”

Rasulullah pun telah mendorong kepada umatnya untuk bersikap lembut, penuh kelonggaran terhadap orang-orang yang sedang dalam kesulitan. Bersumber dari sahabat Abu Hurairah ra., Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam telah bersabda:

“Ada seorang pedagang yang banyak mengutangi umat manusia. Apabila ia melihat orang yang berutang dalam kesulitan, ia pun berkata kepada karyawannya, ‘Bebaskan (utang) itu atas dia, semoga Allah membebaskan bagi kita (dari siksa).”

Dari penjelasan di atas jelas sekali bahwa Rasulullah memiliki perhatian besar terhadap penjagaan harta, serta hak-hak kepemilikannya. Sementara itu, orang kaya yang tak memberikan keringanan kepada orang miskin, merupakan bentuk kezhaliman.

Islam telah menyerukan kepada orang kaya untuk bersikap pemurah dan memberi kelonggaran kepada orang miskin yang terbelit kesulitan.

 

HDAYATULLAH

Berilah Kelonggaran Orang Miskin yang Berutang (1)

DIKATAKAN oleh Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam telah bersabda,

“Menunda-nunda (membayar utang) harta kekayaan adalah zalim. Jika salah seorang dari kalian telah memiliki kecukupan maka hendaklah dia mengikutinya (segera membayar utang).” (HR. Mutafaqun ‘alaih).

Hadist ini menunjukkan bahwa menunda utang yang berupa harta kekayaan tanpa alasan yang jelas, jika pemilik kekayaan mampu untuk melakukan pembayaran, maka hal itu adalah sebuah kezaliman. Seandainya pemilik kekayaan itu orang kaya, maka ia wajib untuk melaksanakan perintah agamanya.

Sesungguhnya seseorang yang mampu melakukan perintah agama dan selalu menunda-nundanya, dan tidak sedang mengalami kesulitan, merupakan kezaliman yang dilakukan pemilik kekayaan. Penundaan pembayaran mempunyai dampak yang sangat buruk dalam perputaran keuangan di antara umat manusia. Sebab yang berhak menerima, tentu sangat membutuhkannya.

Dengan adanya penundaan pembayaran, atau ia tidak hendak membayarkannya, atau memberikan kepada orang lain yang juga membutuhkan, itu merupakan kezaliman baginya.

Jika penundaan pembayaran sebentuk kezaliman dari pemilik harta, maka kezalimannya benar-benar nyata manakala yang berhak menerima seorang miskin, sangat membutuhkan; sementara ia teramat kaya, dan kuasa untuk membayarnya.

Pemahaman sebaliknya, bagi seseorang yang tidak mampu, maka tidak termasuk kezaliman. Para ulama mengatakan bahwa seseorang yang tidak kuasa membayar, karena penghasilannya tidak cukup misalnya, maka ia tidak termasuk berbuat zalim.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala menegaskan,

Dan jika (orang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia lapang, dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu lebih baik bagi kalian, jika kalian mengetahui.” (QS. al-Baqarah: 280).

Dengan ayat ini, Allah memberikan arahan dan menyerukan kepada para pemilik modal untuk bersabar terhadap orang yang sedang dalam kesulitan, sampai ia mampu dan kuasa untuk mengangsur kredit.

Dan jika (orang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia lapang.

Ajaran agama ini sangat berbeda dengan cara-cara orang jahiliah, di mana salah seorang di antara mereka menyatakan, jika yang berutang belum bisa mengembalikan, ia akan memberikan pelajaran atau hukuman. Sebaliknya, Allah Subhanahu Wa Ta’alamemerintahkannya untuk menghentikan pengejaran utang itu, bahkan pinjaman uang itu agar disedekahkan semuanya, agar dijadikan modal orang yang berutang. Dan itulah kebajikan, serta rahmat bagi orang-orang miskin. Allah telah menjanjikan bagi orang-orang yang melakukan hal itu dengan pahala yang melimpah.

Dan jika kalian menyedekahkan (sebagian atau semua piutang) itu lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui.

Demikian Allah menerangkan.

 

HIDAYATULLAH