Mudahkanlah Orang yang Berutang Padamu

Apakah ada orang yang berutang kepadamu? Berilah kemudahan untuknya.

Semoga Allah merahmati seseorang yang bersikap mudah ketika menjual, ketika membeli dan ketika menagih haknya (utangnya).” (HR. Bukhari no. 2076)

Risalah ini kami tujukan kepada orang yang memiliki piutang pada orang lain. Ada sebagian saudara kita yang berutang pada kita mungkin sangat mudah sekali untuk melunasinya. Namun sebagian lain adalah orang-orang yang mungkin kesulitan. Sudah ditagih berkali-kali, mungkin belum juga dilunasi. Bagaimanakah kita menghadapi orang-orang semacam itu? Inilah yang akan kami jelaskan pada posting kali ini. Semoga bermanfaat.

Keutamaan Orang yang Memberi Utang

Dalam shohih Muslim pada Bab ‘Keutamaan berkumpul untuk membaca Al Qur’an dan dzikir’, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَاللَّهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيهِ

Barangsiapa meringankan sebuah kesusahan (kesedihan) seorang mukmin di dunia, Allah akan meringankan kesusahannya pada hari kiamat. Barangsiapa memudahkan urusan seseorang yang dalam keadaan sulit, Allah akan memberinya kemudahan di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutup ‘aib seseorang, Allah pun akan menutupi ‘aibnya di dunia dan akhirat. Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya, selama hamba tersebtu menolong saudaranya.” (HR. Muslim no. 2699)

Keutamaan seseorang yang memberi utang terdapat dalam hadits yang mulia yaitu pada sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam: Barangsiapa memudahkan urusan seseorang yang dalam keadaan sulit, Allah akan memberinya kemudahan di dunia dan akhirat.

Dalam Tuhfatul Ahwadzi (7/261) dijelaskan maksud hadits ini yaitu: “Memberi kemudahan pada orang miskin –baik mukmin maupun kafir- yang memiliki utang, dengan menangguhkan pelunasan utang atau membebaskan sebagian utang atau membebaskan seluruh utangnya.”

Sungguh beruntung sekali seseorang yang memberikan kemudahan bagi saudaranya yang berada dalam kesulitan, dengan izin Allah orang seperti ini akan mendapatkan kemudahan di hari yang penuh kesulitan yaitu hari kiamat.

Baca Juga:

Tagihlah Utang dengan Cara yang Baik

Dalam Shohih Bukhari dibawakan Bab ‘Memberi kemudahan dan kelapangan ketika membeli, menjual, dan siapa saja yang meminta haknya, maka mintalah dengan cara yang baik’.

Dari Jabir bin ‘Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

رَحِمَ اللَّهُ رَجُلاً سَمْحًا إِذَا بَاعَ ، وَإِذَا اشْتَرَى ، وَإِذَا اقْتَضَى

Semoga Allah merahmati seseorang yang bersikap mudah ketika menjual, ketika membeli dan ketika menagih haknya (utangnya).” (HR. Bukhari no. 2076)

Yang dimaksud dengan ‘ketika menagih haknya (utangnya)’ adalah meminta dipenuhi haknya dengan memberi kemudahan tanpa terus mendesak. (Fathul Bari, 6/385)

Ibnu Hajar mengatakan bahwa dalam hadits ini terdapat dorongan untuk memberi kelapangan dalam setiap muamalah, … dan dorongan untuk memberikan kelapangan ketika meminta hak dengan cara yang baik.

Dalam Sunan Ibnu Majah dibawakah Bab ‘Meminta dan mengambil hak dengan cara yang baik’.

Dari Ibnu ‘Umar dan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ طَلَبَ حَقًّا فَلْيَطْلُبْهُ فِى عَفَافٍ وَافٍ أَوْ غَيْرِ وَافٍ

Siapa saja yang ingin meminta haknya, hendaklah dia meminta dengan cara yang baik baik pada orang yang mau menunaikan ataupun enggan menunaikannya.” (HR. Ibnu Majah no. 1965. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih)

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda untuk orang yang memiliki hak pada orang lain,

خُذْ حَقَّكَ فِى عَفَافٍ وَافٍ أَوْ غَيْرِ وَافٍ

Ambillah hakmu dengan cara yang baik pada orang yang mau menunaikannya ataupun enggan menunaikannya.” (HR. Ibnu Majah no. 1966. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih)

Baca Juga: Membebaskan Orang Berutang dengan Niat Menjadi Zakat

Berilah Tenggang Waktu bagi Orang yang Kesulitan

Allah Ta’ala berfirman,

وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 280)

Dalam ayat ini, Allah memerintahkan kita untuk bersabar terhadap orang yang berada dalam kesulitan, di mana orang tersebut belum bisa melunasi utang. Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan.” Hal ini tidak seperti perlakuan orang jahiliyah dahulu. Orang jahiliyah tersebut mengatakan kepada orang yang berutang ketika tiba batas waktu pelunasan: “Kamu harus lunasi utangmu tersebut.  Jika tidak, kamu akan kena riba.”

Memberi tenggang waktu terhadap orang yang kesulitan adalah wajib. Selanjutnya jika ingin membebaskan utangnya, maka ini hukumnya sunnah (dianjurkan). Orang yang berhati baik seperti inilah (dengan membebaskan sebagian atau seluruh utang) yang akan mendapatkan kebaikan dan pahala yang melimpah. Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al Azhim, pada tafsir surat Al Baqarah ayat 280)

Begitu pula dalam beberapa hadits disebutkan mengenai keutamaan orang-orang yang memberi tenggang waktu bagi orang yang sulit melunasi utang.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا أَوْ وَضَعَ عَنْهُ أَظَلَّهُ اللَّهُ فِى ظِلِّهِ

Barangsiapa memberi tenggang waktu bagi orang yang berada dalam kesulitan untuk melunasi hutang atau bahkan membebaskan utangnya, maka dia akan mendapat naungan Allah.” (HR. Muslim no. 3006)

Dari salah seorang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam –Abul Yasar-, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُظِلَّهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ فِى ظِلِّهِ فَلْيُنْظِرِ الْمُعْسِرَ أَوْ لِيَضَعْ عَنْهُ

Barangsiapa ingin mendapatkan naungan Allah ‘azza wa jalla, hendaklah dia memberi tenggang waktu bagi orang yang mendapat kesulitan untuk melunasi hutang atau bahkan dia membebaskan utangnya tadi.” (HR. Ahmad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shohih)

Lihatlah pula akhlaq yang mulia dari Abu Qotadah karena beliau pernah mendengar hadits serupa dengan di atas.

Dulu Abu Qotadah pernah memiliki piutang pada seseorang. Kemudian beliau mendatangi orang tersebut untuk menyelesaikan utang tersebut. Namun ternyata orang tersebut bersembunyi tidak mau menemuinya. Lalu suatu hari, kembali Abu Qotadah mendatanginya, kemudian yang keluar dari rumahnya adalah anak kecil. Abu Qotadah pun menanyakan pada anak tadi mengenai orang yang berutang tadi. Lalu anak tadi menjawab, “Iya, dia ada di rumah sedang makan khoziroh.” Lantas Abu Qotadah pun memanggilnya, “Wahai fulan, keluarlah. Aku dikabari bahwa engkau berada di situ.” Orang tersebut kemudian menemui Abu Qotadah. Abu Qotadah pun berkata padanya, “Mengapa engkau harus bersembunyi dariku?”

Orang tersebut mengatakan, “Sungguh, aku adalah orang yang berada dalam kesulitan dan aku tidak memiliki apa-apa.” Lantas Abu Qotadah pun bertanya, “Apakah betul engkau adalah orang yang kesulitan?” Orang tersebut berkata, “Iya betul.” Lantas dia menangis.

Abu Qotadah pun mengatakan bahwa beliau pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ نَفَّسَ عَنْ غَرِيمِهِ أَوْ مَحَا عَنْهُ كَانَ فِي ظِلِّ الْعَرْشِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Barangsiapa memberi keringanan pada orang yang berutang padanya atau bahkan membebaskan utangnya, maka dia akan mendapatkan naungan ‘Arsy di hari kiamat.”

Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shohih. (Lihat Musnad Shohabah fil Kutubit Tis’ah dan Tafsir Al Qur’an Al Azhim pada tafsir surat Al Baqarah ayat 280)

Inilah keutamaan yang sangat besar bagi orang yang berhati mulia seperti Abu Qotadah.

Begitu pula disebutkan bahwa orang yang berbaik hati untuk memberi tenggang waktu bagi orang yang kesulitan, maka setiap harinya dia dinilai telah bersedekah.

Dari Sulaiman bin Buraidah dari ayahnya,

من أنظر معسرًا فله بكل يوم صدقة قبل أن يحل الدين فإذا حل الدين فأنظره كان له بكل يوم مثلاه صدقة

Barangsiapa memberi tenggang waktu pada orang yang berada dalam kesulitan, maka setiap hari sebelum batas waktu pelunasan,  dia akan dinilai telah bersedekah. Jika utangnya belum bisa dilunasi lagi, lalu dia masih memberikan tenggang waktu setelah jatuh tempo, maka setiap harinya dia akan dinilai telah bersedekah dua kali lipat nilai piutangnya.” (HR. Ahmad, Abu Ya’la, Ibnu Majah, Ath Thobroniy, Al Hakim, Al Baihaqi. Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 86 mengatakan bahwa hadits ini shohih)

Begitu pula terdapat keutamaan lainnya. Orang yang berbaik hati dan bersabar menunggu untuk utangnya dilunasi, niscaya akan mendapatkan ampunan Allah.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كَانَ تَاجِرٌ يُدَايِنُ النَّاسَ ، فَإِذَا رَأَى مُعْسِرًا قَالَ لِفِتْيَانِهِ تَجَاوَزُوا عَنْهُ ، لَعَلَّ اللَّهَ أَنْ يَتَجَاوَزَ عَنَّا ، فَتَجَاوَزَ اللَّهُ عَنْهُ

Dulu ada seorang pedagang biasa memberikan pinjaman kepada orang-orang. Ketika melihat ada yang kesulitan, dia berkata pada budaknya: Maafkanlah dia (artinya bebaskan utangnya). Semoga Allah memberi ampunan pada kita. Semoga Allah pun memberi ampunan padanya.” (HR. Bukhari no. 2078)

Itulah kemudahan yang sangat banyak bagi orang yang memberi kemudahan pada orang lain dalam masalah utang. Bahkan jika dapat membebaskan sebagian atau keseluruhan utang tersebut, maka itu lebih utama.

Baca Juga:

Beri Pula Kemudahan bagi Orang yang Mudah Melunasi Utang

Selain memberi kemudahan  bagi orang yang kesulitan, berilah pula kemudahan bagi orang yang mudah melunasi utang. Perhatikanlah kisah dalam riwayat Ahmad berikut ini.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يُؤْتَى بِرَجُلٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيَقُولُ اللَّهُ انْظُرُوا فِى عَمَلِهِ. فَيَقُولُ رَبِّ مَا كُنْتُ أَعْمَلُ خَيْراً غَيْرَ أَنَّهُ كَانَ لِى مَالٌ وَكُنْتُ أُخَالِطُ النَّاسَ فَمَنْ كَانَ مُوسِراً يَسَّرْتُ عَلَيْهِ وَمَنْ كَانَ مُعْسِراً أَنْظَرْتُهُ إِلَى مَيْسَرَةٍ. قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ أَنَا أَحَقُّ مَنْ يَسَّرَ فَغَفَرَ لَهُ

“Ada seseorang didatangkan pada hari kiamat. Allah berkata (yang artinya), “Lihatlah amalannya.” Kemudian orang tersebut berkata, “Wahai Rabbku. Aku tidak memiliki amalan kebaikan selain satu amalan. Dulu aku memiliki harta, lalu aku sering meminjamkannya pada orang-orang. Setiap orang yang sebenarnya mampu untuk melunasinya, aku beri kemudahan. Begitu pula setiap orang yang berada dalam kesulitan, aku selalu memberinya tenggang waktu sampai dia mampu melunasinya.” Lantas Allah pun berkata (yang artinya), “Aku lebih berhak memberi kemudahan”. Orang ini pun akhirnya diampuni.” (HR. Ahmad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shohih)

Al Bukhari pun membawakan sebuah bab dalam kitab shohihnya ‘memberi kemudahan bagi orang yang lapang dalam melunasi utang’. Lalu setelah itu, beliau membawakan hadits yang hampir mirip dengan hadits di atas.

Dari Hudzaifah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

تَلَقَّتِ الْمَلاَئِكَةُ رُوحَ رَجُلٍ مِمَّنْ كَانَ قَبْلَكُمْ قَالُوا أَعَمِلْتَ مِنَ الْخَيْرِ شَيْئًا قَالَ كُنْتُ آمُرُ فِتْيَانِى أَنْ يُنْظِرُوا وَيَتَجَاوَزُوا عَنِ الْمُوسِرِ قَالَ قَالَ فَتَجَاوَزُوا عَنْهُ

“Beberapa malaikat menjumpai ruh orang sebelum kalian untuk mencabut nyawanya. Kemudian mereka mengatakan, “Apakah kamu memiliki sedikit dari amal kebajikan?” Kemudian dia mengatakan, “Dulu aku pernah memerintahkan pada budakku untuk memberikan tenggang waktu dan membebaskan utang bagi orang yang berada dalam kemudahan untuk melunasinya.” Lantas Allah pun memberi ampunan padanya.” (HR. Bukhari no. 2077)

Lalu bagaimana kita membedakan orang yang mudah dalam melunasi utang (muwsir) dan orang yang sulit melunasinya (mu’sir)?

Para ulama memang berselisih dalam mendefinisikan dua hal ini sebagaimana dapat dilihat di Fathul Bari, Ibnu Hajar. Namun yang lebih tepat adalah kedua istilah ini dikembalikan pada ‘urf yaitu kebiasaan masing-masing tempat karena syari’at tidak memberikan batasan mengenai hal ini. Jadi, jika di suatu tempat sudah dianggap bahwa orang yang memiliki harta 1 juta dan kadar utang sekian sudah dianggap sebagai muwsir (orang yang mudah melunasi utang), maka kita juga menganggapnya muwsir. Wallahu a’lam.

Inilah sedikit pembahasan mengenai keutamaan orang yang berutang, yang berhati baik untuk memberi tenggang waktu dalam pelunasan dan keutamaan orang yang membebaskan utang sebagian atau seluruhnya.

Namun, yang kami tekankan pada akhir risalah ini bahwa tulisan ini ditujukan bagi orang yang memiliki piutang dan belum juga dilunasi, bukan ditujukan pada orang yang memiliki banyak utang. Jadi jangan salah digunakan dalam berhujah. Orang-orang yang memiliki banyak utang tidak boleh berdalil dengan dalil-dalil yang kami bawakan dalam risalah ini. Coba bayangkan jika orang yang memiliki banyak utang berdalil dengan dalil-dalil di atas, apa yang akan terjadi? Dia malah akan akan sering mengulur waktu dalam pelunasan utang. Untuk mengimbangi pembahasan kali ini, insya Allah pada kesempatan berikutnya kami akan membahas ‘bahaya banyak utang’.

Semoga Allah memudahkan kita untuk memiliki akhlaq mulia seperti ini. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.

Baca pembahasan selanjutnya: Bahaya Orang yang Enggan Melunasi Hutangnya

Rujukan:

  1. Al Wajiz fi Fiqhis Sunnah wal Kitabil ‘Aziz, Dr. Abdul ‘Azhim Al Badawiy, Dar Ibnu Rojab
  2. Fathul Bari, Ibnu Hajar, Mawqi’ Al Islam
  3. Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab Al Hambali, Mawqi’ Shoid Al Fawaidh
  4. Musnad Shohabah fil Kutubit Tis’ah, Asy Syamilah
  5. Shohih Bukhari, Muhammad bin Isma’il Al Bukhari, Mawqi’ Wizarotul Awqof Al Mishriyah
  6. Shohih Muslim, Muslim bin Al Hajjaj, Tahqiq: Muhammad Fuad Abdul Baqiy, Dar Ihya’ At Turots Al ‘Arobiy, Beirut
  7. Shohih Sunan Ibnu Majah, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, Asy Syamilah
  8. Sunan Ibnu Majah, Abu Abdillah Muhammad bin Yazid, Mawqi’ Wizarotul Awqof Al Mishriyah
  9. Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Abul Fida’ Isma’il bin ‘Umar bin Katsir Al Qurosy Ad Dimasqiy, Dar Thobi’ah Linnasyr wat Tawzi’
  10. Tuhfatul Ahwadzi , Mawqi’ Al Islam

***

Panggang, Gunung Kidul, 15 Muharram 1430 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel https://rumaysho.com

Sumber https://rumaysho.com/149-mudahkanlah-orang-yang-berutang-padamu.html

Doa dan Dzikir Agar Bebas dari Lilitan Utang Sesuai Tuntunan Nabi Muhammad SAW

Nabi Muhammad mengajarkan doa agar bebas dari utang.

Suatu ketika Abu Umamah, salah seorang sahabat dari Anshar, duduk termenung di masjid di luar waktu sholat dengan tatapan mata yang kosong jauh menerawang. Kemudian, tidak beberapa lama, Nabi Muhammad SAW masuk ke dalam masjid dan menghampiri Abu Umamah.  

Rasulullah bertanya, “Wahai Abu Umamah, aku melihatmu duduk di masjid di luar waktu shalat, apa yang terjadi denganmu?” Abu Umamah menjawab, “Ya Rasulullah, saat ini aku dalam kesulitan membayar utang.” 

Nabi Muhammad berkata, “Aku akan mengajarkanmu beberapa perkataan positif, jika engkau mengucapkannya, mudah-mudahan Allah SWT akan menghilangkan segala kesulitanmu dan melunasi utang-utangmu. Bacalah doa ini pada pagi dan sore hari.” 

Doa bebas dari utang

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ 

Kemudian, Rasulullah SAW melafazkan doa, “Allahumma inni a’udzu bika minal hammi wal hazani wa a’udzu bika minal ‘ajzi wal kasali wa a’udzu bika minal jubni wal bukhli wa a’udzu bika min ghalabatid daini waqahrir rijal.” 

Artinya: Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kebingungan dan kesedihan. Aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan dan kemalasan. Aku berlindung kepada-Mu dari sifat pengecut dan kikir. Aku berlindung kepada-Mu dari lilitan utang dan kesewenang-wenangan manusia.  

Menurut pengakuan Abu Umamah RA, setelah ia mengamalkan dan membaca doa yang diajarkan Nabi tersebut, Allah menghilangkan kebingungan, kesedihan, kelemahan, kemalasan, ketakutan, dan utang-utangnya dapat dilunasi. (HR Abu Daud).

Di samping mengamalkan dan membaca doa yang diajarkan Rasulullah SAW ini, ketika seseorang diterpa banyak masalah, dirundung kegundahan, dan impitan hidup, Rasulullah SAW juga mengajarkan dzikir, sebagai berikut.

Dzikir agar bebas dari utang dan saat diterpa masalah

حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ نِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيرُ

“Hasbunallah wani’mal-wakil, ni’mal-mawla, wani’man-nashir.”

Artinya: Cukuplah Allah tempat berserah diri bagi kami, sebaik-baik pelindung kami, dan sebaik-baik penolong kami.

Sebagaimana terdapat dalam hadits bahwa ketika seseorang datang menghampiri Nabi lalu berkata, “Rasulullah, sesungguhnya orang-orang non-Muslim telah mengumpulkan pasukan untuk menyerangmu, maka takutlah kepada mereka. Kemudian, Nabi SAW mengucapkan, ‘Hasbunallah wani’mal-wakil.‘”

Setelah kejadian ini, Allah menurunkan surah Ali Imran (3) ayat 173: 

اَلَّذِيْنَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ اِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوْا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ اِيْمَانًا ۖ وَّقَالُوْا حَسْبُنَا اللّٰهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ

“Ketika seseorang berkata kepada Rasulullah, orang-orang Quraisy telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka, ternyata ucapan itu justru menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, ‘Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik pelindung.'” (HR Bukhari).

Oleh karenanya, seorang Muslim dianjurkan selalu melibatkan Allah dalam mengatasi kegundahan hidup yang dihadapi. Bukankah Allah menjanjikan: 

فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا 

إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا 

“Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” (QS asy-Syarh [94]: 5-6)

KHAZANAH REPUBLIKA

Memberi Hadiah dalam Utang Piutang

Assalamualaiakum wr.wb ustadz , permisi saya ingin bertanya , saya ingin meminjam uang kepada si X, tetapi sebelumnya saya bilang bahwa nanti saya bayarkan lebih 200rb dari jumlah yang saya pinjam tadi . Dan 200 ribu itu tadi niatnya sebagai hadiah , apakah itu termasuk riba ? terimakasih wasalamualaiakum wr.wb

Jawaban :

Wa alaikumus salam wr wb.

Aqad pinjam-meminjam murni tidak boleh ada syarat atau pemberian lebih dari jumlah pinjaman. Pinjam meminjam adalah murni tolong menolong yang pahalanya sangat besar. Jika di dalam aqad tersebut ada tambahan disaat mengembalikan, jatuhnya menjadi riba. Walaupun niatnya adalah hadiah.

Jika peminjam membayar hutang lalu kemudian memberi hadiah sebagai bentuk terima kasih, itu boleh saja namun tidak ada perjanjian sebelumnya.

Wallahu a’lam

PUSAT KAJIAN HADIST

Bolehkah Berhutang Pinjol Karena Darurat?

Artikel kali ini akan membahas tentang bolehkah berhutang pinjol karena darurat? Media sosial sekarang telah bertransformasi menjadi kebutuhan primer bagi sebagian orang. Banyaknya pengguna media sosial ini menjadikan medsos sebagai kiblat utama dalam bergaul. 

Dalam era hedonisme yang sekarang, gaya hidup yang ditampilkan medsos menarik minat sebagian kalangan untuk menuhankannya.

Virus gaya hidup yang hedonisme tersebut mendoktrik sebagian orang untuk apapun caranya, harus ada ini, ada itu, punya ini, punya itu, tanpa melihat kondisi yang terjadi. Karena untuk memenuhi kebutuhan style tersebut -sedangkan diri tidak berada- banyak bermunculan penyedia pinjaman online yang menawarkan pinjaman yang menggiurkan.

Namun kebanyakan dari pinjaman online tersebut menerapkan sistem keuntungan yang mengambil dari bunga dari hutang. Bunga dari hutang ini di dalam syariat disebut dengan riba, riba jelas dilarang dalam syariat karena dapat merugikan orang lain.

Riba dalam akad hutang piutang ini disebut riba qardh. Larangan akan riba ini ditegaskan Allah di dalam surah Al-Baqarah ayat 275;

  وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰواۗ

Artinya: “…Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…”

Pada dasarnya, akad hutang piutang termasuk akad yang diperbolehkan karena mendatangkan maslahat dan meringankan beban orang lain. Hal ini ditegaskan dalam hadits nabi;

مَنْ نَفَّسَ عَنْ أَخِيهِ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ

Artinya: “Barangsiapa melapangkan satu macam kesempitan dari aneka macam kesempitan yang dialami saudaranya, Allah akan melapangkan kesempitan penolong itu dari kesempitan-kesempitan hari kiamat.

Dan barangsiapa menutupi (aib) orang Muslim, Allah akan menutupi aibnya baik di dunia maupun di akhirat. Barangsiapa memudahkan urusan orang yang sedang kesusahan, Allah akan memudahkan urusannya di dunia maupun di akhirat.Allah selalu dalam pertolongan seorang hamba selama ia mau menolong saudaranya.” (Sunan at-Tirmidzi: 2869)

Namun kebolehan ini dapat menjadi ketidakbolehan jika mengandung spekulasi dan riba di dalamnya. Sebagian besar pinjaman online sekarang jelas termasuk riba karena mengambil keuntungan dari harta yang dihutangkan. 

Kebanyakan dari orang yang meminjam uang dari pinjol ini hanya untuk poya-poya atau sekedar mengikuti style yang ada, tapi tidak jarang ada orang yang melakukan pinjol karena darurat dan tidak ada jalan lain selain pinjol.

Hukum Pinjol Karena Darurat

Pertanyaannya, bolehkah melakukan pinjol karena darurat dan tidak ada jalan lain selain pinjol? Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari menjelaskan di dalam kitab Fathul Mu’in halaman 139;

قال شيخنا ابن زياد: لا يندفع إثم إعطاء الربا عند الاقتراض للضرورة، بحيث أنه إن لم يعط الربا لا يحصل له القرض

إذ له طريق إلى إعطاء الزائد بطريق النذر أو التمليك، لاسيما إذا قلنا النذر لا يحتاج إلى قبول لفظا على المعتمد وقال شيخنا: يندفع الاثم للضرورة

Artinya: “berkata Syekh Ibnu Ziyad : tidak tertolak dosa memberikan riba ketika berhutang karena dharurat, meskipun kalau tidak dengan cara riba, si pemberi hutang tidak akan memberi hutang. Karena masih bisa dengan cara memberikan tambahan dalam aspek nazar atau memberikan secara Cuma-Cuma (gratis).

Lebih-lebih apabila kami berpendapat bahwa nazar tidak butuh qabul secara lafadz menurut pendapat yang mu’tamad. Namun Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami berpendapat bahwa tidak dapat dosa apabila memberikan riba karena darurat.

Dari penjelasan diatas, menurut Syekh Ibnu Ziyad, seseorang yang urgen untuk pinjol, maka dosanya tidak dimaafkan. Cara supaya bisa bebas (baca;hilah) dari dosa riba adalah dengan cara nazar atau memberi Cuma-Cuma bunga dari hutang tersebut. Namun Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami berpendapat bahwa pinjol karena kondisi urgent tersebut tidak dapat dosa, karena darurat dan tidak ada cara lain.

Sekian tentang hukum berhutang di pinjol karena darurat, semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Inilah Doanya agar Kita Terlepas dari Utang dan Rasa Bingung

Dalam kehidupan sehari-hari, ada kalanya kita terpaksa harus berutang karena terdesak oleh suatu kebutuhan. Namun, tidak semua orang dapat dengan mudah untuk melunasi utangnya, karena keuangan yang sedang sulit. Sementara itu, kita tahu, utang adalah beban yang harus dibayar, karena jika tidak diselesaikan di dunia, urusan utang akan berlanjut di akhirat. 

Oleh karena itu, berbagai macam cara, tentunya harus dilakukan agar kita bisa segera bisa melunasi utang, termasuk ikhtiar dan doa. Dilansir dari NU Online dalam artikel  Doa dari Rasulullah agar Terlepas dari Bingung dan Utang, Rasulullah saw selalu berlindung kepada Allah agar terlepas dari jeratan utang.  Sebagaimana yang diriwayatkan al-Humaidi dalam Musnad-nya, nomor hadis 246.

Salah satun doa yang pernah diajarkan Rasulullah saw kepada seorang sahabat Anshar, sebagaimana yang diriwayatkan Abu Dawud, nomor hadis 1555, sebagai berikut.  

Disebutkan oleh Abu Sa‘id al-Khudri, pada suatu hari, Rasulullah saw masuk ke masjid. Ternyata di sana sudah ada seorang laki-laki Anshar yang bernama Abu Umamah. Beliau kemudian menyapanya: Hai Abu Umamah, ada apa aku melihatmu duduk di masjid di luar waktu shalat?

Abu Umamah menjawab : Kebingungan dan utang-utangku yang membuatku (begini), ya Rasul. 

Rasulullah kembali bertanya: Maukah kamu jika aku ajarkan suatu bacaan yang jika kamu membacanya, Allah akan menghapuskan kebingunganmu dan memberi kemampuan melunasi utang?

Umamah menjawab : Tentu, ya Rasul.

Nabi pun menyatakan: Jika memasuki waktu pagi dan sore hari, maka bacalah:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ، وَقَهْرِ الرِّجَالِ 

Allâhumma innî a‘ûdzu bika minal hammi wal hazan. Wa a‘ûdzu bika minal ‘ajzi wal kasal. Wa a‘ûdzu bika minal jubni wal bukhl. Wa a‘ûdzu bika min ghalabatid daini wa qahrir rijâl

Artinya: Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kebingungan dan kesedihan, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan dan kemalasan, aku berlindung kepada-Mu dari ketakutan dan kekikiran, aku berlindung kepada-Mu dari lilitan utang dan tekanan orang-orang. 

Abu Umamah lalu menuturkan : Setelah aku mengamalkan doa itu, Allah benar-benar menghilangkan kebingunganku dan memberi kemampuan melunasi utang.

Demikian doa yang diajarkan Rasulullah saw agar kita terlepas dari lilitan utang yang sering kali diikuti dengan rasa gelisah, cemas, ketakutan, kesedihan, kelemahan, dan lainnya. Semoga Allah SWT mengabulkan doa dan melepaskan kita dari kesulitan. Aamiin.

NU LAMPUNG

Anda Punya Hutang? Tenang, Allah Akan Menolong!

ORANG yang mempunyai banyak hutang kemudian bertekad untuk melunasinya, sungguh Allah sangat melihat usahanya dan InsyaAllah akan menolongnya. Beda halnya dengan orang yang justru menghindar dan lari dari hutang-hutangnya.

Ibnu Majah dalam sunannya membawakan dalam Bab “Siapa saja yang memiliki utang dan dia berniat melunasinya.” Lalu beliau membawakan hadits dari Ummul Mukminin Maimunah.

Dulu Maimunah ingin berutang. Lalu di antara kerabatnya ada yang mengatakan, “Jangan kamu lakukan itu!” Sebagian kerabatnya ini mengingkari perbuatan Maimunah tersebut. Lalu Maimunah mengatakan, “Iya. Sesungguhnya aku mendengar Nabi dan kekasihku shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Jika seorang muslim memiliki utang dan Allah mengetahui bahwa dia berniat ingin melunasi utang tersebut, maka Allah akan memudahkan baginya untuk melunasi utang tersebut di dunia.” (HR. Ibnu Majah, no. 2408; An-Nasa’i, no. 4690. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Juga terdapat hadits dari ‘Abdullah bin Ja’far, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Allah akan bersama (memberi pertolongan pada) orang yang berutang (yang ingin melunasi utangnya) sampai dia melunasi utang tersebut selama utang tersebut bukanlah sesuatu yang dilarang oleh Allah.” (HR. Ibnu Majah, no. 2409. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)

Dalam riwayat lainnya disebutkan pula hadits dari Maimunah, ia pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Siapa yang mengambil utangan, lantas ia bertekad untuk melunasinya, maka Allah akan menolongnya.” (HR. An-Nasa’i, no. 4691. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Disebutkan dalam hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Siapa yang mengambil harta orang lain (di antaranya berutang, pen.) lantas ia bertekad untuk mengembalikannya, maka Allah akan menolongnya (untuk melunasi utang tersebut, pen.). Siapa yang meminjam harta orang lain (di antaranya berutang, pen.) lantas ia bertekad untuk tidak mengembalikannya, maka Allah akan menghancurkan dirinya (hidupnya akan sulit, pen.).” (HR. Bukhari, no. 2387. Lihat pengertian hadits ini dalam Minhah Al-‘Allam, 6: 257-258)

ISLAMPOS

Kisah Ahli Shalawat Terlilit Hutang

Dahulu ada seseorang yang memiliki hutang sangat banyak, yaitu sebesar 500 dinar. Orang ini berhutang kepada orang banyak. Ketika datang waktunya, datanglah semua orang untuk menagih, dia kebingungan karena tidak memiliki uang sepeserpun.

Akhirnya dia pergi kepada salah seorang saudagar yang kaya dan ia meminjam uang kepadanya sebesar 500 dinar. Sebelum diberikan ditanya terlebih dahulu oleh saudagar : “kapan mau kau kembalikan uang ini ?”. Dia berkata : “insya Allah di tanggal sekian saya kembalikan”

Uang itu pun akhirnya segera ia ambil dan ia bayarkan hutangnya tersebut satu per satu. Selesai ia bayarkan tidak tersisa uangnya lagi sepeser pun, karena tidak ada sisa modal lagi untuk ia putarkan supaya bisa terbayar hutangnya yang 500 dinar tadi. Karena memang dia pinjam sesuai kadar hutangnya tadi.

Sampai ketika datang waktu jatuh tempo si saudagar pun datang ke rumahnya  untuk menagih : “mana uang 500 dinar yang kau pinjam ? Kau janji hari ini akan melunasinya. Ia menjawab “Demi Allah sepeser pun saya tidak punya, saya belum mendapatkan apa-apa untuk saya bayarkan kepada dirimu. ”

Saudagar pun tidak mau tahu “sekarang sudah jatuh temponya maka bayar hutangmu sesuai ucapanmu”. Lalu ia menjawab: “Demi Allah sepeser pun saya tidak punya .” Si saudagar berkata : “Kalau begitu ayo pergi ke hakim karena tidak benar perbuatanmu ini.”

Di depan hakim saudagar menceritakan perkaranya. Hakim bertanya : “kenapa tidak kau bayar hutangmu? Bukankah engkau berjanji hari ini engkau akan melunasinya? ” Ia menjawab :  iya benar saya berjanji, akan tetapi saya tidak memiliki uang, saya bukan pengkhianat, bukan orang yang mau berdusta, saya memang tidak punya uang, tapi saya mengaku kalau saya punya hutang dan hari ini saya tidak punya uang untuk saya bayarkan.”

Hakim berkata : “kalau begitu kau telah melanggar, melanggar janjimu dan kau harus di hukum, kau harus di penjara. ” Ia pun menerima hukuman itu tapi meminta : “tolong berikan saya waktu 1 hari, saya ingin kembali ke rumah saya untuk izin kepada istri dan juga anak-anak saya, besok saya akan kembali ke sini lagi dan masukkan saya ke dalam penjara”

Hakim meragukan keterangannya : “Siapa yang akan menjamin dirimu kalau engkau akan kembali kesini? “

“Kalaupun saya niat lari dari kemarin-kemarin pun saya sudah niat lari saya tidak akan datang kesini, percayalah saya akan kembali di esok hari, “kata orang yang berhutang tadi”.

Hakim masih ragu dan bertanya: “jaminannya apa? ” Ia menjawab: “jaminannya adalah Rasulullah SAW. ”. Sang hakim pun bingung dengan maksudnya.

Dia berkata : wahai hakim kalau saya besok tidak menepati janji saya, saya bersedia ditolak dan dikeluarkan sebagai umat Nabi besar Muhammad SAW”.

Sumpah itu jelas tidak main-main, Sang Hakim pun mengizinkannya. Orang ini kembali ke rumahnya dan menceritakan semuanya kepada istri dan anak-anaknya. Ia meminta izin kepada istrinya bahwa besok ia akan dipenjara karena tidak bisa bayar hutang.

Sang istri bertanya :“kalau kau dipenjara, lalu apa yang bisa membuatmu keluar sekarang ini? ” Suaminya menjawab: “karena saya mendapat jaminan. ” Istrinya kembali bertanya:“ dari siapa?”  suaminya menjawab :“dari Rasulullah SAW, bahwa jikalau saya tidak menepati janji saya maka saya rela dikeluarkan bahkan tidak lagi dianggap menjadi umat Nabi Muhammad SAW”

Maka istrinya berkata: “Selagi engkau ini mendapat jaminan dari Rasulullah SAW atau kau menjaminkan Rasulullah SAW, ayo kita perbanyak shalawat, semoga Nabi besar Muhammad SAW benar-benar menjamin dirimu, karena shalawat itu manfaatnya besar, shalawat ini berkahnya luar biasa.”

Mereka pun memperbanyak shalawat sampai akhirnya pun mereka tertidur. Si suami yang punya hutang tadi ketika tidur ia bermimpi berjumpa dengan Rasulullah SAW. Dalam mimpinya Rasulullah mengatakan : “kau jangan takut, jangan gelisah, besok pagi kau pergi ke gubernur di tempatmu itu dan kau bilang sama gubernur tadi bahwa Rasulullah SAW mengucapkan salam kepadamu dan sampaikan kepada si gubernur kalau setiap hari kau shalawat kepada Rasulullah SAW sebanyak 1000 kali dan itu shalawatnya sampai kepadaku dan sampaikan kepada si gubernur bahwa tadi malam ketika ia membaca shalawat apakah sudah sampai 1000 kali apa belum, karena ada salah dalam menghitung sehingga ia pun gelisah maka sampaikan kepada gubernur tadi bahwasannya shalawatnya ini sudah 1000 dan diterima oleh baginda Nabi besar Muhammad SAW”

Keesokan harinya, ia pergi ke hakim, namun sebelum ia menemui hakim ia datang terlebih dahulu untuk menemui gubernur tadi.

“Wahai gubernur, wahai wali, Rasulullah SAW menitipkan salam kepadamu”, katanya. Kagetlah si gubernur itu. Ia menceritakan sesuai mimpinya bahwa Rasulullah SAW mengabarkan telah sampainya shalawat kepada Rasulullah sejumlah 1000 kali dan ketika si gubernur gelisah perihal ia bingung dalam jumlah menghitung shalawat nya udah sampai 1000 atau belum maka Rasulullah mengatakan bahwa itu sudah tepat berjumlah 1000 dan bahwasannya engkau telah istiqomah bersholawat kepadaku berjumlah 1000 kali setiap harinya , dan engkau di minta untuk membantu saya melunasi hutang-hutang saya.

Saking gembiranya dapat salam dari Rasulullah dan kabar shalawatnya selama ini telah sampai kepada Rasulullah SAW, gubernur tadi pun langsung bertanya :“Berapa jumlah hutang-hutang mu? ”

Ia pun menjawab: “500 dinar wahai gubernur”. Diambillah 500 dinar dari baitul mal setelah itu diambilkan lagi 2500 dinar dari uang pribadinya. “engkau datang membawa kabar gembira kepadaku” kata gubernur. Ia pulang dari rumah gubernur tadi membawa 3000 dinar.

Lalu ia datang kepada hakim, dan berkata hakim : “alhamdulillah, berkat dirimu tadi malam saya mimpi bertemu Rasulullah, dan Rasulullah mengatakan: “kalau engkau membantu orang yang memiliki hutang dan melunasi hutangnya tersebut maka aku akan membantumu kelak di hari kiamat.”

Kemudian diambilkan uang 500 dinar untuk diberikan kepada orang tersebut. Keluar dari rumah sang hakim, orang tersebut pun membawa 3500 dinar .

Akhirnya dia pergi ke rumah saudagar yang dia hutangi untuk membayar hutangnya tersebut. Ternyata saudagar tadi sudah menunggu kedatangannya di depan rumahnya. Ketika bertemu langsunglah orang ini dipeluk, dicium sambil menangis dan mengucapkan berkat dirimu aku semalam mimpi bertemu Rasulullah SAW.

Kata Rasulullah SAW :“kalau kau bebaskan hutangnya si fulan, kelak engkau akan aku bantu dan akan aku berikan syafa’atku di hari kiamat.”  Dan ini ada hadiah untukmu 500 dinar.

Berangkat dari rumah orang ini masih memiliki hutang 500 dinar berkat mimpi berjumpa dengan Rasulullah SAW hutangnya terlunaskan dan dapat tambahan 4000 dinar berkat shalawat yang dibaca kepada Rasulullah SAW.

Dapat di simpulkan membaca shalawat bukan hanya mendapakan berkah dan syafa’at di akhirat, namun ketika kita sedang menghadapi situasi sulit di dunia pun jika kita senantiasa memperbanyak membaca shalawat, semuanya akan mudah teratasi akibat berkah shalawat kepada Nabi besar Muhammad SAW.

ISLAM KAFFAH

Utang Bisa Menjadi Pemutus Silaturahmi dan Pertemanan

Para ulama telah menjelaskan begitu banyak bahaya kebiasaan berutang tanpa ada keperluan darurat. Utang juga bisa menjadi pemutus silaturahmi dan pertemanan. Di mana orang yang berutang berusaha menghindari atau bahkan memutus kontak dengan orang yang memberi pinjaman utang. Hal ini bisa jadi karena yang berutang memang tidak ada niat baik ingin melunasi atau memang sedang tidak mampu melunasi karena uzur, tetapi tidak enak hati apabila bertemu dengan orang yang memberikan pinjaman utang.

Perhatikan kisah berikut,

ولما مرض قيس بن سعد بن عبادة استبطأ إخوانه في العيادة، فسأل عنهم فقيل له: إنهم يستحيون مما لك عليهم من الدين. فقال: أخزى الله مالا يمنع عني الإخوان من الزيارة، ثم أمر مناديا ينادي من كان لقيس عنده مال، فهو منه في حل. فكسرت عتبة بابه بالعشي لكثرة العواد.

Tatkala Qais bin Sa’ad bin ‘Ubadah sakit, para saudara dan sahabat menunda menjenguknya. Lalu, ia bertanya tentang mereka. Maka, dijawab, ‘Mereka merasa malu karena punya utang kepada engkau.’ Ia pun berkata, ‘Semoga Allah menghinakan harta yang telah mencegah kawan-kawan menjengukku.’ Kemudian ia perintahkan agar diumumkan bahwa barangsiapa yang punya utang kepada Qais, telah diputihkan (dianggap lunas). Setelah itu, ambang pintu rumah Qais patah karena begitu banyaknya orang yang menjenguknya.” (Hakaya Al-Ajwad, hal. 51)

Demikianlah utang bisa menjadi pemutus persaudaraan dan pertemanan, bahkan bisa jadi menyebabkan permusuhan dan perkelahian antar saudara kandung sendiri yang notabene satu darah dan satu nasab. Oleh karena itu, syariat memotivasi agar yang berutang segera melunasi utang jika mampu dan tidak menunda-nunda bahkan memprioritaskan sebagai prioritas utama.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ﻣَﻄْﻞُ ﺍﻟْﻐَﻨِﻰِّ ﻇُﻠْﻢٌ ، ﻓَﺈِﺫَﺍ ﺃُﺗْﺒِﻊَ ﺃَﺣَﺪُﻛُﻢْ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﻠِﻰٍّ ﻓَﻠْﻴَﺘْﺒَﻊْ ‏

Penundaan (pembayaran utang dari) seorang yang kaya adalah sebuah kezaliman. Maka, jika salah seorang dari kalian (utangnya) dialihkan kepada seorang yang kaya, maka ikutilah.” (HR. Bukhari)

Demikian juga yang memberikan pinjaman utang dimotivasi agar memberikan kelonggaran dalam menagih utang. Apabila yang berutang sedang tidak mampu dan ada uzur, hendaknya memaklumi dan memberikan tambahan waktu.

Allah Ta’ala berfirman,

وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ

Jika orang yang berutang kesulitan, maka berilah kelonggaran hingga ia dimudahkan.” (QS. Al Baqarah: 280)

Demikian juga Nabi shallallahu ’alaihi  wasallam memberikan motivasi agar memudahkan orang yang berutang, baik dalam utangnya, menagihnya, dan lain-lain. Beliau shallallahu ’alaihi  wasallam bersabda,

من يسَّرَ على معسرٍ يسَّرَ اللَّهُ عليهِ في الدُّنيا والآخرةِ

Barangsiapa memudahkan kesulitan orang lain, maka Allah akan mudahkan ia di hari Kiamat.” (HR. Muslim no. 2699)

Bahkan, syariat memotivasi sampai tahap memutihkan utang (dianggap lunas), sebagaimana penjelasan Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Ustaimin,

ومن فوائد الآية: فضيلة الإبراء من الدَّين وأنه صدقة؛ لقوله تعالى: {وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ}

Di antara faedah ayat adalah keutamaan memutihkan hutang dan hal tersebut dianggap sedekah, sebagaimana firman Allah, ‘Engkau bersedekah lebih baik baikmu‘.” (Tafsir Al-Qur’an, 5: 310)

Perbuatan Qais bin Sa’ad bin ‘Ubadah ini dalam rangka menjaga silaturahmi yang diperintahkan. Allah Ta’ala berfirman,

وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

“Bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS. An-Nisa’: 1)

Demikian juga perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam satu konteks hadis agar menjaga silaturahmi dan bersedekah sebagaimana pembahasan dalam tulisan ini. Beliau shallallahu ’alaihi  wasallam bersabda,

يَأْمُرُنَا بِالصَّلاَةِ وَالصَّدَقَةِ وَالْعَفَافِ وَالصِّلَةِ

“Muhammad memerintahkan kami salat, sedakah, menjaga kehormatan, dan silaturahmi.” (HR. Bukhari)

Demikian pembahasan singkat ini, semoga bermanfaat.

***

Penulis: Raehanul Bahraen

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/77437-hutang-bisa-jadi-memutus-silaturahmi-dan-pertemanan.html

Ketika Dituduh Memiliki Hutang, Haruskah Membayar?

Pada  zaman sekarang ini, seringkali kita melihat seseorang menuduh orang lain memiliki utang padanya, tapi si tertuduh mengingkarinya. Dalam keadaan demikian, bagaimanakah syariat menyelesaikan sengketa antara dua orang tersebut? Ketika dituduh memiliki hutang, haruskah untuk membayarnya? Untuk menjawabnya mari simak ulasan berikut ini!

Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa, tidak semua pengakuan dan klaim boleh diterima. Karena andai semua tuduhan manusia itu diterima, maka akan ada banyak orang yang mengklaim untuk menguasai harta orang lain. Sebagaimana dalam sabda nabi Muhammad SAW berikut,

لَوْ يُعْطَى النَّاسُ بِدَعْواهُم ، لادَّعى رِجالٌ أموالَ قَومٍ ودِماءهُم ولكن البَيِّنَةُ على المُدَّعي واليَمينُ على مَنْ أَنْكر  

Artinya : “Andai semua tuduhan manusia itu diterima, maka akan ada banyak orang yang mengklaim untuk menguasai harta orang lain, atau menuntut darah orang lain. Namun, mendatangkan bukti itu tanggung jawab orang yang mengklaim dan sumpah untuk mengingkari menjadi hak yang diklaim. (HR Baihaqi).

Berdasarkan hadis diatas Imam Nawawi memberikan penafsiran bahwa tuduhan seseorang tidak dapat diterima begitu saja, melainkan harus berdasarkan sebuah bukti yang menguatkan tuduhan tersebut. Hal ini sebagaimana dalam keterangan beliau dalam kitab Syarh Shahih Muslim li An-Nawawi, juz 4, halalaman 3 berikut,

  وهذا الحديث قاعدة كبيرة من قواعد أحكام الشرع ففيه أنه لا يقبل قول الإنسان فيما يدعيه بمجرد دعواه بل يحتاج إلى بينة أو تصديق المدعى عليه فإن طلب يمين المدعى عليه فله ذلك   

Artinya : “Hadits ini merupakan kaidah pokok dari beberapa kaidah hukum syara’. Dalam hadits ini dijelaskan bahwa tuduhan seseorang tidak dapat diterima begitu saja, tapi membutuhkan bukti (atas tuduhannya) atau pembenaran dari orang yang dituduh. Jika orang yang menuduh menuntut sumpah pada orang yang didakwa, maka lakukanlah sumpah itu,”

Syarh al-Muhadzab, juz 3, halalaman 411;

وإن ادعى على رجل دينا في ذمته فأنكره ولم تكن بينة فالقول قوله مع يمينه 

Artinya : “Jika seseorang mendakwa orang lain memiliki tanggungan (utang) padanya, namun orang tersebut mengingkarinya, dan ia tidak memiliki bukti, maka ucapan yang dibenarkan adalah ucapan orang yang didakwa beserta sumpahnya.”

Berdasarkan keterangan diatas dapat diketahui bahwa klaim dapat diterima apabila disertai dengan adanya bukti. Sehingga apabila seseorang menuduh orang lain memiliki tanggungan utang padanya, namun orang tersebut mengingkarinya, dan pihak penuduh tidak memiliki bukti, maka ucapan yang dibenarkan adalah ucapan orang yang dituduh, dan dia tidak dikenai kewajiban untuk membayar utang.

Demikian penjelasan ketika dituduh memiliki hutang, haruskah membayar? Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.

BINCANG SYARIAH

Maraknya Fenomena Pinjol, Ditzawa Dorong LAZ Bantu Korban

Orang yang mempunyai utang atau ghorimin berhak menerima bantuan zakat

Maraknya fenomena masyarakat yang terjerat pinjaman online (pinjol) ilegal dengan bunga yang sangat tinggi turut menjadi sorotan dari Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kementerian Agama. Kasubdit Edukasi, Inovasi, dan Kerja Sama Zakat Wakaf Wida Sukmawati mengajak pengurus Lembaga Amil Zakat (LAZ) untuk turun tangan dalam membantu masyarakat yang terjerat utang pinjol.

“Karena sesungguhnya orang yang mempunyai utang (ghorimin) merupakan salah satu golongan (asnaf) yang berhak untuk menerima bantuan dari zakat,” terang Wida, Rabu (26/1/2022).

Namun dalam memberikan bantuan kepada korban, LAZ harus melakukan verifikasi terlebih dahulu terkait alasan korban sehingga dapat terjerat utang pinjol tersebut. “Jika memang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup, bisa dibantu. Namun jika hanya untuk kegiatan konsumtif, ya tidak termasuk dalam golongan gharimin tadi,” terang Wida.

Oleh sebab itu, Wida mengajak umat Islam agar menyalurkan zakatnya melalui sejumlah Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang telah terjamin kredibilitasnya agar penyalurannya lebih merata kepada delapan golongan yang berhak menerima zakat. “Dengan menyalurkan melalui BAZNAS dan LAZ yang sudah kredibel, maka zakat tersebut menjadi lebih terjamin, baik dalam penghimpunan maupun pendistribusian,” jelasnya.

KHAZANAH REPUBLIKA