SEBAIKNYA nazar dengan yang mudah dan mungkin dilaksanakan seperti menyembelih kurban, hindari dengan yang berat dan menyulitkan, tetapi jika dia merasa mampu menjalankannya silahkan saja. Hal ini sesuai riwayat berikut:
Dari Jabir Radhiallahu Anhu, bahwa ada seorang laki-laki berkata pada hari Fathul Makkah: “Wahai Rasulullah, aku telah bernazar jila Allah menaklukan kota Mekkah untukmu, aku akan salat di Baitul Maqdis (Masjidil Aqsha).” Nabi bersabda: “Salat di sini saja.” Orang itu meminta lagi. Nabi menjawab: “Salat di sini saja.” Orang itu masih meminta lagi. Maka Nabi menjawab: “Kalau begitu terserah kamu.” (HR. Ahmad, Abu Daud, dan disahihkan oleh Al Hakim)
Jika akhirnya tidak mampu melaksanakan nazarnya, dia boleh membatalkan nazarnya dengan melakukan Kaffarat Nazar, sebagaimana kaffarat sumpah, sebagaimana hadis, “Kaffarat nazar itu sama dengan kaffarat sumpah.” (HR. Muslim No. 1645)
Bagaimana caranya?
1. Dengan memberikan makan kepada 10 fakir miskin masing-masing sebanyak satu mud gandum (atau disesuaikan dengan makanan dan takaran masing-masing negeri), atau mengundang mereka semua dalam jamuan makan malam atau siang sampai mereka puas dan kenyang, dengan makanan yang biasa kita makan.
2. Atau memberikan pakaian yang sah untuk salat. Jika fakir miskin itu seorang wanita, maka sebagusnya mesti dengan kerudungnya juga.
3. Atau memerdekakan seorang budak
Ketetapan ini sesuai firman Allah Taala sebagai berikut:
“Maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya).” (QS. Al Maidah: 89)
Kaffarat ini bukan hanya bagi orang yang tidak sanggup menjalankan nazarnya, tetapi juga bagi orang yang masih bingung menentukan nazarnya mau ngapain lalu dia putuskan membatalkannya, juga bagi yang nazar dengan maksiat. Hal ini sebagaimana hadis berikut dari Ibnu Abbas secara marfu:
Barang siapa yang bernazar dan dia belum tentukan, maka kafaratnya sama dnegan kaffarat sumpah. Barang siapa yang bernazar dalam hal maksiat, maka kaffaratnya sama dengan kaffarat sumpah, dan barang siapa yang nazar dengan hal yang dia tidak sanggup maka kaffaratnya sama dengan kaffarat sumpah, dan siapa yang nazarnya dengan sesuatu yang dia mampu, maka hendaknya dia penuhi nazarnya. (HR. Abu Daud No. 3322)
Hadis ini didaifkan oleh Syaikh Al Albani dalam Sahih wa Dhaif Sunan Abi Daud No. 3322. Sementara Imam Ibnu Hajar mengatakan dalam Bulughul Maram: “Isnadnya sahih, hanya saja para huffazh lebih menguatkan bahwa ini hanyalah mauquf.” Mauquf maksudnya terhenti sebagai ucapan sahabat nabi saja, yakni Ibnu Abbas, bukan marfu/ ucapan nabi.
Wallahu Alam. [Ustadz Farid Nu’man Hasan, S.S]
– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2338736/cara-bernazar-sesuai-syariat-islam#sthash.U7E6dIaW.dpuf