Benarkah Muslimah Tidak Boleh Memakai BH? Begini Pandangan Islam Sesungguhnya

Hukum memakai BH yang benar dalam Islam

Dunia media sosial viral dengan adanya fatwah yang dinarasikan dari ulama Arab bahwa memakai bra (BH) adalah tidak boleh. Demikian sebab memakainya sama dengan berusaha menonjolkan payu darah dan perempuan terlihat lebih muda serta menjadi sumber fitnah.

Klaim memakai BH tidak boleh ini sebagaimana dilansir temanshalih.com, yang mengutip fatwa Lajnah Dainah Arab Saudi (17/107).

Begini bunyi Fattwa Lajnah Daimah Arab Saudi terkait masalah yang lagi viral:

“لبس حمالات الثدي يحدده ، ويجعل النساء كواعب ، فتكون بذلك مثار فتنة ، فلا يجوز لها أن تظهر به أمام الرجال الأجانب منها ” انتهى .

“فتاوى اللجنة الدائمة” (17/107) .

Artinya: “Memakai BH mengakibatkan bentuk payudara menjadi nampak dan membuat para perempuan nampak lebih muda sehingga mereka menjadi sumber fitnah. Oleh karena itu, mereka tidak boleh memakainya di hadapan para lelaki yang bukan mahramnya.”

Terjemahan di atas adalah terjemahan yang disampaikan oleh temanshalih.com. Ia menerjemahkan kalimat فلا يجوز لها أن تظهر به أمام الرجال الأجانب منها ” انتهى dengan makna “tidak boleh memakainya di hadapan para lelaki yang bukan mahramnya.”

Padahal, menurut fotodakwah.com, kalau dicermati dengan pemahaman bahasa Arab yang benar, redaksinya seharusnya bukan “tidak boleh memakainya”, tetapi yang benar adalah “tidak boleh menampakkannya” di depan lelaki asing (bukan mahram), sesuai teks aslinya: فلا يجوز لها أن تظهر به.

Oleh karena itu apa yang disampaikan temanshalih.com terkait tidak boleh memakai BH bagi wanita muslimah adalah tindakan yang terburu-buru, tidak didasari pada pemahaman bahasa Arab yang benar. Kesalahan fatal dalam menerjemahkan ini berakibat pada kesalahan memberi kesimpulan.

Kalau kita melihat redaksi aslinya, yaitu فلا يجوز لها أن تظهر به, maka yang tidak boleh itu bukan memakai BH-nya, tetapi (yang tidak boleh adalah) menampakkan BH yang dipakai wanita di depan lelaki bukan mahram. Memakai BH tetap boleh dalam Islam, apalagi demi kenyamanan.

Fotodakwah.com juga menegaskan, bila kita merujuk ulama Saudi yang lain, Syaikh Utsaimin, beliau berpendapat demikian:

وقال الشيخ ابن عثيمين رحمه الله : ” وأما الحمالات فلا بأس بها أن تضع المرأة شيئاً يجمل ثديها فإنه لا بأس به ، إلا أني أرى أنه لا ينبغي للمرأة الشابة التي لم تتزوج أن تلبسه لأنها حينئذٍ ينشأ في نفسها محبة الظهور والافتتان والفتن ، فلا ينبغي أن تفعل ، ثم المرأة المتزوجة التي تفعله لزوجها فلا بأس به هذا يعتبر من التجميل ” انتهى من “فتاوى نور على الدرب” .

Di mana inti dari terjemahan di atas adalah sebagai berikut:

“Tidak masalah untuk memakai sesuatu yang mempercantik “sesuatu” itu. Kecuali untuk gadis yang belum menikah karena akan menimbulkan fitnah. Namun beda bagi wanita yang sudah menikah yang melakukannya untuk suaminya, maka ini tidak mengapa (boleh). Hal Itu merupakan upaya mempercantik diri.”

Kesimpulannya, memakai BH bagi wanita muslimah adalah boleh. Klaim ketidakbolehan hanya timbul karena kesalahpahaman menerjemahkan teks bahasa Arab. Semoga bermanfaat.[]

Sumber: Fotodakwah.com dan temanshalih.com

AKURAT.co

BH dan Pandangan Misoginis Terhadap Perempuan

BH tengah viral. Jadi bahan gunjingan nitizen dan masyarakat Indonesia. Berseliweran di pelbagai media. Portal media mainstream dan media sosial. Di Twitter, topik BH ramai dibahas nitizen. Jamaah Facebook pun tak mau ketinggalan. Begitu juga dengan Instragram. Semua beramai-ramai mengeroyok BH. Ini artinya, terdapat pandangan misoginis terhadap perempuan karena pakaian perempuan pun turut dikomentari dan dihujat.

Apa musabab BH jadi obrolan? Hal itu tak terlepas dari sebuah berisi hukum memakai BH bagi perempuan. Dalam tulisan tersebut mengutip fatwa dari Lembaga Fatwa Saudi (yang menurut si penulis lembaga fatwa tersebut melarang pakai BH. Ini hasil teks resmi dari media temanshalih.com:

Hukum memakai BH dalam Islam, memakai BH mengakibatkan bentuk payudara menjadi tampak dan membuat para perempuan tampak lebih muda sehingga mereka menjadi sumber fitnah. Wanita muslim tidak boleh memakai BH di hadapan para lelaki yang bukan mahramnya.

Dalam tulisan itu jelas sekali si penulis melarang perempuan muslimah untuk memakai bra atau BH. Terlebih saat bersama dengan yang bukan mahram. Alasannya akan membuat tubuh perempuan terbentuk. Lebih dari itu, memakai bra membuat para perempuan nampak lebih muda sehingga mereka menjadi sumber fitnah.

Unggahan kontroversi itu menyebutkan agar wanita yang tengah taaruf tidak menggunakan bra. Hal itu akan menimbulkan fitnah. Jika perempuan ingin memekai bra, cukup didepan mahram saja. Itu akan lebih aman.

BH dan pandangan misoginis terhadap perempuan

Pandangan kontroversial terhadap perempuan yang memakai BH ibarat fenomena gunung es terhadap diskriminasi dan misoginis terhadap perempuan. Kita tak bisa menutup mata, perempuan selalu dianggap obyek yang membahayakan. Perempuan juga kerap dianggap sumber dosa dan fitnah.

Tak hanya itu, larangan perempuan memakai BH juga mengindikasikan danya pandangan bahwa perempua adalah aurat. Pandangan yang sudah mengakar dan bercangkar lama di tengah masyarakat. Inilah yang membuat perempuan senantiasa mengalami diskriminasi sosial.

Perempuan aurat inilah yang menjadi titik masalah sosial perempuan. Sehingga menimbulkan konsepsi buruk tentang perempuan. Misalnya perempuan tak boleh tampil di hadapan publik. Perempuan tak boleh menjadi guru, pembicara seminar, dan tokoh publik.

Untuk memperkuat argumen dikutipkan hadis-hadis yang seolah mendukung pandangan bahwa perempuan adalah aurat. Tepat seperti yang dikatakan oleh Lies Marcoes, tokoh feminis Indonesia yang menyatakan diskriminasi  perempuan itu lekat sebab didukung oleh pandangan misoginis. Inilah hadis yang melegitimasi perempuan adalah aurat.

اَلْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ ، وَإِنَّهَا إِذَا خَرَجَتْ مِنْ بَيْتِهَا اِسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ، وَإِنَّهَا لاَتَكُوْنُ أَقْرَبَ إِلَى اللهِ مِنْهَا فِيْ قَعْرِ بَيْتِهَا

Artinya; Dari Abdullah bin Masud Nabi bersabda; perempuan itu aurat. Maka ketika ia keluar rumah, setan akan menyambutnya (menggodanya berbuat dosa dan mengajaknya menggoda orang lain untuk berbuat dosa.

Perempuan aurat ini berimplikasi besar terhadap perempuan. Seperti ditulis oleh KH. Faqihuddin Abdul Qodir dalam buku Perempuan (Bukan) Fitnah, dengan mengutip pandangan Syekh Al Ghazali ulama besar Al Azhar yang menyesalkan pandangan misoginis terhadap perempuan.

Hal ini membuat pandangan seolah perempuan hanya boleh keluar dari rahim ibunya. Keluar dari rumah orang tuanya ke rumah suaminya. Pun dari rumah suaminya ke liang lahat. Itu saja aktivitas yang membolehkan perempuan. Sisanya, perempuan hanya boleh tinggal di rumah, sebab ia adalah aurat.

Padahal sejatinya, perempuan adalah manusia utuh layaknya laki-laki. Punya kesempatan yang sama untuk eksis di depan publik. Perempuan juga bisa jadi tokoh publik, politisi, pengusaha, karyawan, sekolah, shalat ke masjid dan jadi aktivis kemanusiaan. Itulah tugas mulia laki-laki dan perempuan sebagai khalifah Allah di muka bumi.

Terkait teks hadis perempuan adalah aurat, KH Faqihuddin Abdul Qodir menawarkan gagasan mubadalah untuk memahami teks tersebut. Metode mubadalah dengan menempatkan perempuan dan laki-laki sebagai subyek setara di hadapan makna yang dimunculkan.

Hal itu bisa terlihat jika merujuk pada Q.S al Ahzab/33;13, misalnya dikatakan aurat adalah sesuatu yang mudah diserang musuh suatu kaum atau bangsa dan dijadikan alat untuk menghancurkan keseluruhan kaum atau bangsa tersebut. Allah berfirman;

وَإِذۡ قَالَت طَّآئِفَةٌ مِّنۡهُمۡ يَٰٓأَهۡلَ يَثۡرِبَ لَا مُقَامَ لَكُمۡ فَٱرۡجِعُواْ ۚ وَيَسۡتَـٔۡذِنُ فَرِيقٌ مِّنۡهُمُ ٱلنَّبِىَّ يَقُولُونَ إِنَّ بُيُوتَنَا عَوۡرَةٌ وَمَا هِىَ بِعَوۡرَةٍ ۖ إِن يُرِيدُونَ إِلَّا فِرَارًا

Artinya; (Ingatlah) ketika segolongan di antara mereka berkata, “Wahai penduduk Yasrib (Madinah), tidak ada tempat bagimu. Maka, kembalilah kamu!” Sebagian dari mereka meminta izin kepada Nabi (untuk kembali pulang) dengan berkata, “Sesungguhnya rumah-rumah kami terbuka (tidak ada penjaga).” Padahal, rumah-rumah itu tidak terbuka. Mereka hanya ingin lari (dari peperangan).

Dengan makna ini, agar sesuatu tidak lagi aurat sesuatu itu harus diperkuat, dilindungi, atau bahkan diubah menjadi alat pertahanan yang meningkatkan harga diri dan wibawa suatu kaum. Begitu penjelasan dalam buku Perempuan (Bukan) Fitnah.

Akhirnya, pandangan misoginis terhadap perempuan hingga hari ini masih terus eksis. Diskriminasi terhadap perempuan sampai sekarang masih saja ada dan menancapkan kuku. Sehingga perempuan selalu menjadi obyek diskriminasi. Untuk itu, tugas kita bersama untuk memberikan pencerahan terhadap masyarakat luas.

Oleh: Aisyah Nursyamsi

BINCANG MUSLIMAH