Sebagaimana kita ketahui sebelumnya bahwa Bitcoin merupakan koin asli (native coin) dengan basis aset cryptocurrency. Sementara itu, ada aset lain yang memiliki basis aset crypto, yaitu Altcoin.
Tanggapan dari para fuqaha’ terhadap penggunaan aset cryptocurrency dalam transaksi perdagangan pun juga beragam. Ada yang mengharamkan secara mutlak disebabkan potensi buble yang dimilikinya. Potensi buble ditengarai oleh kondisi aset crypto sendiri cenderung rawan terhadap fluktuasi sehingga tidak aman dipergunakan sebagai unit penyimpan kekayaan.
Fuqaha yang menyatakan keharaman ini dapat kita klasifikasikan sebagai bagian dari fuqaha jumhuriyah. Mengapa? Sebab keputusan mereka terhadap aset crypto semacam BTC adalah didasarkan pada pertimbangan kemaslahatan mata uang resmi negara.
Adapun pandangan yang akan kita telaah lebih lanjut dalam forum ini, adalah pandangan yang menempatkan aset crypto sebagai komoditas yang dibutuhkan oleh para pengusaha yang berafiliasi dengan aset crypto, guna memudahkan proses transfer antar negara sehingga dapat memangkas biaya-biaya pengeluaran akibat menggunakan sistem yang tersentralisasi. Aset crypto sendiri merupakan aset yang diperdagangkan secara terdesentralisasi.
Trading Aset Crypto
Yang dimaksud dengan trading aset cryptocurrency adalah jual beli aset crypto pada perdagangan berjangka komoditi. Bappebti (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi) sendiri sudah menerima aset cryptocurrency untuk diperdagangkan di Pasar berjangka. Itu sebabnya, maka trading aset crypto di pasar berjangka komoditi, adalah menempati kedudukan yang sama dengan trading saham, forex, indeks dan berbagai portofolio efek lainnya.
Dengan menempatkan aset crypto sebagai bagian dari efek di pasar modal, maka secara tidak langsung, setiap aset crypto akan dipandang sebagai berikut:
- Ia dipandang sebagai yang dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, sosial, politik, dan alam yang melingkupii pihak penerbit platform cryptocurrency. Jadi, mirip dengan saham, yang harganya bisa naik atau turun sebab dipengaruhi faktor eksternal yang melingkupinya
- Seiring tempat terjadinya transaksi adalah di pasar berjangka, maka meniscayakan adanya broker (makelar) trading. Broker ini sudah pasti melazimkan adanya terdaftar dan diakui secara resmi oleh otoritas keuangan setempat.
- Ia dipandang sebagai efek yang bisa diperdagangkan secara spot, option, swap, future dan forward.
- Akibat mengikuti pola yang berlaku pada trading, maka ada kemungkinan unsur riba yang terlibat di dalamnya, khususnya bila perdagangannya tidak sesuai dengan yang digariskan oleh syara’
Mekanisme Perdagangan Aset Crypto di Pasar Modal
Sebagaimana pernah kita bahas sebelumnya, bahwa cryptocurrency itu ada dalam dua bentuk, yaitu berbentuk native coin dan token, maka secara tidak langsung, akad yang menyusun trading crypto juga dibedakan menurut kedua jenis tersebut.
Aset Crypto dalam Bentuk Coin
Untuk aset crypto yang berbentuk coin, melakukan trading terhadap aset ini adalah menyerupai trading forex (valas). Mengapa? Sebab cryptocurrency yang ada dalam bentuk coin, adalah disamakan manfaatnya sebagai mata uang.
Itu sebabnya, secara sistem trading, maka hukumnya bisa dipilah sebagai berikut:
- Spot, yaitu meniscayakan wajibnya harga disepakati saat itu juga di majelis akad (secara kontan).
- Adapun untuk trading option, maka hukumnya adalah haram disebabkan karena adanya unsur judi dalam praktiknya
- Swap, features dan forward, maka hukumnya bisa dikelompokkan sebagai 2, yaitu:
- Boleh, dengan catatan: (1) transaksi harus berlangsung tunai, yaitu keberadaan besaran nilai tukarnya wajib disepakati di majelis akad, (2) jelas kapan waktu serah terimanya (imkan al-qabdli wa al-taslim).
- Haram, apabila tidak terjadi kesepakatan secara tunai sehingga harga mengikuti kapan waktu diserahkannya barang
Aset Crypto dalam bentuk Token
Untuk aset crypto yang berbentuk token, maka melakukan trading terhadapnya adalah menyerupai trading obligasi (surat pernyataan pengakuan utang). Alhasil, di dalam akad ini, tersimpan makna adanya jual beli utang dengan utang (bai’ al-dain bi al-dain). Para fuqaha’ menyebutnya sebagai akad hiwalah, yaitu pengalihan tanggungan.
Bagaimana hukum mentradingkannya? Sama dengan ketentuan sebelumnya yang berlaku pada trading coin cryptocurrency, yaitu bisa haram dan bisa boleh. Faktor keharaman berlaku bilamana terdapat unsur gharar (ketidakpastian / untung-untungan) dan maisir (judi).
Penutup
Sebenarnya, masih ada banyak hal yang belum diungkap oleh penulis dalam hal ini. Namun, ada satu catatan yang perlu disampaikan, yaitu bahwa rincian sebagaimana di atas untuk aset crypto, adalah berangkat dari pendapat yang menyatakan bahwa aset crypto merupakan komoditas alat tukar yang bisa diterima oleh perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam penggunaannya.
Alhasil, hukum ini akan berbeda bila dipandang dari sisi para fuqaha kontemporer yang memandang bahwa aset crypto sebagai yang tidak sah untuk dijadikan alat tukar. Dengan demikian, menurut kategori fuqaha terakhir, maka memperdagangkan aset crypto hukumnya adalah haram, sehingga melibatkannya dalam trading adalah juga haram. Wallahu a’lam bi al-shawab