Dalam literatur fikih klasik, alat yang dipakai untuk istinja’ adalah air dan batu sebagai medium menghilangkan najis setelah buang air kecil atau air besar. Suatu proses menghilangkan najis dari badan sebagai syarat sah untuk melakukan ibadah seperti shalat.
Menjadi persoalan ketika di tempat buang air seperti di toilet tidak tersedia air dan batu, hanya ada tisu. Atau, buang air saat melakukan perjalanan, sementara di kendaraan yang kita tumpangi tidak ada persediaan air, batu juga sulit ditemukan, yang ada hanya tisu. Apakah tisu bisa dijadikan alat untuk istinja’ sebagai ganti batu?
Dalam kitab-kitab fikih, seperti Fathul Qarib, istinja’ hukumnya wajib. Setelah buang air kecil atau air besar seseorang wajib membersihkan sisa najis yang ada di lubang tempat keluarnya air kencing atau kotoran. Sisa najis tersebut disucikan menggunakan air yang “suci dan mensucikan”. Sebab tidak semua air bisa digunakan untuk istinja’, harus air yang suci mensucikan.
Jika tidak menemukan air alternatif berikutnya menggunakan batu atau benda padat lainnya memiliki kesamaan dengan batu. Sebagaimana air, benda-benda padat tersebut harus suci, ditambah syarat-syarat lain yang akan dijelaskan selanjutnya.
Persoalannya, apabila air dan batu serta benda padat yang mirip dengan batu tidak ditemukan. Hanya ada tisu, misalnya. Apakah tisu bisa dikategorikan benda yang semakna dengan batu?
Benda padat yang dikategorikan memiliki kesamaan dengan batu disyaratkan harus suci dan bukan merupakan benda yang dimuliakan oleh syari’at Islam. Melihat definisi ini, tisu termasuk benda padat bukan benda cair.
Dengan demikian, tisu masuk kategori benda padat yang semakna dengan batu (fi ma’nahu). Dengan syarat tisu tersebut suci, bisa membersihkan dan tidak termasuk benda terhormat dalam pandangan syari’at Islam.
Lebih jelas, dalam kitab Bughyah al Mustarsyidin, boleh istinja’ menggunakan kertas-kertas putih yang tidak ada tulisan asma Allah, sebagaimana keterangan yang ada dalam kitab Al I’ab.
Dalam kitab Al Fiqh ‘ala Madzahib al Arba’ah, dijelaskan, tidak makruh beristinja’ menggunakan kertas yang tidak terdapat tulisan, atau tidak layak dijadikan media untuk menulis.
Kesimpulannya, boleh istinja’ menggunakan tisu manakala seseorang tidak menjumpai air atau batu. Namun, karena tisu dikategorikan benda yang semakna dengan batu, maka syarat-syarat istinja’ dengan batu juga berlaku ketika istinja’ menggunakan tisu.
Yakni, istinja’ harus dilakukan sebelum kotoran atau najis mengering dan kotoran tersebut tidak merembet pada tempat selain tempat keluarnya. Maka, kalau kotorannya telah mengering atau mengenai tempat selain tempat keluarnya, tidak sah istinja’ menggunakan tisu, wajib menggunakan air.