Bolehkah Puasa Rajab dan Syaban Berturut-turut Hingga Ramadhan?

Umat Islam sebaikany tidak membebani diri dengan berpuasa melebihi kemampuan.

Salah satu amalan ibadah yang baik adalah puasa sunnah. Dalam menyambut momentum bulan-bulan mulia dalam Islam, bolehkah melakukan puasa Rajab dan Syaban berturut-turut hingga Ramadhan?

Dilansir di About Islam, Ahad (14/1/2024), Cendekiawan Muslim terkemuka yang juga Ketua Komite Fatwa Al-Azhar, almarhum Syekh Atiyyah Saqr pernah menyampaikan mengenai posisi puasa di bulan-bulan mulia dalam Islam.

Puasa Ramadhan

Puasa di bulan Ramadhan, menurut Syekh Saqr, adalah wajib sebagaimana halnya puasa untuk menunaikan nazar, atau sebagai penebus dosa. Sedangkan puasa yang lain hanya dianjurkan saja. Nabi Muhammad SAW mendorong umat Islam untuk melakukan puasa sunnah dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dalam hadits yang shahih.

“Sesungguhnya barang siapa yang berpuasa satu hari karena ridha Allah, maka Allah akan menjauhkan wajahnya dari api (Neraka) selama (jarak yang ditempuh dengan perjalanan) tujuh puluh tahun.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Puasa di bulan Rajab

Selain itu, puasa terpuji adalah pada bulan-bulan haram (mulia), salah satunya Rajab, begitu pula pada bulan Syaban. Akan tetapi, Imam Ibnu Hajar meriwayatkan bahwa tercela berpuasa di bulan Rajab dengan niat menjadikannya serupa dengan Ramadhan atau mengira bahwa puasa tersebut mempunyai keistimewaan pada bulan itu sendiri.

Terdapat hadits shahih tentang keutamaan puasa di bulan Syaban. Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Sayyidah Aisyah berkata, “Nabi biasa menjalankan puasa paling banyak di bulan Syaban; bahkan nampaknya Nabi berpuasa sepanjang bulan itu. Dalam riwayat mengenai hal ini, diriwayatkan bahwa Nabi SAW melakukan hal tersebut dalam rangka menyambut datangnya bulan Ramadhan.”

An-Nasa’i meriwayatkan bahwa Usamah bin Zaid ra bertanya kepada Nabi, “Aku belum pernah melihatmu berpuasa di bulan seperti yang kamu lakukan di bulan Syaban.”

Nabi bersabda, “Ini adalah bulan yang diabaikan orang, yaitu antara Rajab dan Ramadhan. Pada bulan itu amal dipersembahkan kepada Allah Tuhan semesta alam, maka aku senang amalku dipersembahkan ketika aku sedang berpuasa.”

Adapun puasa yang terus-menerus atau puasa di akhir bulan Syaban dan menghubungkannya dengan Ramadhan, kata Syekh Saqr, tidak dianjurkan berpuasa pada waktu tersebut. Sebab, di dalam hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Dawud yang menjadi dasar pendapat Imam Syafii, hal itu tidak dibolehkan karena dilarang berpuasa dua hari sebelum Ramadhan.

Para perawi meriwayatkan sebuah hadits yang berbunyi, “Rasulullah bersabda, ‘Janganlah seorang di antara kalian berpuasa satu atau dua hari sebelum bulan Ramadhan kecuali dia mempunyai kebiasaan menjalankan puasa sunnah (dan jika dia puasanya bertepatan dengan hari itu), maka dia boleh berpuasa pada hari itu.”

Syekh Saqr menjelaskan tidak ada hadits yang menjadikan puasa Rajab dan Syaban terus-menerus dan menghubungkannya dengan Ramadhan sebagai bid’ah yang tercela dalam agama.

“Seperti yang saya katakan tadi, puasa pada bulan Rajab dan Syaban diperbolehkan. Adapun Rajab merupakan salah satu bulan suci,” ujar beliau.

Puasa di bulan Syaban

Mengenai bulan Syaban, Nabi SAW biasa berpuasa di dalamnya. Meski demikian, ada nasihat bagi umat Islam untuk tidak membebani diri mereka sendiri dengan berpuasa melebihi kemampuan mereka.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, Sayyidah Aisyah  meriwayatkan, “Nabi tidak pernah berpuasa pada bulan apa pun lebih dari pada bulan Syaban. Beliau bersabda: “Lakukanlah amalan yang mudah kamu kerjakan, karena Allah tidak akan lelah (memberi pahala) sampai kamu bosan dan lelah (melakukan amal shaleh).”

Terlebih lagi, kata Syekh Saqr, jika seseorang tetap berpuasa dua bulan berturut-turut padahal hal ini mungkin mempengaruhi puasa Ramadhan, maka ia akan lalai.  Demikian pula halnya dengan puasa karena nazar karena akan membebani seseorang.

Namun, puasa Rajab dan Syaban dibolehkan bagi yang mampu berpuasa tanpa merasa lelah. Selain itu, jika seorang istri ingin menjalankan puasa sunnah, ia harus meminta izin suaminya. Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, “Seorang wanita tidak boleh berpuasa (puasa sunnah) kecuali dengan izin suaminya.”

ISLAMDIGEST