Pada suatu hari Rasulullah saw bersama dua sahabatnya melewati kuburan. Ketika sampai di pertengahan jalan tiba-tiba Rasulullah berhenti. Sontak, dua sahabatnya pun bertanya kepada Rasululullah, “Mengapa engkau menghentikan perjalanan ini, Rasul?” Rasulullah menjawab pertanyaan yang dilontarkan sahabatnya tersebut, “Aku mendengar dua orang penghuni kubur yang sedang disiksa dengan siksaan yang sangat pedih.” Kemudian Rasulullah menerangkan tentang apa yang diberitahukan Allah perihal siksa kubur. Beliau bersabda,
يُعَذَّبَانِ ، وَمَا يُعَذَّبَانِ فِى كَبِيرٍ ، ثُمَّ قَالَ بَلَى ، كَانَ أَحَدُهُمَا لاَ يَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِهِ ، وَكَانَ الآخَرُ يَمْشِى بِالنَّمِيمَةِ
“Kedua orang tersebut disiksa bukan karena sebab melakukan dosa besar”, lalu beliau melanjutkan sabdanya, “Benar (sebenarnya itu adalah dosa besar), salah satunya disiksa karena tidak menjaga diri saat buang air kecil dan yang satu lagi disiksa karena namimah (adu domba). (HR. Bukhari)
Ibnu Hajar al-Asqolani dalam kitabnya Fath al-Bari, ketika menjelaskan hadis ini, memaparkan pemahaman redaksi “wa maa yu’addzibaani fii kabiir”. Maksudnya adalah dua dosa tersebut menurut mereka (dua orang yang disiksa kubur) bukanlah dosa besar. Dua dosa itu dianggap dosa kecil dan remeh. Padahal menurut Allah dua dosa itu adalah merupakan dosa yang besar.
Anggapan meremehkan dosa itu pernah dilukiskan Allah dalam firmannya yang berbunyi,
وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمٌ
“Kamu mengira bahwa hal itu adalah remeh padahal di hadapan Allah sangat besar” (QS. An-Nur: 15)
Dua dosa yang dianggap remeh namun sebenarnya merupakan dosa yang sangat besar dan menyebabkan siksa yang amat pedih. Dua dosa itu adalah tidak menjaga diri dari kencing dan namimah.
Menurut sebagian ulama, dosa tidak menjaga diri dari kencing diarahkan kepada tidak menutup aurat saat buang air kecil. Namun, menurut pendapat yang lebih Mu’tamad (dijadikan pedoman) adalah tidak menjaga diri dan pakaian pada waktu buang air kecil sehingga terciprat oleh air kencing.
Akibatnya, tubuh dan pakiaannya terkena najis dan shalat yang ia lakukan menjadi tidak sah. Karena di antara syarat sahnya shalat adalah sucinya badan, pakaian dan tempat shalat dari najis.
Pada zaman ini, perkara menjaga diri dan pakaian dari air kencing sudah menjadi perkara yang remeh. Tak perlu jauh-jauh, kita bisa melihat sendiri di pusat perbelanjaan atau tempat-tempat umumsering kali yang tersedia adalah tempat buang air kecil yang tidak representatif, atau berupa urinoir yang membuat orang sulit menghindari cipratan air kencing.
Selain karena faktor fasilitas, faktor “kemalasan” juga menjadi hal yang dominan dalam diri kita. Selepas buang air kecil tidak beristinja’ (cebok) dengan baik, bahkan ada yang tanpa merasa berdosa setelah buang air kecil langsung memasukkanya tanpa beristinja’ terlebih dahulu. Akibatnya, pakaian terkena najis.
Yang kedua adalah namimah; mengadu domba antara dua orang atau pihak agar saling bermusuhan. pada zaman ini, hal ini juga merupakan perkara yang sering dinggap remeh. Karena alasan karir, dua orang diadu. Karena alasan bisnis, dua pesaing dibuatnya bermusuhan. Karena alasan politik, fitnah dihujamkan agar dua pihak saling berlawanan.
Di era teknologi ini, namimah sepertinya bukanlah menjadi sesuatu yang ditakuti lagi, padahal dosa ini di sisi Allah merupakan dosa yang sangat besar yang mengakibatkan pelakunya mendapatkan siksa yang sangat pedih kelak di alam barzakh.
Semoga kita dilindungi dan diampuni oleh Allah dari segala dosa yang kita lakukan baik sengaja ataupun tidak. Amin.