Bulan Safar, Bulan Istimewa atau Bulan Sial?

Safar adalah salah satu nama bulan di antara dua belas bulan hijriah dan terletak setelah bulan Muharam. Lebih tepatnya, bulan kedua pada penanggalan hijriah.

Penamaan bulan Safar

Terdapat beberapa pendapat mengenai penamaan bulan Safar. Ada yang mengatakan, Safar diambil dari kata isfaru makkah (kosongnya kota Makkah). Maksudnya, kota Makkah kosong dari penduduknya karena mereka melakukan safar (berpergian) pada bulan tersebut. Ada pula yang mengatakan, dinamakan bulan Safar karena dahulu para kabilah-kabilah Arab ketika pergi berperang, mereka tidak akan meninggalkan seseorang yang mereka temui, kecuali akan dirampas barangnya tersebut tanpa sisa. Inilah di antara beberapa penamaan bulan Safar.

Keistimewaan bulan Safar

Pada bulan Safar ini, tidak terdapat dalil yang menunjukkan secara spesifik tentang keistimewaan bulan Safar. Bulan Safar itu sama saja dengan bulan yang lainnya dari bulan-bulan hijriah. Karena seluruh hari yang Allah ciptakan adalah baik, dan bulan Safar ini termasuk hari-hari yang baik.

Tentunya, pada bulan ini bisa dilakukan amalan-amalan seperti yang dilakukan di bulan lainnya. Di antaranya: qiyamul lail (menghidupkan malam dengan ibadah), membaca Al-Qur’an dan mentadabburinya, berdoa dan zikir di pagi dan malam hari, berpuasa sesuai dengan kemampuan, zakat dan sedekah, menyambung tali silaturahmi dan menyebarkan salam, selawat kepada Nabi shallalahu ‘alaihi wasallam, dan menuntut ilmu syar’i.

Inilah amalan-amalan secara umum yang bisa dikerjakan di bulan Safar maupun di bulan-bulan lainnya. Tentunya masih banyak lagi amalan-amalan yang bisa dikerjakan.

Peristiwa-peristiwa di bulan Safar

Kendati tidak ada keistimewaan secara khusus, namun terdapat peristiwa-peristiwa yang terjadi di bulan Safar pada zaman dahulu, yang hal ini kiranya rugi jika tidak diketahui.

Ibnul Qayyim rahimahullah beliau membawakan dalam kitabnya Zadul Ma’ad tentang beberapa peristiwa atau peperangan yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berperang pada bulan tersebut. Berikut ini di antara kejadian maupun peperangan yang terjadi di bulan Safar. Di antaranya:

Perang Al-Abwa

Perang ini di sebut dengan perang Al-Abwa. Ibnul Qayyim rahimahullah menuturkan, “Kemudian beliau berperang dengan diri beliau sendiri pada perang Al-Abwa atau yang dikenal dengan Waddan. Yaitu, perang yang pertama kali beliau ikut serta dengan diri beliau sendiri. Perang itu terjadi pada bulan Safar, dua belas bulan dari peristiwa hijrah.

Kala itu, yang membawa bendera perang adalah Hamzah bin Abdul Muthalib. Bendera tersebut berwarna putih. Sa’ad bin ‘Ubadah diminta oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menjaga kota Madinah. Orang-orang muhajirin saat itu keluar (dari Madinah) secara khusus untuk menghadang orang-orang Quraisy yang membawa barang dagangan. Quraisy pun tidak dapat melakukan tipu daya.

Dalam perang ini, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengambil perjanjian Makhsyi bin Amr Ad-Dumari, pemimpin Bani Dumar. Perjanjian tersebut berisikan kaum muslimin tidak akan menyerang Bani Dumar dan mereka (Bani Dumar) tidak akan menyerang kaum muslimin, tidak mengumpulkan (pasukan), dan tidak membantu musuh. Perjanjian akan perdamaian itu ditulis antara Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan mereka dalam suatu perjanjian. Hal itu yang menjadikan mereka (Bani Dumar) tidak kelihatan selama lima belas malam.” [1]

Peristiwa terbunuhnya para sahabat penghafal Al-Qur’an

Ibnul Qayyim rahimahullah menuturkan, “Ketika bulan Safar (tahun ketiga hijriah), kaum ‘Adhal dan Qarah datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka menceritakan bahwa di antara mereka ada yang masuk Islam. Mereka pun meminta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk mengutus bersama mereka orang-orang yang  bisa mengajarkan agama dan membacakan Al-Qur’an kepada mereka.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun mengutus enam orang (menurut pendapat Ibnu Ishaq). Imam Al-Bukhari mengatakan; mereka (para sahabat yang diutus) berjumlah sepuluh orang.

Martsad bin Abi Martsad Al-Ganawiy diangkat oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjadi pemimpinnya. Bersama mereka pun ada Khubaib bin ‘Adi. Mereka pun pergi bersama-sama, tatkala sampai di Roji’ -mata air milik suku Hudzail yang mengarah ke Hijaz-, kaum itu pun berkhianat kepada para sahabat. Para sahabat berteriak minta tolong kepada suku Hudzail, lalu mereka datang mengepungnya. Maka para sahabat hampir semuanya dibunuh, sedangkan Khubaib bin Adi dan Zain bin Datsinah ditawan. Keduanya dibawa dan dijual di Makkah. Dan keduanya pernah membunuh pembesar Makkah waktu perang Badar.” [2]

Perang Khaibar

Perang Khaibar terjadi di akhir bulan Muharram, bukan ditaklukkan pada bulan Safar. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah. [3]

Perang Bir Ma’unah

Terjadi pula pada bulan Safar tahun ke empat (peristiwa sumur Ma’unah). Kisah di mana utusan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, yakni para sahabat yang kira-kira berjumlah tujuh puluh orang, dikhianati. Sehingga terdapat beberapa sahabat yang terbunuh pada peristiwa ini. [4]

Dan masih banyak lagi peristiwa-peristiwa ataupun peperangan yang terjadi di bulan Safar. Tentunya hal ini sebagai pengetahuan bahwasanya tidak ada kesialan pada bulan Safar. Bahkan, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjalani beberapa peperangan di bulan Safar. Andaikata bulan ini adalah bulan yang sial, tentunya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beserta para sahabatnya tidak akan berangkat untuk berperang.

Semoga bermanfaat, wallahul muwaffiq. 

***

Depok, 07 Safar 1446H / 10 Agustus 2024

Penulis: Zia Abdurrofi

Sumber: https://muslim.or.id/97133-bulan-safar-bulan-istimewa-atau-bulan-sial.html
Copyright © 2024 muslim.or.id

Bulan Shafar Bulan Kesialan dan Bala’, benarkah?

Dikenal di dalam tradisi kejawen, dan juga tradisi beberapa daerah diluar Jawa, sebuah mitos tentang bulan Shafar (bahasa Jawa-Sapar). Bahwasanya bulan Shafar adalah lanjutan dari bulan Muharram (bahasa Jawa-Suro), yang mana anggapan beberapa masyarakat awam, keduanya erat dengan kesialan dan bala’.

Dikenal di dalam keyakinan orang awam ada istilah Arba’ Mustakmir atau Rebo Wekasan, di beberapa daerah, sebut saja di Jogjakarta, disebut Rabu Pungkasan, atau di daerah Banten sebagai Rebo Kasandan, dianjurkan untuk melakukan amalan shalat sunah tolak bala, yaitu salat sunnah (menurut mereka), yang dilaksanakan setelah terbitnya matahari, atau di waktu shalat Dhuha.

Pelaksanaan sholat sunnah tolak Bala ini diambil dari keterangan yang tercantum dalam kitab al-Jawahir al-Khomsi halaman 51-52, dilaksanakan pada pagi hari Rabu terakhir bulan Shofar, sebanyak 4 rakaat 2 kali salam.

Dengan niat

اُصَلِّي سُنَّةً لِدَفْعِ الْبَلاَءِ رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعَالَى

“Saya sholat sunnah untuk tolak bala dua rakaat karna allah“.

Setiap rakaat ba’da fatihah membaca :
– Surat al-Kaustar 17 kali,
– Surat al-Ikhlash 5 kali,
– Surat al-Falaq dan an-Nas masing-masing 1 kali

Bagaimana pandangan Islam terhadap keyakinan masyarakat awam ini?

Anggapan adanya waktu sial di Bulan Shafar ini dibantah langsung oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ عَدْوَى وَلاَ طِيَرَةَ وَلاَ هَامَةَ وَلاَ صَفَرَ

“Tidak ada penularan penyakit (dengan sendirinya), tidak ada tiyaroh (mengkaitkan nasib buruk dengan apa yang dilihat atau didengar), tidak ada burung yang menunjukkan akan ada anggota keluarga yang mati, dan tidak ada kesialan di bulan shofar”
(HR Al-Bukhari dan Muslim). (1)

Syaikh bin Baz, memberikan penjelasan kata-kata (وَلاَ صَفَرَ) pada hadits di atas

وأما قوله ﷺ: ولا صفر فهو الشهر المعروف وكان بعض أهل الجاهلية يتشاءمون به. فأبطل النبي ﷺ ذلك، وأوضح ﷺ أنه كسائر الشهور ليس فيه ما يوجب التشاؤم

“Adapun perkataan Rasulullah ﷺ, tidak ada Shafar, maksudnya nama bulan yang kita kenal, dan dahulu orang-orang jahiliyah menganggapnya sial. Maka nabi menepis anggapan tersebut, dan menjelaskan bahwasanya bulan Shafar sebagaimana bulan lainnya, tidak ada di dalamnya sesuatu yang mengjadikanya sial.” (2)

Begitu juga dengan shalat sunnah tolak bala’ ini. Lajnah Daimah pernah ditanya,

إن بعض العلماء في بلادنا يزعمون أن في دين الإسلام نافلة يصليها يوم الأربعاء، آخر شهر صفر وقت صلاة الضحى أربع ركعات، بتسليمة واحدة تقرأ في كل ركعة: فاتحة الكتاب وسورة الكوثر سبع عشرة مرة، وسورة الإخلاص خمسين مرة، والمعوذتين مرةً مرةً، تفعل ذلك في كل ركعة، وتسلم، وحين تسلم تشرع في قراءة: (وَاللَّهُ غَالِبٌ عَلَى أَمْرِهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ) ثلاثمائة وستين مرة، وجوهر الكمال ثلاث مرات، واختتم بسبحان ربك ربِّ العزة عما يصفون، وسلام على المرسلين، والحمد لله رب العالمين
وتصدق بشيء من الخبز إلى الفقراء، وخاصية هذه الآية لدفع البلاء الذي ينزل في الأربعاء الأخير من شهر صفر
وقولهم إنه ينزل في كل سنة ثلاثمائة وعشرون ألفًا من البليات، وكل ذلك يوم الأربعاء الأخير من شهر صفر، فيكون ذلك اليوم أصعب الأيام في السنة كلها، فمن صلَّى هذه الصلاة بالكيفية المذكورة: حفظه الله بكرمه من جميع البلايا التي تنزل في ذلك اليوم!!

“Beberapa ulama di negeri kami beranggapan bahwasanya di dalam agama Islam, ada shalat sunnah yang dikerjakan di hari Rabu akhir bulan Shafar, dikerjakan di waktu shalat Dhuha sebanyak empat raka’at, sekali salam, dan membaca di setiap raka’at, Al Fatihah, Surat Al Kautsar 17 kali, dan Surat Al Ikhlas sebanyak 50 kali, Al Falaq dan An Nas dibaca sekali-sekali, dilakukan seperti itu di setiap raka’atnya. Lalu Salam, dan ketika salam disyariatkan membaca

وَاللَّهُ غَالِبٌ عَلَى أَمْرِهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

“Allah berkuasa atas urusanNya, akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.” (3)
Dibaca sebanyak 370 kali.

Dan Jauhar Kamal 3 kali, ditutup dengan bacaan, “Subhana rabbika’ ‘Izzati ‘Amma Yasifuun, wa salamun ‘alal mursaliin, wal hamdu lillahi rabbil ‘alamin.”

Lalu bersedekah dengan beberapa roti kepada faqir miskin, dan kekhususan ayat ini untuk menangkal bala’ yang akan turun di Rabu Akhir dari bulan Shafar.

Perkataan mereka, sesungguhnya bala’ tersebut akan turun di setiap tahunnya, 320.000 bala'(musibah). Dan hal tersebut terjadi pada hari Rabu akhir bulan Shafar. Maka hari itu menjadi hari terberat selama setahun. Barangsiapa yang mengamalkan shalat sunnah tersebut dengan tatacara yang sudah disebutkan diatas, maka dengan kemurahanNya, Allah menjaganya dari semua musibah yang akan turun pada hari tersebut.

فأجابت اللجنة بما يلي
الحمد لله والصلاة والسلام على رسوله وآله وصحبه، وبعد:
هذه النافلة المذكورة في السؤال لا نعلم لها أصلًا في الكتاب ولا من السنَّة، ولم يثبت لدينا أنَّ أحدًا من سلف هذه الأمة وصالحي خلفها عمل بهذه النافلة، بل هي بدعة منكرة
وقد ثبت عن رسول الله صلى الله عليه وسلم أنه قال: «من عمل عملًا ليس عليه أمرنا فهو رد»، وقال: «من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد»
ومن نسب هذه الصلاة وما ذُكر معها إلى النبي صلى الله عليه وسلم أو إلى أحدٍ من الصحابة رضي الله عنه: فقد أعظم الفرية، وعليه من الله ما يستحق من عقوبة الكذَّابين

Maka Lajnah Daimah menjawabnya
Segala puji bagi Allah, dan shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan atas rasulNya, keluarga Rasulullah dan sahabatnya. Wa ba’du

Amalan sunnah yang disebutkan tersebut di dalam pertanyaan, kami tidak mengetahui asal usulnya dari Al Qur’an maupun sunnah, dan tidak pula ada keterangan menurut sepengetahuan kami, bahwasanya salah seorang dari generasi salaf ummat ini, dan juga orang-orang shalih setelahnya, mengamalkan amalan yang dianggap sunnah ini. Bahkan ia termasuk bid’ah munkarah.

Telah datang perkataan dari Rasulullah, “Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang bukan berasal dari kami maka amalanya tertolak.”(4)
Dan beliau juga bersabda, “Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu dalam perkara kami (agama Islam) yang sejatinya ia bukan berasal darinya, maka ia tertolak.”
Barangsiapa yang menisbatkan kepada Rasulullah, shalat ini dan apa-apa yang disebutkan dari amalan-amalan yang menyertainya atau menisbatkanya kepada perbuatan salah seorang sahabat Radhiallahu ‘anhu, maka sungguh besar kedustaanya, dan baginya layak mendapatkan hukuman dari Allah bagi para pendusta. (5)

Tidak ada waktu sial di dalam islam. Kesialan, bala’ dan musibah yang menimpa seseorang adalah karena ulahnya sendiri, dan itu sudah Allah taqdirkan, dan Allah lah yang menghendakinya, tanpa disangkutpautkan dengan waktu-waktu tertentu, bahkan dengan sesuatu apapun.

فَإِذَا جَاءَتْهُمُ الْحَسَنَةُ قَالُوا لَنَا هَذِهِ وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَطَّيَّرُوا بِمُوسَى وَمَنْ مَعَهُ أَلَا إِنَّمَا طَائِرُهُمْ عِنْدَ اللَّهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ (الأعراف: 131)

“jika datang kepada mereka kebaikan mereka berkata, itu adalah karena usaha kami, dan apabila mereka ditimpa keburukan (kesialan), mereka menyangkutpautkan kesialan itu pada Musa dan orang-orang yang bersama mereka. Ketahuilah sesungguhnya kesialan itu adalah ketetapan Allah akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahuinya.” (6)

Waspadalah kepada perbuatan menganggap sial waktu-waktu tertentu yang tidak ada tuntunannya di dalam Al Qur’an maupun Sunnah, karena dikhawatirkan terjatuh ke dalam perbuatan mencela waktu.

Dari Sahabat Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺbersabda

قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: يُؤْذِينِي ابْنُ آدَمَ يَسُبُّ الدَّهْرَ:، وَأَنَا الدَّهْرُ، بِيَدِي الأَمْرُ، أُقَلِّبُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ

“Berkata Allah Ta’ala, keturunan Adam mencelaku, ia mencela waktu, dan akulah (pencipta) waktu, di tanganku lah urusan tersebut, aku membolak-balikan malam dan siang.” (7)

Referensi

1.Hadits Bukhary (no. 5757) dan Muslim (no. 2220), riwayat Abu Hurairah. Di riwayat Jabir bin Abdillah dengan penambahan lafadz “Laa Ghoula”, dishahihkan oleh Al Labany di dalam Shahih Al Jami’ (no. 7531) .
2.www.binbaz.org.sa
3.Surat Yusuf ayat 21
4.Hadits riwayat Bukhary (no. 2550) dan Muslim (no. 1718)
5.Fatwa lajnah Daimah (2/354) no. 1619
6.Surat Al A’raf ayat 131
7.Hadits riwayat Bukhary (no. 7491), Muslim (no. 2246)

Wallahu ‘alam.

Ditulis Oleh:
Ustadz Kukuh Budi Setiawan, S.S., S.H., حفظه الله
(Kontributor bimbinganislam.com)

BIMBINGAN ISLAM

Benarkah Safar Bulan Sial? Ini Penjelasannya!

Dalam penanggalan Hijriyah atau kalender Islam, bulan Safar adalah bulan kedua setelah Muharram. Safar sendiri dalam bahasa Arab artinya kosong.

Mengapa disebut kosong? Sebab sudah menjadi kebiasaan orang-orang Arab jahiliyah zaman dulu, meninggalkan rumah mereka sehingga menjadi kosong. Dalam artian, hal ini menunjukkan bahwa Safar diyakini sebagai bulan yang harus diwaspadai karena banyak memiliki kesialan.

Namun, ada pula yang mengatakan jika Safar diambil dari nama penyakit seperti yang juga diyakini orang Arab jahiliyah di masa lampau, yakni penyakit safar yang ada di perut. Sehingga akan membuat seseorang menjadi sakit karena terdapat ulat besar yang sangat berbahaya.

Safar juga dinyatakan sebagai jenis angin berhawa panas yang terjadi pada perut serta banyak tafsiran lainnya dari kata Safar tersebut.

Lebih lanjut, pendapat yang menyatakan jika bulan Safar adalah bulan sial dan tidak baik untuk mengadakan sebuah acara penting merupakan khurafat atau tahayul dan mitos.

Khurafat adalah bentuk penyimpangan dalam akidah Islam. Beberapa keyakinan dalam hal ini meliputi beberapa larangan seperti melakukan pernikahan, khitan dan berbagai perbuatan lain yang apabila dilakukan akan menimbulkan musibah atau kesialan.

Pemikiran semacam ini terus saja berkembang dari setiap generasi bahkan hingga sekarang yang dianggap sebagai bulan tidak menguntungkan.

Mitos akan hal ini sebenarnya sudah dipatahkan oleh Rasulullah Saw. yang bersabda jika bulan Safar bukanlah bulan yang sial dan sudah jelas tidak masuk dalam dasar hukum Islam.

Rasulullah Saw. juga bersabda: “Tidak ada wabah dan tidak ada keburukan binatang terbang dan tiada kesialan bulan Safar dan larilah (jauhkan diri) daripada penyakit kusta sebagaimana kamu melarikan diri dari seekor singa,” (HR. Bukhari).

Karenanya, beranggapan sial pada bulan Safar ini masuk kedalam jenis tathayyur yang dilarang dan masuk ke dalam jenis amalan jahiliyyah yang sudah dibatalkan atau dihapus dalam Islam dan ini menjadi kebiasaan dari jahiliyyah.

Sebab pada dasarnya, di bulan ini juga terdapat keutamaan bulan Shafar seperti pada bulan bulan lainnya yakni keutamaan bulan Muharram, keutamaan bulan Dzulhijjah, keutamaan bulan Rabiul akhir dan sebagainya.

Seperti halnya bulan yang lain, bulan Safar juga terdapat kebaikan serta keburukan. Kebaikan yang ada hanya semata-mata datang dari Allah dan keburukan terjadi karena takdir-Nya.

Rasulullah Saw. telah bersabda, “Tidak ada penularan penyakit (dengan sendirinya), tidak ada thiyarah, tidak ada kesialan karena burung hantu, tidak ada kesialan pada bulan Safar.” (HR. Al-Bukhari 5437, Muslim 2220, Abu Dawud 3911, Ahmad (II/327).

Namun juga tidak terdapat amalan istimewa yang dikhususkan untuk dirayakan pada bulan Safar dan amalan yang ada dalam bulan Safar juga sama dengan bulan lainnya. Kepercayaan tentang keburukan pada sebuah hari, bulan atau pun tempat hanyalah kepercayaan jahiliyyah sebelum datangnya Islam.

Wallahu ‘Alam bish Shawab..

(Vina – Berbagai Sumber)

MUSLIM OBSESSION