AGAMA Islam mengatur seluruh aspek kehidupan termasuk urusan duduk. Untuk yang satu ini, memang kurang mendapat perhatian serius. Sebagian berpikir, bagaimana bisa duduk saja sampai diatur dalam agama.
Namun begitulah ajaran Islam, setiap sendi kehidupan bernapas dengan aturan yang sudah ditetapkan. Peraturan yang dibuat, bukan bermaksud memberatkan, namun justru berdampak positif baik dari segi sosial dan kesehatan.
Ternyata cara duduk juga diatur sedemikian rupa. Melalui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Allah mengabarkan Dia begitu murka dengan hamba-hamba-Nya yang duduk seperti ini. Sebagai muslim, sudah selayaknya kita menjauhi apa yang diperintahkan Rasul, termasuk menghindari duduk seperti berikut.
Ternyata duduk yang dimurkai Allah adalah dengan meletakkan tangan kiri di belakang dan dijadikan sandaran atau tumpuan. Bukankah ini sering kita lakukan? Terutama saat duduk di lantai saat menghadiri jamuan, saat bersantai bersama keluarga atau saat berada di dalam masjid.
Hadis Riwayat Abu Daud dari Syirrid bin Suwaid radhiyallahu anhu berkata bahwa Rasulullah bersabda yang artinya:
“Rasulullah pernah melintas di hadapanku sedang aku duduk seperti ini, yaitu bersandar pada tangan kiriku yang aku letakkan di belakang. Lalu baginda Nabi bersabda, “Adakah engkau duduk sebagaimana duduknya orang-orang yang dimurkai?” (HR. Abu Daud).
Syaikh Abdul Al Abbad mengatakan bahwa duduk seperti ini hukumnya haram, meski sebagian ulama lain mengatakan makruh.
“Makruh dapat dimaknakan juga haram. Dan kadang makruh juga berarti makruh tanzih (tidak sampai haram). Akan tetapi dalam hadits disifati duduk semacam ini adalah duduk orang yang dimurkai, maka ini sudah jelas menunjukkan haramnya.” (Syarh Sunan Abi Daud, 28: 49)
Sementara itu Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin mengatakan, duduk yang dimurkai sebagaimana yang disifati Nabi dengan menjadikan tangan kiri sebagai penumpu tubuh. Namun jika meletakkan kedua tangan sebagai tumpuan, atau tangan kanan saja menjadi tumpuan, maka hal itu tidak mengapa.
Lantas jika ada yang bertanya, dimana logikanya? Sebagian mungkin mengatakan, ini tidak masuk akal dan tidak berdasarkan ilmu pengetahuan. Allah dan Rasulullah sudah memerintahkan, maka ini sudah cukup bagi seorang muslim.
Masihkan kita butuh bukti lain? Jika ini perintah Allah dan Rasul-Nya, maka kita tidak butuh bukti lain. Ini adalah perintah dan jika tidak ditaati merupakan tanda kesombongan seorang muslim. [Wiwik Setiawati]