Cara Sahabat Menerima Hadis dari Rasulullah

Hadis Nabi Muhammad merupakan pegangan ummat Islam yang ditinggalkan Rasulullah. Lantas bagaimana proses sahabat menerima hadis  Rasulullah? Artikel ini akan membahas cara sahabat menerima hadis dari Rasulullah.

Sebagaimana telah dijelaskan bahwa Rasulullah dalam membawa risalah bukan hanya membacakan ayat-ayat Alquran, akan tetapi beliau juga memberikan penjelasan-penjelasan, dan interpretasi-interpretasi dari ayat-ayat yang disampaikannya itu.

Dalam menerima hadis, para sahabat ada yang menerimanya berupa ucapan langsung dari Nabi (bi al-lafdzi) dan ada juga yang diterimanya berupa melihat perbuatan dan keadaan Rasulullah ketika menghadapi suatu keadaan atau peristiwa (bi al-ma’nâ). Karena itu, terdapat hadis-hadis yang diriwayatkan dengan beberapa lafazh (matan), sebab hadis-hadis itu diriwayatkan oleh sahabat dengan makna (bi al-ma’nâ).

Di samping penjelasan yang diberikan langsung oleh Nabi, ada juga yang justru sahabat yang memberikan penjelasan-penjelasan dan keterangan-keterangan kepada Nabi tentang masalah-masalah kehidupan yang mereka hadapi.

Lebih-lebih lagi kalau terjadi suatu peristiwa atau perselisihan yang tak mampu mereka pecahkan. Dalam keadaan seperti ini mereka tidak segan-segan bertanya kepada Rasulullah baik secara langsung maupun melalui perantara, khususnya mereka yang berjauhan tempat tinggal dengan Rasulullah.

Cara lainnya, sahabat yang tidak bertanya kepada Nabi, tetapi mereka melihat dan memperhatikan tindak tanduk atau sikap Rasulullah, seperti yang berkaitan dengan shalat, haji, dan sebagainya. Dalam Ushûl al-Hadῐts, dijelaskan bahwa pada garis besarnya ada empat cara sahabat menerima hadis dari Rasulullah, yaitu:

Melalui pengajian (majlis) Rasul yang diadakan pada waktu-waktu tertentu. 

Dalam pengajian itu Rasulullah mengajarkan dasar-dasar agama yang bersumber dari Alquran. Penjelasan-penjelasan yang diberikan Nabi merupakan hadis yang senantiasa dihafal oleh sahabat di samping Alquran. Pengajian seperti ini sangat penting bagi para sahabat sehingga mereka tidak mau absen dalam menghadirinya jika tidak ada halangan yang berat.

Mereka tidak saja rajin menghadiri pengajian tapi juga bersungguh-sungguh menghafal semua yang diajarkan Rasulullah SAW, baik berupa ayat-ayat Alquran maupun ucapan-ucapan beliau sendiri. Ini sesuai dengan ucapan dua orang sahabat, yaitu Anas Ibn Malik R.A. menyatakan:

كنا نكون عند النبي صلى هللا عليه وسلم فنسمع منه الحديث فاذا قمنا تذاكرناه فيما بيننا حتى تحفظ

Artinya: “Kami selalu bersama Nabi SAW, maka kami mendengar hadis dari beliau. Apabila pengajian (majlis) telah selesai, kami sama-sama mendiskusikannya sampai kami hafal”. (Al-Khatib al-Baghdadi)

Begitu juga sahabat Abu Hurairah R.A. mengatakan:

جزأت الليل ثلاثة أجزاء : ثلثا أصلي و ثلثا أنام و ثلثا أذكر فيه حديث رسول هللا صلى هللا عليه و سلم

Artinya: “Saya membagi malam kepada tiga bagian: sepertiga malam untuk shalat (malam), sepertiga malam untuk tidur dan sepertiga malam untuk mengingat (menghafal) hadis Rasulullah SAW”. (Al-Khathib al-Baghdadi) Adanya peristiwa yang dialami sendiri oleh Rasulullah

Sebagai contoh, hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah: “Suatu ketika Rasulullah melewati seorang penjual makanan, lalu beliau menanyakan kepadanya bagaimana cara ia menjual makanan itu. Orang itu pun menjelaskannya kepada Nabi.

Kemudian Rasulullah menyuruh orang tersebut memasukkan tangannya ke dalam makanan (dalam kasus ini si penjual tidak jujur). Ia pun melakukan perintah Rasul itu. Setelah tangannya dikeluarkan dari dalam makanan ternyata sudah basah (bagian atas makanan itu kering dan bagian dalamnya basah). Melihat kenyataan ini Rasulullah bersabda:

ليس منا من غش

Artinya: “Tidak termasuk dalam golongan kami orang yang menipu” (Ahmad Ibnu Hanbal)

Jadi sabab al-wurûd (sebab datang, sebab diucapkan hadis ini) adalah peristiwa yang dialami sendiri oleh Rasulullah.

Adanya peristiwa yang dialami oleh kaum muslimin

Banyak sekali hadis yang wurûd (datang, diucapkan Rasulullah) dengan cara seperti ini, karena para sahabat tidak segan-segan menanyakan kepada Rasulullah tentang masalah apa saja yang mereka hadapi.

Jawaban-jawaban, fatwa-fatwa, dan keputusan-keputusan yang diberikan Nabi, seluruhnya merupakan hadis yang senantiasa mereka hafal. Hadis-hadis semacam ini dapat ditemuai dalam berbagai bab dari kitab-kitab hadis.

Adanya peristiwa yang dialami Rasulullah dimana para sahabat menyaksikan reaksi beliau dalam menghadapi peristiwa tersebut.

Misalnya keadaan Nabi ketika turun wahyu, peristiwa kematian anak dan isteri beliau, dan sebagainya. Dalam kategori ini sebenarnya termasuk juga semua tindakan dan sikap dalam seluruh kehidupan Nabi yang disaksikan oleh para sahabat. Apa yang disaksikan sahabat ini, seluruhnya menjadi teladan bagi mereka. Hadis yang wurûd dengan cara ini umumnya hadis-hadis fi’liyah (dalam bentuk perbuatan, sikap, keadaan) dan taqrῐrῐyah (persetujuan).

Demikian beberapa cara sahabat-sahabat Nabi dalam menerima hadis. Semoga bermanfaat. (Baca juga: Keutamaan Puasa Arafah Menurut Hadist Nabi).

Tulisan ini telah diterbitkan di Bincangmuslimah.com