Cerita Anak Islami : Dahulukan Menolong Nyawa Manusia Apapun Agamanya

Sepeda kecil itu melaju dengan begitu kencang. Sang pengemudinya bertingkah seperti atlet balap sepeda yang tergesa-gesa mengejar garis finish. Tas di punggungnya seakan-akan ingin meronta tidak kuat dengan hentakan roda di jalan yang tidak begitu mulus.

Tiba-tiba ia menghentikan laju sepedanya secara mendadak. Berhenti tepat di belakang seorang bocah kecil yang terkaget dengan bunyi roda sepeda yang berhimpitan dengan aspal di jalan.

“astagfirullah, bikin kaget aja kamu amir” seru bocah kecil itu.

Sambil tertawa seolah tanda puas mengagetkan temannya ia berkata “ sudah kamu ikut bonceng saya aja imam, ini waktu sudah mau magrib, telat nanti kita shalat berjamaah”

Amir dan Imam adalah teman sejoli. Mereka memiliki aktifitas yang sama di sore hari. Mengaji di mushalla adalah rutinitas mereka selepas dari sekolah. Mereka berangkat berboncengan menyusuri jalan yang rindang menuju mushalla yang jaraknya tidak terlalu jauh dari arah mereka.

Tiba-tiba keduanya dikejutkan dengan suara. Brakkk!. Amir kembali menarik rem sepedanya secara tiba-tiba. Imam yang berada di belakang hampir saja terlempar ke depan.

Tepat di depan mereka seorang pengemudi sepeda motor terjatuh. Barang bawaan yang dikaitkan di motornya terlempar dan berhamburan di jalan. Bersamaan dengan itu suara adzan magrib mulai terdengar menghiasi langit di perkampungan yang sangat tenang itu.

“imam kita turun dulu bantu bapak itu” seru amir sambil memarkirkan sepedanya di bahu jalan.

“mir, ini sudah adzan, terlambat kita shalat magrib” imam menegur amir yang tidak ingin menyia-nyiakan datangnya waktu shalat.

“shalat itu penting mam, tetapi menolong orang juga penting” terang amir kepada temannya.

“tapi shalat berjamaah itu dapat 27 pahala mir, kita tidak boleh menyia-nyiakan. Lagian kita kan tidak tahu apakah bapak itu orang Islam atau bukan” ketus imam dengan nada seorang penceramah yang menggelegar.

“imam temanku yang baik, dengarin, membantu orang itu tidak perlu melihat apa agamanya, Sudah ayo lekas bantu”

Amir segera bergegas menghampiri bapak yang terjatuh itu. Imam yang masih sedikit tidak sepakat dengan alasan temannya itu tetap mengikutinya. Amir membantu mengangkat tubuh bapak yang terkulai di jalan. Imam mengangkat sepeda motor yang berat itu yang masih tergeletak di tengah jalan.

“sudah dek, saya tidak apa-apa hanya terpleset saja” bapak itu mulai duduk dan berusaha bangkit.

Terlihat imam mengumpulkan barang-barang yang berserakan di jalan. Dengan cekatan ia kumpulkan satu per satu dimasukkan dalam kantong plastik hitam milik sang pengemudi.

“alhamdulillah kalo gitu pak, tapi bapak tidak apa-apa kan? Ada yang luka pak? Apa perlu ke rumah sakit?” tanya amir bertubi-tubi.

“tidak apa, nggak ada yang luka, hanya terpeleset saja” terang bapak itu dengan penuh senyum dan kagum kepada Amir dan Imam.

“oh ya sudah kalo memang tidak apa-apa pak, kita harus pergi dulu ke mushalla depan” terang amir.

“ kalian mau ke mushalla depan itu? Mau shalat ya kalian? Sudah bapak antar biar kalian biar tidak telat”

“ gak apa-apa pak, kita naik sepeda berdua, insyallah masih belum telat “, kata Amir.

“sudah ayo jalankan sepeda kalian, ikut pegangan di belakang motor saya” ajak bapak pengemudi motor itu.

Tanpa ragu amir memegang pegangan yang ada di belakang motor itu dan satu tangan lagi tetap kuat menggengam setir sepedanya. Motor dan sepeda itu melaju kencang menembus jalan yang dihiasi senja yang begitu indah.

Imam teriak kencang kegirangan menikmati putaran sepeda yang melaju tidak seperti biasanya “ayo mirrrr…gas terruuuuuus, terbang ke angkasa..”. Keduanya begitu senang sambil melepas tawa.

Tibalah mereka di mushalla kecil dengan nafas tergopoh-gopoh. Terlihat para jamaah sudah berdiri dan bersiap untuk shalat berjamaah. Amir dan Imam berlari kecil berada di shaf kedua dari barisan para orang dewasa. Terlihat anak-anak yang lain menengok ke arah mereka berdua yang seolah menegor keterlambatan mereka.

Setelah melaksanakan shalat magrib. Anak-anak terlihat melingkar dan mengelilingi seorang ustadz yang tidak terlalu tua, tetapi terlihat berwibawa. Satu persatu mereka membaca al-Quran dan diteliti oleh sang ustadz. Sesekali ia memberhentikan bacaan anak-anak dan memperbaiki cara bacanya.

Setelah selesai mengaji, sang ustadz memanggil dengan sedikit suara kencang “amir, imam, kesini dulu!”

Keduanya yang ingin beranjak bermain petak umpet bersama teman-temannya di halaman mushalla seolah terhenti. Ia terpatung dan saling bertatap muka. Dengan sedikit rasa khawatir dan takut mereka berbalik arah dan berjalan pelang menghampiri sang ustadz.

“saya dengar dari teman-temanmu, tadi kalian agak sedikit terlambat, memang kalian pergi kemana dulu sebelum ke mushalla? Bukannya kalian sudah pamit ke orang tua pergi mengaji?” seru ustadz dengan nada integrosi layaknya penuntut umum di pengadilan.

“ehmm..ini semua salah amir, ustad Jamil, makanya kita jadi terlambat” Imam mencoba menjelaskan dengan kata-kata yang terbata-bata.

Tidak terima, Amir spontan menginjak pelan kaki Imam sambil berbisik “ koq salah saya sih mam”.

“sudah-sudah jelaskan secara jujur. Ayo imam ceritakan yang sebenarnya” potong sang ustad.

“baik ustad Jamil” Imam mulai menjelaskan secara pelan dan terperinci kronologi kejadian yang mereka alami di tengah jalan tadi. Lengkap dengan perdebatan di antara mereka berdua. Ustadz Jamil mulai menangkap semua cerita yang disampaikan imam.

Ia dengan nada yang pelan dan santun menjelaskan : “sebenarnya tidak ada yang salah dari cerita kalian. Amir dan imam tidak ada yang salah. Imam yang bergegas datang ke mushalla untuk mendapatkan keutamaan pahala jamaah merupakan niat yang baik. Amir yang menangguhkan perjalanan ke mushalla untuk menolong orang juga merupakan amal ibadah yang baik. Saya hanya ingin meluruskan pemahaman kalian. Bahwa Islam memerintahkan umat manusia untuk beribadah sebagaimana Tuhan menciptakan manusia hanya untuk beribadah. Tetapi, Ibadah itu dalam Islam juga mempertimbangkan nyawa, kemanusiaan dan kemampuan. Karena itulah, dalam Islam dikenal dengan hukum rukhsah”.

“Apa itu rukhsah ustad?” keduanya kompak menyela.

“Rukhsah itu mudahnya seperti diskon, keringanan dan kemudahan yang diberikan Allah kepada umat Islam ketika berada dalam kesusahan dan kepayahan dalam beribadah. Misalnya, ketika ada hujan deras, badai kencang, atau ada penyakit menular di tengah masyarakat, umat Islam diberikan keringanan untuk tidak shalat berjamaah di masjid. Cukup di rumah masing-masing karena semata menjaga keselamatan nyawa manusia. Islam itu sangat menghargai nyawa termasuk dalam beribadah. Dalam kaidah fikih ada suatu kaidah yang mengatakan : mencegah kemudharatan itu didahulukan ketimbang meraih kemashalahatan. Artinya, menyelamatkan diri dari bahaya itu dianjurkan lebih didahulukan ketimbang mengambil kemashalahatan ibadah semisal shalat jamaah. Jadi, menolong orang tengah jalan demi keselamatan nyawa sendiri atau orang lain itu harus didahulukan”.

Ami dan Imam terlihat mengangguk-ngangguk seolah mengerti semua yang dijelaskan ustadz Jamil.

“Tapi ingat, jangan kalian jadikan rukhshah itu menjadi alasan menyepelekan ibadah. Ketika penyebab rukhshah hilang, maka hukum asal suatu ibadah kembali seperti semula” ustad Jamil mewanti-wanti Imam dan Amir, sambil menatap mata mereka berdua”.

“tapi ustadz, saya masih ada sesuatu yang mengganjal, bagaimana hukumnya menolong orang yang bukan muslim, kan kita tidak tahu orang yang ditolong itu muslim atau non muslim?” Imam bertanya seolah masih penasaran sambil melihat ke arah Amir seolah ingin menyalahkannya.

“memang kamu kalo membeli sesuatu di pasar atau di warung harus bertanya agama penjualnya? Atau kalo kamu mau berobat ke dokter harus bertanya apa agama sang dokter? Rasulullah itu menghormati manusia karena kemanusiaannya. Kebaikan itu tetap menjadi kebaikan meskipun muncul dari orang yang berbeda agama. Sebaliknya keburukan akan tetap buruk sekalipun dilakukan oleh orang yang sekeyakinan dengan kita.

Suatu ketika Nabi berdiri untuk menghormati iring-iringan rombongan yang sedang mengusung jenazah. Para sabahat menegor Nabi karena yang meninggal itu bukan muslim, melainkan orang Yahudi. Apa yang dikatakan Nabi? Beliau menjawab : bukankah ia juga seorang manusia? Dalam Riwayat lain, istri tercinta Nabi Sayyidah Aisyah sedang memasak makanan. Nabi bertanya : sudahkan anda memberikan Sebagian makanan kita ke tetangga si fulan. Sayyidah Aisyah menyela Nabi dan berkata: bukankah si fulan itu Yahudi ya Rasulullah. Nabi hanya menjawab : bukankah si fulan juga tetangga kita? Jadi, intinya Nabi memberikan teladan bagi kalian berdua dan seluruh umat Islam, berbuatlah baik kepada siapapun niscaya Allah akan berbuat baik kepada kalian”.

Selesai mendengar penjelasan ustadz Jamil, Amir dan Imam segera berlari kencang mendekati teman-temanya yang sedang asyik bermain di halaman mushalla kecil itu. Ustadz Jamil pun tersenyum melihat keriangan anak-anak yang terlihat bahagia menikmati masa kanak-kanak mereka dengan indah di mushallanya.

Di dalam hati ia terus mendoa-doakan para santrinya agar tetap teguh dalam keimanan, istiqamah dalam ibadah serta gigih dalam beramal kebajikan terhadap sesama.

ISLAMKAFFAH