SIAPA yang tak ingin disayangi, dicintai dan dihormati orang lain? Namun faktanya ada banyak orang yang gagal disayangi, dicintai dan dihormati. Banyak orang memaksakan diri untuk menjadi orang yang berwibawa dengan bersikap keras menakutkan kepada orang lain. Mereka melupakan kata para tetua bahwa bukan petir yang menumbuhkan bunga-bunga, melainkan sapaan lembut rintik-rintik hujan. Iya, kelembutan adalah kata kunci memenangkan hati untuk sayang, cinta dan hormat.
Ada seorang guru yang dikenang baik dan didoakan baik para muridnya sampai saat ini. Beliau sudah lama sekali meninggal, namun kisahnya tetap hidup hingga kini. Yang selalu dikenang dari beliau adalah kelembutannya menganggap semua muridnya bagai anaknya sendiri. Sang guru ini tak pernah membodoh-bodohkan muridnya, apalagi membentak dan memukulnya. Kalau jawaban murid salah beliau berkata lembut: “Hampir benar. Ada jawaban lainnya?” Sang murid tak tersinggung walau tahu bahwa hampir benar itu adalah belu benar alias salah. Ini adalah seni memilih kata.
Lain lagi kisahnya dengan guru yang satu ini yang suara bunyi langkah sepatunya saja menjadikan semua muridnya takut, bagai kedatangan malaikat pencabut nyawa. Setiap murid menjawab salah, langsung lahir bentakan dan umpatan. Paling lembutnya adalah ucapan dengan nada tinggi: “Jawabanmu benar, tapi untuk pertanyaan yang lain.” Malulah sang murid dan terkenanglah dipermalukannya dia sampai dia tua. Tak ada kenangan baik dan doa kebaikan untuk sang guru.
Berpikirlah sebelum mengucapan kata. Pilihlah kata yang menyejukkan dan menentramkan. Semua orang memiliki hati dan kepekaan rasa. Jika hati terluka, sangat sulit untuk terobati. Pilihan kata menjadi penting. Namun ada yang lebih penting dari itu, yakni ketulusan hati yang menjadi dasar kelembutan kata.
Di manakah tempat belajar seni memilih kata dan tempat mentuluskan hati? Mari kita belajar bersama-sama. Salam, AIM. [*]
Oleh KH Ahmad Imam Mawardi