Allah menciptakan manusia dengan karakter yang berbeda-beda. Namun perlu di sadari bahwa dengan perbedaan tersebut merupakan salah satu rahmat dari Allah. Karena perbedaan inilah seharusnya manusia dapat saling mencintai, menghargai dan menghormati satu sama lain.
Sikap menghormati dan menghargai orang lain merupakan sikap yang penting dimiliki bagi kaum muslim. Menghormati dan menghargai orang lain juga merupakan salah satu upaya untuk menghormati dan menghargai diri sendiri. Cara menghargai dan menghormati orang lainpun berbeda-beda cara karena keberagaman sifat dasar yag dimiliki manusia itu sendiri.
Rasulullah bersabda : “Tidak termasuk golongan umatku orang yang tidak menghormati mereka yang lebih tua dan tidak mengasihi mereka yang lebih muda darinya, serta tidak mengetahui hak-hak orang berilmu.” (HR. Ahmad). Dalam hadist tersebut dijelaskan bahwa sikap menghormati dan menghargai orang lain merupakan identitas bagi seorang muslim.
Islam mengajarkan agar saling menghargai satu sama lain. Sikap menghargai terhadap orang lain tentu didasari oleh jiwa yang santun atau al hilmi yang dapat menumbuhkan sikap menghargai dan mengasihi yang berbeda.
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani sendiri memberikan tips untuk dapat memandang orang lain dengan pandangan penuh penghormatan dan penghargaan atasnya. Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, kata Syekh Nawawi Banten, mengingatkan bagaimana kita menghargai orang yang mulia, anak kecil, orang dewasa, ulama atau orang alim, orang awam, dan bahkan orang yang berbeda keyakinan.
Pertama, jika bertemu dengan orang mulia, kamu harus berprasangka terhadapnya. Karena bisa jadi orang ini lebih baik dan lebih tinggi derajatnya di sisi Allah daripadaku.
Kedua, bila bertemu dengan anak kecil, kamu seyogianya berpikir bahwa anak ini belum bermaksiat kepada Allah. Sedangkan aku telah bermaksiat. Tentu dia lebih baik dariku.
Ketiga, jika bertemu dengan orang dewasa, kamu sepatutnya berprasangka.‘Orang ini telah beribadah menyembah Allah sebelumku’.
Keempat, jika bersua ulama atau orang alim, kamu mesti berprasangka, ‘Orang ini dianugerahkan ilmu yang tidak dapat kugapai, meraih derajat tinggi yang tidak kuraih, mengetahui materi ilmu yang tidak kuketahui, dan mengamalkan ilmunya.
Kelima, bila bertemu orang awam atau bodoh, kamu harus berpikiran, ‘Orang ini bermaksiat kepada Allah karena ketidaktahuannya. Sedangkan aku bermaksiat kepada-Nya secara sadar di tengah ilmuku. Aku sendiri tidak pernah tahu bagaimana akhir hidupku dan akhir hidupnya, apakah husnul khatimah atau su’ul khatimah.
Keenam, bila berjumpa dengan orang kafir, kamu harus berprasangka, ‘Bisa jadi orang kafir ini suatu saat memeluk Islam dan mengakhiri hidupnya dengan amal yang baik/husnul khatimah. Sedangkan aku bisa jadi malah menjadi kafir suatu saat dan mengakhiri hidup dengan amal yang buruk/su’ul khatimah.
Dari semua tips yang diberikan Syekh Abdul Qadir Al-Jailani terdapat satu pelajaran penting, yakni rendah hati dan tidak sombong. Kesombongan diri yang menyadari diri lebih mulia, lebih banyak ibadah, lebih alim, lebih dewasa dan lebih segalanya terkadang mampu menumbuhkan sikap meremehkan dan tidak hormat terhadap yang lain. Ketika diri kita diajari untuk rendah hati muncullah sikap menghormati dan mengasihi yang lain.
Semua ini merupakan sekian cara yang ditawarkan oleh Syekh Abdul Qadir Al-Jailani agar kita tetap menjaga prasangka baik dan menghargai orang lain. Sikap menghargai terhadap orang lain tentu didasari oleh jiwa yang santun yang dapat menumbuhkan sikap menghargai orang.
Sikap menghargai dan juga menghormati memang harus dilatih untuk menjadi jiwa penyantun. Sikap dan perilaku ini akan terwujud bila pribadi seseorang telah mampu menekan ego pribadinya melalui pembiasaan dan pengasahan rasa empati melalui pendidikan akhlak. Selanjutnya, ia akan selalu terdorong untuk berbuat yang baik kepada orang lain.