Bergeser ke Makkah, Salam ke Nabi, dan Minta Nasihat Ulama

Tentu berbeda dengan kondisi Madinah yang mulai sepi, Kota Makkah justru makin dipadati jamaah.

Oleh AGUNG SASONGKO dari MADINAH, ARAB SAUDI

Tepat Jumat, (23/6/2023) dini hari, rombongan kloter terakhir yang berasal dari Embarkasi Solo (SOC-99) tiba di Bandara Amir Muhammad bin Abdul Aziz, Madinah. Kedatangan rombongan berjumlah 302 jamaah ini sekaligus menjadi penutup dari rangkaian kedatangan 13 kloter kuota tambahan.

Mereka transit sejenak di Madinah sebelum meneruskan perjalanan menuju Makkah. Bagi kami di Media Center Haji Daker Madinah, kedatangan kloter terakhir tersebut memberikan sinyal sudah waktunya bergeser ke Makkah.

photo

Sebelum itu, saya berniat pamit dan mengucapkan salam kepada Rasulullah sebelum bertugas ke Makkah. Ini tak lain karena saya sempat bertanya kepada Kiai Ahmad Wazir Ali, konsultan ibadah di Daker Madinah soal ini. “Kiai, apakah sebelum kita berangkat ke Makkah perlu berziarah ke Rasulullah, pamit, Kiai?” kata saya.

Kiai, apakah sebelum kita berangkat ke Makkah perlu berziarah ke Rasulullah, pamit, Kiai?

NAMA TOKOH

Dengan panjang lebar, Kiai Wazir menyarankan ke sana, tapi dengan catatan tidak perlu memaksakan diri memasuki Raudhah, cukup dalam lingkungan Masjid Nabawi dan berdoa. Kepada kami, pengasuh Pesantren Denayar Jombang itu menyebutkan ada tiga doa yang perlu dipanjatkan seusai salam kepada Rasulullah.

Doa yang dipanjatkan kepada Allah, yakni, pertama, berdoa agar kita diberikan kemudahan dalam menjalani rangkaian ibadah haji hingga selesai. Kedua, berdoa mudah-mudahan diberikan kesehatan hingga sampai ke Tanah Air bertemu handai taulan. Terakhir dan paling penting adalah berdoa agar bisa kembali ke Tanah Suci kembali bisa berziarah kepada Rasulullah. “Bisa aja nanti kita dipanggil lagi menjadi petugas atau umrah, itu yang penting,” pesan Kiai Wazir.

Saban hari memang Kiai Wazir ini banyak menerima pertanyaan, terutama mengenai ibadah haji. Kadang juga tak enak selalu bertanya. Pernah suatu ketika, beliau sedang membuat teh mint dan membaca, duduk di sofa hijau dekat dengan ruang kerjanya di daker, beliau saya ganggu lagi dengan pertanyaan-pertanyaan lain. Dengan ramah beliau melayani.

Terakhir, ketika kami mengundang beliau untuk mengisi pengajian, dipaparkanlah berbagai kemudahan, ini dalam konteks sebagai petugas haji. Hal itu yang membuat kami tenang. Misalnya, ketika saya belum sempat berziarah ke makam Rasulullah karena begitu padat memantau pergerakan jamaah, Kiai Wazir memberikan penyejuk yang tiada tara. “Selama masih di lingkungan masjid, kita bisa memberi salam, dan doa kita juga makbul,” katanya.

Begitu pun ketika petugas lebih sibuk mengurus jamaah daripada beribadah, Kiai Wazir kembali membuat hati kami “nyess” atau lega. Kata Kiai Wazir, “Barang siapa yang menggembirakan kesusahan orang mukmin maka Allah SWT akan menggembirakan kesusahannya di hari kiamat.”

“Barang siapa yang memudahkan urusan orang mukmin, maka Allah SWT akan memudahkan urusannya di hari kiamat. Allah SWT selalu menolong hamba, selagi dia mau menolong saudaranya.”

Tentu berbeda dengan kondisi Madinah yang mulai sepi, Kota Makkah justru makin padat dengan jamaah. Tentu ada tantangan bagi kami yang bertugas di Madinah yang selanjutnya ditempatkan di Makkah. Wilayah yang luas dan cuaca yang lebih panas, ini jadi pertimbangan kami untuk mencari motivasi lebih sebelum kembali bertugas.

Lagi-lagi, kami sempatkan untuk mengobrol sejenak dengan Kiai Wazir. Sekadar untuk melepas rasa nervous sekaligus mempertebal tekad kami.

Lagi-lagi saya merepotkan Kiai Wazir. Memandang wajah seorang ulama adalah ibadah

Saya pernah membaca sebuah tulisan dari Syaikh Nawawi al-Bantani dalam kitab Riyadh al-Shalihin, bahwa Ali Ibn Abi Thalib berkata, “Memandang wajah seorang ulama adalah ibadah. Lalu berpendar cahaya dalam pandangan itu dan terang cahaya di dalam hatinya. Ketika seorang ulama mengajarkan ilmu maka satu tema yang diajarkan berhadiah satu istana di surga. Bagi yang mengamalkan ilmu yang diajarkannya akan mendapatkan hadiah serupa.”

Lalu, Syaikh Nawawi juga menuliskan, Nabi SAW bersabda, “Barang siapa yang memuliakan seorang ulama, sungguh ia telah memuliakan aku.” Mengapa begitu? Menurut Syaikh Nawawi Banten, “Karena ulama adalah kekasih Nabi SAW”. Lalu, Nabi SAW melanjutkan, “Barang siapa yang memuliakan aku, sungguh ia telah memuliakan Allah.”

Nantinya saya bersama 400 lebih petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Daerah Kerja (Daker) Madinah bakal ditempatkan di 10 pos pemantauan jamaah di Mina. Di sana, 229 ribu jamaah Indonesia ditempatkan dalam 70 maktab atau gugusan tenda-tenda jamaah. Kegiatan jamaah haji di Mina ialah titik paling kritis dalam prosesi ibadah haji. Pasalnya, jamaah harus berjalan kaki dari tenda ke tempat melempar jumrah. Jamaah rentan kelelahan dan tersasar.

Jadi, berziarah ke makam Nabi, lalu meminta nasihat ulama sebelum berangkat ke Makkah, sepertinya jadi pilihan yang tepat. “Cakep, bismillah,” ucap saya spontan.

IHRAM