Sudah Bersuci, Keluar Darah Haid Lagi

PERMASALAHAN ini memang sering kali terjadi pada diri wanita yang mengalami haidh. Kadang seorang wanita sudah yakin bahwa dirinya telah suci dari haidh, karena darah sudah berhenti keluar. Lalu dia bersuci dan mandi janabah. Namun tidak lama kemudian, ternyata darah masih keluar.

Maka dalam hal ini perlu dipastikan terlebih dahulu, apakah dia masih dalam batas waktu yang memungkinkan untuk mendapat haidh, ataukah sudah kelewat waktunya. Sebab dalam hukum haidh, para ulama telah menetapkan batas waktu maksimal di mana seorang wanita masih memungkinkan mendapat haidh. Misalnya mazhab As-Syafi’i, mereka menetapkan bahwa batas maksimalnya adalah 15 terhitung sejak pertama kali mendapat haidh di bulan itu. Lihat kitab Kifayatul Akhyar halaman 116 kitabut-thaharah.

Tetapi bila batas 15 hari itu sudah terlewat, maka wanita itu dipastikan tidak mendapat haidh, meski darah masih mengalir keluar. Dengan menggunakan batas waktu maksimal ini, para wanita bisa dimudahkan. Pokoknya, bila ada darah sebelum selesai 15 hari masa haidh, berarti itu adalah darah haidh. Sebaliknya, bila telah lewat masa 15 hari, dianggap bukan haidh.

Adapaun apakah shalat dan puasa yang terlanjur dilakukan akan mendapat pahala atau tidak, kembali kepada niatnya. Kalau seorang wanita sudah tahu bahwa dirinya masih haidh, lalu nekat mau tetap shalat dan puasa, tentu bukan pahala yang didapat melainkan dosa. Karena dia telah mengerjakan perbuatan yang terlarang. Namun bila dia sama sekali tidak mengetahui bahwa dirinya masih mendapat haidh, atau yakin sekali dirina sudah suci dari haidh, lalu melakukan shalat dan puasa yang ternyata masih dalam keadaan haidh, tentu Allah Ta’ala lebih tahu dengan urusan hamba-Nya.

Kita bisa membaca salah satu firman Allah Ta’ala: “Mereka bergirang hati dengan nikmat dan karunia yang yang besar dari Allah, dan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang beriman.” (QS. Ali Imran: 171). Wallahu a’lam bishshawab. [Ahmad Sarwat, Lc]

 

INILAH MOZAIK

Dosakah Membuang Pembalut yang Penuh Darah?

PADA dasarnya tidak ada ketentuan bagi wanita yang haidh untuk membersihkan pembalut yang digunakan sebelum membuangnya. Sebab fungsi pembalut itu bukan semata-mata sekedar menampung keluarnya darah, tetapi juga untuk menjaga kebersihan seorang wanita.

Jadi kalau kemudian pembalut itu menjadi kotor dengan darah, tentu tidak perlu lagi dibersihkan. Pembalut itu bisa langsung dibuang, karena memang dibuat dan dirancang untuk sekali pemakaian. Kira-kira fungsinya seperti kertas tissue yang hanya sekali pakai. Apa pernah ada orang menggunakan kertas tissue berkali-kali, dipakai lalu dibersihkan lagi, lalu dipakai lagi? Tentu tidak pernah, bukan?

Sebab kertas tissue itu memang dirancang oleh penemunya untuk pemakaian sekali saja lalu dibuang. Kalau masih penasaran, kita bisa ambil perbandingan dengan prilaku Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam saat berisitinja’ dengan batu. Di dalam ilmu fiqih, istilah yang lazim digunakan adalah istijmar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah memerintahkan umatnya untuk membersihkan batu-batu yang telah digunakan untuk beristinja’, bukan? Perintahnya hanya sekedar menggunakan batu saja, tapi tidak diikuti dengan perintah untuk membersihkan batu itu setelah dipakai.

Dan logikanya bisa kita pakai dalam kasus pembalut wanita itu. Di mana salah satu fungsinya adalah untuk membersihkan kotoran atau darah wanita. Sekali pakai dan silahkan dibuang. [baca lanjutan: Sudah Bersuci, Keluar Darah Haid Lagi]

 

INILAH MOZAIK