Tekad dan keinginan untuk memahami kandungan Alquran, telah terbentuk sejak lama. Para shahabat, tabi’in maupun murid-murid mereka menjalankan amalan mulia ini dengan tujuan ingin lebih mendekatkan diri dengan Allah SWT, dan tetap berlangsung hingga kini.
Rasulullah SAW merupakan yang pertama kali menerangkan, mengajarkan sekaligus menafsirkan Alquran. Beliau menjadi sumber utama rujukan tafsir, dan menjadi tempat bertanya bagi para shahabat, maupun umat ketika itu.Karena kedekatan mereka dengan Rasulullah, para shahabat pun mengetahui makna, maksud dan rahasia-rahasianya. Mereka terutama Khulafa’ Ar-Rasyidin, Abdullah bin Mas’ud, Ibnu Abbas, Ubai bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abu Musa Al-Asy’ari dan Abdullah bin Az-Zubair.
Dari para shahabat inilah, kegiatan kian berkembang, karena sepeninggal Rasulullah, mereka lantas menjadi guru bagi para tabi’in. Sejumlah ahli tafsir pun bermunculan di sejumlah pusat-pusat pendidikan Islam, semisal di Irak, Makkah dan Madinah.
Di antara para ahli tafsir terkemuka, lantas tersebutlah empat yang utama, yang karya-karya kitabnya telah memberikan pengaruh besar hingga kini. Mereka adalah Muhammad bin Jarir Ath-Thabari (224 – 310 H), Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad Al-Qurtuby (w 671 H), Imaduddin Abul Fida’ Ismail bin Amr bin Katsir (w 774 H) dan Jalal ad-Din al-Mahali.
Tafsir al-Thabari.
Berjumlah 12 jilid, adalah tafsir tertua. Tafsir ini telah menjadi referensi utama bagi para mufassirin terutama penafsiran binnaqli/biiriwayah. Penjelasan Rasulullah, pendapat shahabat, dan tabi’in menjadi dasar utama penjabaran, untuk kemudian ulama ini mengupasnya secara detail disertai analisa yang tajam.
Apabila dalam satu ayat, muncul dua pendapat atau lebih, maka akan disebutkan satu persatu lengkap dengan dalil dan riwayat para shahabat dan tabi’in yang mendukung masing-masing pendapat, untuk selanjutkan mentarjih (memilih) mana yang lebih kuat dari sisi dalilnya. Di samping itu, juga dijabarkan harakat akhir, mengistimbat hukum jika ayat tersebut berkaitan dengan masalah hukum.
Tafsir Ibnu Katsir
Imam Asy-Syaukani ra, mengatakan bahwa tafsir Ibnu Katsir merupakan salah satu kitab tafsir terbaik, jika tidak bisa dikatakan sebagai tafsir terbaik. Sementara Imam As-Suyuthi ra menilai tafsirnya menakjubkan, dan belum ada ulama yang menandinginya.
Imaduddin Ismail bin Umar bin Katsir adalah adalah alumnus akhir madrasah tafsir dengan atsar. Ulama ini juga tercatat salah seorang murid Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah ra (wafat tahun 774 H).Tafsir Alquran Ibnu Katsir terdiri dari 10 jilid. Penafsirkan ayat-ayat Alquran dilakukan dengan sangat teliti, yang menukil perkataan para salafus shaleh.
Ia menafsirkan ayat dengan ibarat yang jelas dan mudah dipahami, menerangkan ayat dengan ayat yang lainnya dan membandingkannya agar lebih jelas maknanya.Selain itu, disebutkan pula hadis-hadis yang berhubungan dengan sebuah ayat, serta penafsiran para shahabat dan tabi’in. Beliau juga sering mentarjih di antara beberapa pendapat yang berbeda, juga mengomentari riwayat yang sahih atau yang dhoif (lemah).
Tafsir Al-Qurtuby
Secara keseluruhan, kitab tafsir ini terdiri dari 11 jilid, lengkap dengan daftar isinya. Menurut beberapa ulama, keistimewaan dari kitab tafsir ini yakni membuang kisah dan sejarah, dan diganti dengan hukum serta istimbat dalil, juga menerangkan qiroat, nasikh dan mansukh.
Gaya penulisannya khas ulama fikih. Beliau banyak menukil tafsir dan hukum dari para ulama salaf, dengan menyebutkan pendapatnya masing-masing. Pembahasan suatu permasalahan fiqiyah pun dilakukan dengan sangat detil. Tak hanya itu, al-Qurtuby tidak segan mengadakan riset mendalam untuk memperjelas kata-kata yang dianggap sulit.
Tafsir Al-Jalalain
Merupakan kitab tafsir klasik dari ulama Sunni terkenal. Pertama kali disusun oleh Imam Jalal ad-Din al-Mahali pada tahun 1459, kemudian disempurnakan oleh sang murid, Jalal ad-Din as-Suyuti tahun 1505.Tafsir ini memiliki metode penjelasan yang singkat, merujuk kepada pendapat yang paling kuat, pemaparan i’rab yang dipandang perlu, dan penjelasan singkat terhadap segi qira’at yang diperselisihkan.
Sejumlah ulama terdahulu semisal Sulaeman bin Umar al-Ajiliy al-Syafi’i yang lebih populer dengan sebutan al-Jamal (w. 1204 H), pernah memberikan komentar terhadap tafsir al-Jalalain. Dalam mukadimahnya, al-Jamal menyebutkan bahwa yang ia lakukan terhadap al-Jalalain adalah memperjelas pelik-pelik penafsiran yang masih samar dengan merujuk beragam kitab tafsir dan pemikiran rasional.Â