Syekh Yusuf al-Qaradhawi, tokoh kelahiran Shafth Turaab, Kairo, Mesir, 9 September 1926 ini, ini termasuk salah satu ulama terkemuka abad ke-21. Pendapat-pendapatnya sering menjadi rujukan umat Islam di berbagai belahan dunia.
Melalui karya-karyanya antara lain, Fatawa Mu’ashirah, ia menjawab berbagai pertanyaan masa kini, dengan jawaban-jawaban yang mengagumkan.
Kendati demikian, di usia senjanya 89 tahun, terlepas dari kepakaran dan posisi keilmuannya, menjadi perhatian publik lantaran memicu kontroversi menyikapi berbagai persoalan.
Republika, mencoba menghimpun fatwa-fatwa kontroversial yang pernah dikeluarkan oleh tokoh yang kini menetap di Qatar itu. Berikut rangkumannya:
Konsumsi Minuman beralkohol dengan Kadar 0,05 Persen
Fatwa yang keluar pada 2008 ini, sempat membuat heboh publik Timur Tengah. Al-Qaradhawi menjelaskan, kada 0,05 persen dari alkohol tidak menyebabkan haram, karena persentasenya sangat kecil.
Apalagi bila itu muncul karena fermentasi alami, bukan olahan. “Saya berpendapat tak mengapa mengonsumsi minuman itu (yang berakohol dengan kadar 0,05 persen,” katanya.
Ia berargumentasi, salah satu prinsip syariah itu adalah realistis. Hadis yang menyatakan “Segala perkara yang jumlah besarnya memabukkan maka kadar kecilnya pun juga haram”, bila melihat faktanya, kadar 0,05 persen itu tidak akan menyebabkan mabuk, karena itu tak tak jadi soal bila hanya sedikit.
Fatwa tersebut mendapat reaksi keras. Pemimpin Redaksi as-Syarq al-Awsath, Abdul Lathif Al-Mahmud, dalam tajuknya yang terbit pada 10 April 2008 mengkritik pedas pandangan al-Qaradhawi dan menyebut fatwa ini akan menyebabkan gonjang-ganjing di tengah-tengah publik.
“Orang akan seenaknya mengonsumsi minuman berakohol dengan kadar sedikit dengan alasan, batas persentase tidak disebutkan dalam Alquran dan hadis, apalagi seorang ulama sekaliber Anda (al-Qaradhawi maksudnya) memperbolehkannya.”
Jihad Melawan Assad dan Tumbangkan Qaddafi
Meski pada 2000-an, al-Qaradhawi pernah memuji Presiden Suriah, Basyar al-Assad, dengan sebutan “pria yang kebijakannya melampaui umurnya.”
Namun, ketika Revolusi Suriah, sikap tersebut berubah. Ia justru menyerukan jihad melawan rezim Assad yang didukung oleh Hizbullah hingga titik darah penghabisan.
Al-Qaradhawi menegaskan, ia tertipu selama ini dengan sepak terjang Assad dan Hizbullah.
”Revolusi Suriah mengungkap fakta dan kebengisan Hizbullah yang telah disetir setan dan tersingkir dari zikir mengingat Allah. Saya akhirnya lebih percaya ulama Arab Saudi soal siapa mereka.”
Tak elak, fatwa ini menuai kontroversi dari berbagai kalangan. Juru Bicara Hamas, Khalid Misy’al menilai fatwa tersebut mencederai hati warga Suriah. Mestinya, ia meminta pendapat mereka, tentang apa yang terjadi di Suriah.
Khalid pun menggarisbawahi, peran besar Assad untuk Hammas. Bagaimana mungkin Qaradhawi menyerukan jihad melawan Assad yang jelas-jelas memberikan perlindungan kepada Hammas.
Ironi, katanya, tatkala negara-negara Arab lainnya justru memusuhi dan menginstruksikan menutup kantor perwakilannya. “Takutlah Syekh Anda akan Palestina, Suriah adalah satu-satunya negara yang tidak memusuhi kami dan membuka pintu mereka lebar-lebar.”
Sebelumnya, saat Revolusi Libya Qaradhawi bahkan terang-terangan menghalalkan darah Qaddafi. “Siapa yang bisa membunuh Qaddafi, maka lakukanlah agar manusia dan umat terbebas dari kejahatan pria gila itu.”
Pandangan ini bertolak belakang dengan pujian Qaradhawi terhadap Qaddafi, jauh sebelum revolusi meletus. Pada 2003, Qaradhawi memuji almarhum dengan sebutan “pemimpin revolusi dan pemilik analisa yang tajam”.
Kredit Rumah dengan Bunga Bank
Pada 2006, al-Qaradhawi pernah membuat heboh publik Maroko. Ini lantaran fatwanya yang memperbolehkan beli rumah melalui kredit bank yang memakai sistem riba. Fatwa tersebut menjawab pertanyaan seorang hadirin di sebuah pertemuan yang berlangsung di Maroko.
Al-Qaradhawi mengatakan, selama belum ada bank yang menyediakan kredit tanpa riba, maka tak mengapa warga Maroko membeli rumah melalui bank dengan sistem riba.
Fatwa yang yang sama ia kutip pula dari Majelis Fatwa Eropa bagi minoritas Muslim yang tinggal di kawasan itu. “Saya rasa fatwa untuk minoritas ini tepat diterapkan di Maroko.”
Fatwa tersebut tak luput pula dari kritikan pedas media. Al-Ittihad al-Istytiraki, harian setempat mengatakan, Qaradhawi tak berhak utuk memberikan fatwa di Maroko, sebab negara itu sudah memiliki lembaga fatwa otoritatif.