Harta Hasil Pekerjaan Haram, Apakah Wajib Dizakati?

Berikut ini penjelasan terkait harta hasil pekerjaan haram, apakah wajib dizakati? Simak penjelasan ulama fikih terkait harta hasil pekerjaan haram wajib dizakati tersebut?.

Setiap manusia diperintahkan oleh Allah Swt untuk mencari rezeki dari pekerjaan yang halal. Namun demikian, tidak sedikit dari mereka yang justru mencari rezeki dari pekerjaan yang haram, seperti menjual narkoba, melacur, mencuri, merampok dan sebagainya. Lantas, apakah harta yang diperoleh dari pekerjaan haram tersebut wajib dikeluarkan zakatnya?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, yang harus diketahui terlebih dahulu adalah apa saja syarat-syarat yang menjadikan suatu harta wajib dizakati. Sehingga apabila nanti syarat-syarat itu terpenuhi pada harta hasil pekerjaan haram, maka harta yang dihasilkan dari pekerjaan haram tersebut wajib dikeluarkan zakatnya.

Dalam kitab Fiqhu al-Ibadah ‘Ala Mazhab al-Syafi’i [2/75] disebutkan; syarat wajib zakat ada 5: 1). Islam, 2). Merdeka (bukan budak), 3). Mencapai satu nishab, 4). Kepemilikan yang sempurna (milku al-tamm).

Untuk konteks harta hasil pekerjaan haram, yang perlu digaris bawahi adalah syarat yang keempat, milku al-tamm (kepemilikan yang sempurna). Syarat ini menjadi penentu apakah harta tersebut wajib dizakati atau tidak. Tentu saja, jika tiga syarat yang lain juga terpenuhi.

Nah, bila ditinjau dari segi prosesnya, pekerjaan haram dapat diklasifikasikan menjadi dua; 1). Pekerjaan haram yang menghasilkan harta dengan cara merampas hak milik orang lain, 2). Pekerjaan haram yang menghasilkan harta tidak dengan cara merampas hak milik orang lain.

Jika pekerjaan haram tersebut berupa tindakan yang merampas hak milik orang lain seperti mencuri, merampok, dan lainnya maka harta yang diperoleh tidak wajib dizakati. Karena pada dasarnya harta tersebut bukan miliknya. Dengan kata lain harta tersebut belum berpindah kepemilikan.

Harta tersebut masih berada pada kekuasan pemiliknya. Sedangkan suatu harta baru wajib dizakati kalau ia merupakan milik sendiri (milku al-tamm). Oleh karena itu yang menjadi kewajiban bukan mengeluarkan zakatnya akan tetapi mengembalikan seluruh harta tersebut kepada pemiliknya.

Sementara jika pekerjaan haram tersebut menghasilkan harta tidak dengan cara merampas hak milik orang lain melainkan melaui jalur transaksi (muamalah), maka diperinci;

Jika transaksi yang dilakukan dihukumi sah maka harta yang dihasilkan wajib dizakati karena atsar (efek) atau konsekuensi dari keabsahan suatu transaksi adalah berpindahnya hak kepemilikan. Semisal menjual ayam sabung untuk disabung.

Menurut Syafi’iyyah transaksi jual-beli ayam sabung hukumnya sah tapi haram. Sah karena sudah memenuhi syarat, haram karena menjual sesuatu yang mengantarkan kepada terjadinya maksiat (sabung ayam).

Sedangkan jika transaksi yang dilakukan tidak sah/batal maka harta yang dihasilkan tidak wajib dizakati karena disana tidak terjadi perpindahan hak milik. Sehingga yang wajib bukan mengeluarkan zakatnya akan tetapi mengembalikan harta tersebut  kepada lawan transaksinya.

Contoh pekerjaan haram macam kedua ini adalah melacur. Menurut syafi’iyyah, praktek pelacuran merupakan akad ijarah (sewa) yang batal sehingga upah yang didapatkan dari hasil melacur sejatinya bukan milik si pelacur melainkan masih milik penyewa. Oleh-karena itu harta yang dihasilkan dari melacur tidak wajib dizakati akan tetapi wajib dikembalikan.

Contoh lain, jual-beli narkoba. Menurut syafi’iyyah menjual narkoba tidak sah karena tidak memenuhi syarat. Itu artinya disana tidak terjadi perpindahan kepemilikan sehingga harta yang dihasilkan dari penjualan narkoba tidak wajib dizakati karena bukan milik sendiri.

Seperti halnya melacur, yang menjadi kewajiban bagi bandar narkoba bukan mengeluarkan zakat harta yang ia peroleh dari menjual narkoba akan tetapi mengembalikannya.

Dengan demikian, harta yang dihasilkan dari pekerjaan haram tidak wajib dizakati jika harta tersebut diperoleh dengan cara merampas hak milik orang lain atau diperoleh melalui transaksi yang tidak sah, sedangkan jika diperoleh melalui transaksi yang sah maka wajib dizakati.

Itulah penjelasan terkait harta hasil pekerjaan haram, apakah wajib dizakati?Wallahu a’lam bi al-shawab.

BINCANG SYARIAH