Self-healing merupakan istilah psikologi yang saat ini ramai diperbincangkan di tengah masyarakat modern, baik di media sosial instagram, twitter, whatsapp, podcast, youtube, dan telah menjadi trend baru dalam istilah psikologi. Kehidupan manusia yang kerap dihadapkan dengan berbagai gesekan, konflik, atau pun permasalahan hidup yang terus-menerus, jika tidak direspon dengan baik, maka akan menyebabkan gangguan kesehatan mental.
Salah satu upaya untuk menyembuhkan gangguan kesehatan mental ialah dengan melakukan self-healing. Self-healing merupakan salah satu metode yang secara harfiah mengandung makna penyembuhan diri, dan proses penyembuhan atau pengobatan.
Dalam Islam bentuk kesedihan atau hal yang tidak menyenangkan termasuk ke dalam ujian yang akan dihadapi setiap manusia yang mengaku beriman kepada Allah Swt. Sebagaimana dalam firman-Nya: Qs. al-„Ankabūt/ 29: “Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan (hanya dengan) berkata, “Kami telah beriman,” sedangkan mereka tidak diuji?”.
Kitab suci al-Qur’an menyampaikan pesan langit dengan berbagai macam bentuk. Salah satu di antara bentuk penyampaian petunjuk dalam bentuk kisah-kisah. Diantara berbagai kisah dalam al-Qur’an, ada satu kisah yang disampaikan secara lengkap dan terperinci dalam satu surah. Yakni surah Yusuf yang mengisahkan Nabi Yusuf as. dan keluarga. Kisah ini tergolong min anbâal-rusûl. Yakni kisah para rasul untuk meneguhkan hati Nabi Muhammad Saw. dan orang-orang beriman.
Kisah Nabi Yusuf as. telah direkam dalam al-Qur’an sebelum Nabi Muhammad Saw. diutus oleh Allah Swt. Penelitian yang diteliti oleh Maimunah dengan judul “Konflik Psikologis Kisah Yusuf dalam Al-Qur’an menjadi landasan awal peneliti untuk mengembangkan dan menemukan solusi dari konflik dalam kisah tersebut.
Dalam kisah Nabi Yusuf as. terdapat gambaran penyakit mental. Maka diperlukan pendekatan secara kontekstual baik dari segi pengendalian diri atau penyembuhan diri (self-healing) yang dilakukan oleh Nabi Yusuf as. dan para tokoh didalamnya.
Berdasarkan hal diatas, maka penulis tertarik untuk membahas konteks self-healing yang dilakukan oleh Nabi Yusuf as. Di dalam surah Yusuf, tentunya tidak semua ayat mengandung konsep self-healing, hanya memuat beberapa ayat yang menunjukkan sikap Nabi Yusuf as dalam menghadapi penderitaan.
Pengertian Self-Healing
Secara harfiah self-healing mengandung makna penyembuhan diri. Self-healing adalah sebuah tahap untuk melakukan proses pemulihan diri dari berbagai luka batin, seperti ketakutan, emosi yang tidak stabil, stress, depresi, kehilangan semangat hidup, kecenderungan berputus asa, dan berbagai gangguan psikologis lainnya. Proses self-healing ini melibatkan peran diri sendiri secara masif dalam menyembuhkan luka batin. Dengan dorongan insting dan kemauan diri sendiri. Bisa dikatakan bahwa metode self-healing ini merubah keadaan dari yang negatif menjadi positif.yang umumnya dialami oleh orang-orang secara psikologis.
Self-healing juga salah satu metode penyembuhan gangguan mental tanpa obat-obatan, namun penyembuhan ini melalui proses peleburan emosi dan perasaan individu yang selama ini telah terpendam di dalam tubuh, dan bisa muncul suatu waktu. Sehingga diperlukan adanya usaha individu untuk menghilangkan emosi yang dirasakan dalam diri ketika mengingat atau tersentuh dengan hal-hal yang menyakitkan batin.
Tujuan dan Manfaat Self-Healing
Self-healing sebagai bentuk usaha dalam pemulihan memiliki tujuan untuk menciptakan hidup yang lebih nyaman dengan diri sendiri dan menjadi diri sendiri dalam menghadapi berbagai konflik dan masalah di masa depan. Metode ini bertujuan untuk mengurangi rasa stress, takut, hingga depresi akibat gangguan mental salah satu tujuan paling penting dari self-healing. Tujuan lain dari self-healing adalah sebagai upaya untuk melatih diri dalam mengelolah emosi negatif yang bisa datang kapan saja tanpa diduga, untuk mereduksi stress yang dialami setiap individu, dan membantu individu untuk keluar dari belenggu tekanan, luka batin, yang belum dilepaskan dari dalam pikiran.
Manfaat Self-Healing Bagi individu yang mengalami berbagai gangguan mental, seperti stres, depresi, ketakutan, dan kecemasan akibat luka batin atau trauma masa lalu yang memenuhi ruang pikiran dan kesadaran diri, hingga mengakibatkan kelelahan yang berkepanjangan, maka cara terbaik untuk memulihkan diri adalah dengan self-healing. Metode self-healing salah satu solusi yang sangat bermanfaat untuk membantu individu menyelesaikan gangguan mental, serta keseimbangan diri menghadapi kondisi mental negatif. Proses self-healing bermanfaat dalam mempercepat pemulihan psikologis yang dialami individu dengan berbagai teknik dan tahapan-tahapan pemulihan.
Kisah Yusuf AS dan Self-Healing
Pertama, Self-Healing Nabi Yusuf As Terhadap Saudaranya
Penafsiran tentang pemaknaan konteks Self-healing yang dilakukan Nabi Yusuf As. ketika dijerumuskan ke dalam sumur oleh saudara-saudaranya, kemudian Allah menurunkan firman-Nya dalam Qs. Yūsuf/ 12:15, “Maka, ketika mereka membawanya serta sepakat memasukkannya ke dasar sumur, (mereka pun melaksanakan kesepakatan itu). Kami mewahyukan kepadanya, “Engkau kelak pasti akan menceritakan perbuatan mereka ini, sedang mereka tidak menyadarinya”
Pemaknaan secara kontekstual ditinjau dari psikologi mengenai konsep self-healing (penyembuhan diri) yang tercermin dari sikap Nabi Yusuf yaitu Penerimaan Diri (Self-Compassion). Self-compassion adalah kemampuan untuk memahami keadaan emosi dalam diri, respon emosi atas penderitaan yang dialami, dan disertai keinginan untuk menolong diri. Self-compassion merupakan bagian dari maca-macam self-healing dalam menyembuhkan luka penderitaan, ketidaknyamanan, peristiwa buruk, dan selalu berupaya membebaskan diri dari duka yang berlarut.
Sikap yang tercermin dari Nabi Yusuf terhadap saudara-saudaranya secara konteks menurut pengamatan peneliti adalah adanya upaya self-compassion atau dalam bahasa lainya ridha. Hal ini dapat dibuktikan dari sikap Nabi Yusuf As. yang tidak mengeluh, menangis setelah ditinggal seorang diri di dasar sumur. Beliau tetap tenang menerima dan merangkul kesedihan atau kerapuhan itu sendiri. Kasih sayang Allah Swt. selalu dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. Allah tidak akan meninggalkan orang yang berbuat baik.
Allah tidak meninggalkan orang yang terzalimi sehingga Dia akan menolongnya dan tidak pula orang yang tersakiti sehingga Dia akan menentramkan hatinya dan membuatnya menjadi tenang, Allah memberi kabar gembira kepada Nabi Yusuf As. dengan keselamatan dan mengilhamkan kepadanya bahwa ia akan tertolong dari segala kesulitan dan dari kejahatan saudara-saudaranya.
Bila dibayangkan posisi Nabi Yusuf As. ketika ia dijerumuskan ke dalam sumur dengan kasar dan penuh rasa benci, di tengah malam yang gelap, keadaan genting, dipenuhi ketakutan yang merasuki jiwa, tentu halini menimbulkan luka (kekecewaan, kesedihan) yang mendalam secara mental (sisi manusiawi). Peristiwa ini menggambarkan kondisi yang dialami Nabi Yusuf As. saat berada di titik lemah. Beliau melakukan selfcompassion dengan menerima perbuatan saudara-saudaranya tanpa melakukan perlawanan. Maka manfaat baik dari self-compassion adalah munculnya pola pikir kepedulian yang baik terhadap sesama, dengan suka rela membantu orang-orang di sekitarnya.
Setiap usaha yang dilakukan dalam membantu sesama, disadari atau tidak orang-orang yang melakukan self-compassion tersebut merasakan kebahagiaan yang tak terhingga dari dalam diri. Belajar berdamai dengan diri sendiri dalam keadaan apapun, sikap inilah yang tergambar dari Nabi Yusuf As. Ia sama sekali tidak membenci saudara-saudaranya yang telah berlaku kasar terhadapnya. Di tengah kesepian dan ketakutan yang dihadapinya di dasar sumur, ia menyadari seutuhnya bahwa ia tidak sendirian, ia bersama Allah Swt. yang senantiasa menemani dan memberi pertolongan kepadanya. Ia berhasil menyembuhkan lukanya sendiri dengan cara menerima dan berdamai dengan apa yang sedang terjadi (self-compassion).
Memang tidak mudah untuk menghalau rasa tidak suka terhadap seseorang. Kedengkian yang dilakukan saudara-saudara Nabi Yusuf as. menimbulkan kelelahan hati, pikiran, dan kebencian yang besar. Hal ini berbanding terbalik dengan sikap yang dilakukan Nabi Yusuf as. terhadap mereka. Berbagai penderitaan, penghinaan, kezaliman yang dialami Nabi Yusuf as., tidak mengurangi sedikit pun nilai kehormatan dalam dirinya. Dalam keadaan tak berdaya pun Nabi Yusuf tidak berontak dan berusaha menerima dengan lapang dada segala perlakuan buruk saudarasaudaranya.
Kedua, Self-Healing Nabi Yusuf As Menghadapi Fitnah Wanita
Analisis tentang sikap Nabi Yusuf As. menghadapi keadaan yang buruk ancaman penjara atau memenuhi ajakan istri al-„Aziz dan para wanita yang menaruh hati karena ketampanannya, akhirnya ia memilih di penjara dalam Qs. Yūsuf/ 12: 33: “(Yusuf) berkata, “Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka. Jika Engkau tidak menghindarkan tipu daya mereka dariku, niscaya aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentu aku termasuk orang-orang yang bodoh.”
Pemaknaan secara kontekstual yang digambarkan al-Qur’an mengenai konsep self-healing (penyembuhan diri) yang tercermin dari sikap Nabi Yusuf as. Sikap yang diambil Nabi Yusuf as adalah Mindfulness, dengan dzikrullāh (Mengingat Allah.
Ditinjau dari analisis psikologi, keadaan buruk yang dialami Nabi Yusuf as. mengakibatkan emosi kesedihan. Setelah Nabi Yusuf as. terbukti tidak bersalah, kabar miring terhadap istri raja kian menggema. Hingga penentuan penjara dilakukan kepada Nabi Yusuf as, atas dasar keinginan orang-orang zalim yang berusaha menutupi kesalahan istri raja. Self-healing dari sikap Nabi Yusuf as. secara psikologi bila dimaknai secara kontekstual adalah melakukan mindfulness dengan zikir (Mengingat Allah).
Mindfulness adalah sebuah usaha kesadaran penuh, mengelola pikiran, perasaan, dan lingkungan untuk menghubungkan titik-titik yang ada dalam pikiran. Artinya segala fokus dan kesadaran kita melibatkan Allah dan memasrahkan segalanya kepada Allah. Bila sedang menghadapi pergulatan emosi, segera mengingat Allah Swt, dengan menyebut asma-Nya dan beristighfar sebanyak-banyaknya. Dalam Islam mindfulness adalah kesadaran untuk segera mengingat Allah dengan berdzikir atau berdoa kepadanya.
Sikap pasrah dan rela, dengan ketentuan Allah Swt. Dapat dibuktikan dari pemaknaan konteks Nabi Yusuf as. ketika memohon perlindungan kepada Allah Swt. dengan penuh kesadaran. Sehingga menghadirkan ketenangan dalam hatinya. Kemudian melanjutkan doanya bahwa Allah dan rasulnya lebih ia ia cintai dan mengharap ridha-Nya, daripada melakukan kedurhakaan kepada-Nya.
Nabi Yusuf As. memohon pertolongan kepada Allah Swt. agar dijauhkan dari tipu daya dan perangkap mereka. Nabi Yusuf As. menyadari akan kelemahannya menghadapi menghadapi bujuk rayu yang terus menerus, yang dapat mengakibatkan ia terjerumus dalam kemaksiatan. Berdoa adalah cara yang dilakukan Nabi Yusuf as. sehingga ia berhasil diselamatkan dari ketidakberdayaan.