Donor ginjal bukan hal baru di Indonesia. Ada saja orang yang ingin menyumbangkan ginjalnya pada orang lain. Lantas bagaimana hukum donor ginjal pada orang tua? Apakah hukum diperbolehkan syariat seorang anak donor ginjal pada ayah atau ibunya?
Sebagai seorang anak yang sayang terhadap orang tua, tak jarang ada yang mendonorkan organ tubuhnya kepada orang tuanya. Bahkan terkadang bahasa metaforis seorang yang dimabuk cinta pun berkehendak memberikan hatinya kepada pasangannya, uniknya ada yang menganggap ini sebagai bukti cinta sungguhan, syahdan ia pun meminta hati pasangannya.
Lalu bagaimana pandangan fikih atas kasus bakti seorang anak dengan menyumbangkan ginjalnya kepada orang tuanya, bolehkah? Menurut ulama tradisionalis, yang demikian tidak diperbolehkan. Karena ia dianggap tidak memiliki organ tubuhnya, maka ia dilarang untuk menyumbangkannya. Dikatakan;
وَيَنْبَغِي أَنَّ مَحَلَّ الِامْتِنَاعِ بِعَظْمِ نَفْسِهِ إذَا أَرَادَ نَقْلَهُ إلَى غَيْرِ مَحَلِّهِ، أَمَّا إذَا وَصَلَ عَظْمَ يَدِهِ بِيَدِهِ مَثَلًا فِي الْمَحَلِّ الَّذِي أُبِينَ مِنْهُ فَالظَّاهِرُ الْجَوَازُ؛ لِأَنَّهُ إصْلَاحٌ لِلْمُنْفَصِلِ مِنْهُ وَلِمَحَلِّهِ،
“Dilarang untuk memindahkan anggota atau organ tubuhnya ke orang lain, namun jika ke badannya sendiri (semisal tulang tangannya diganti dengan tangannya sendiri) maka diperbolehkan. Karena yang demikian ini berfungsi untuk memperbaiki anggota tubuhnya, dan juga ini dilakukan untuk anggota tubuhnya sendiri.” (Nihayat al-muhtaj ila Syarah al-Minhaj, Juz 2 Halaman 22)
Sedang menurut elit agama kontemporer, Syaikh Masyayikhina Prof Wahbah Zuhaili menyatakan kebolehan atas kasus ini. Dengan tegas dan rinci beliau menyatakan pandangannya sebagaimana redaksi berikut;
يجوز نقل العضو من مكان من جسم الإنسان إلى جسم الإنسان آخر من جسمه مع مراعاة التأكيد من أن النفع المتوقع من هذه العملية أرجح من الضرر المترتب عليها ويشرط أن يكون ذلك لإيجاد عضو مفقود أو لإعادة شكله أو وظيفته المعهودة له أو لإصلاح عيب أو إزالة دمامة تسبب للشخص أذى نفسيا أو عضويا.
“Diperbolehkan memindahkan organ dari tubuh manusia ke bagian lain dari tubuh manusia, dengan mempertimbangkan jaminan bahwa manfaat yang diharapkan dari operasi ini lebih besar daripada kerugian yang ditimbulkannya.
Maka diperbolehkan untuk mendonorkan anggota tubuh bila untuk menghilangkan kebahayaan seperti untuk memperbaiki cacat atau untuk menghilangkan keburukan yang menyebabkan kesengsaraan atau petaka pada jiwa atau anggota badan seseorang.”
Kemudian beliau menyatakan;
رابعاً: يحرم نقل عضو تتوقف عليه الحياة كالقلب من إنسان حي إلى إنسان آخر.
Keempat: Dilarang memindahkan organ yang menjadi sandaran kehidupan, seperti jantung, dari satu makhluk hidup ke makhluk hidup lainnya.
خامساً: يحرم نقل عضو من إنسان حي يعطل زواله وظيفة أساسية في حياته وإن لم تتوقف سلامة أصل الحياة عليها كنقل قرنية العينين كلتيهما، أما إن كان النقل يعطل جزءاً من وظيفة أساسية فهو محل بحث ونظر كما يأتي في الفقرة الثامنة
Kelima: Dilarang memindahkan organ dari orang hidup yang pengangkatannya mengganggu fungsi dasar hidupnya, meskipun keutuhan asal usul kehidupan tidak bergantung padanya, seperti memindahkan kornea kedua mata. (Al-Fiqh Al Islami Wa Adillatuhu, Juz 7 Halaman 5124)
Dengan demikian, ada perbedaan pendapat terkait mendonorkan organ tubuh dari orang yang masih hidup kepada manusia lainnya. Hanya saja, mendonorkan Jantung atau organ vital manusia itu tidak diperbolehkan, sebab jika ia menyumbangkannya maka berdampak pada kehidupannya.
Sedang selain Jantung, semisal kulit atau darah, ini diperbolehkan untuk didonorkan, sebab yang demikian tidak berdampak pada keberlangsungan hidup pendonor.
Demikian penjelasan hukum donor ginjal pada orang tua. Wallahu a’lam bi al-shawab.