Hukum Ghasab dalam Islam

Dalam Islam, kepemilikan harta dan hak individu sangat dijunjung tinggi. Mengambil hak milik orang lain tanpa izin, yang dikenal dengan istilah ghasab, merupakan perbuatan yang dilarang dan memiliki konsekuensi serius. Artikel ini akan membahas tentang pengertian ghasab, hukum ghasab dalam Islam, dan langkah-langkah yang harus diambil ketika terjadi ghasab.

Secara bahasa, ghasab berarti “merampas” atau “mengambil secara paksa.” Sedangkan menurut istilah syara’, ghasab adalah menguasai, menggunakan, atau mengambil manfaat dari harta orang lain secara zalim dan tanpa izin. Ghasab bisa terjadi pada benda apapun, baik berupa barang bergerak maupun tidak bergerak, seperti tanah, kendaraan, uang, dan lain sebagainya.

Sementara itu, Ibnu Muflih al Hanbali, dalam kitab al-Mubdi’u Syarh al-Muqni’, Jilid V, [Beirut; Dar Kutub Ilmiyah, 2007] halaman 19 bahwa tindakan ghasab ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan mengambil harta orang lain tanpa izin, memaksa seseorang untuk menyerahkan haknya, atau menggunakan kekuasaan untuk menguasai hak orang lain.

Untuk itu, pelaku ghasab wajib mengganti dan mengembalikan barang yang dighasabnya. Jika pelakunya membangun di atas tanahnya, maka dia wajib mengembalikannya kecuali jika sudah rusak. Jika pelakunya memaku pintu dengan paku, maka dia wajib mencabutnya dan mengembalikannya.

فصل ويلزمه رد المغصوب إن قدر على رده ، وإن غرم عليه أضعاف قيمته ، وإن خلطه بما يتميز منه لزمه تخليصه ورده ، وإن بنى عليه لزمه رده إلا أن يكون قد بلي ، وإن سمر بالمسامير بابا لزمه قلعها وردها ، وإن زرع الأرض وردها بعد أخذ الزرع فعليه أجرتها ، وإن أدركها ربها والزرع قائم خير بين تركه إلى الحصاد بأجرته وبين أخذه بعوضه ، وهل ذلك قيمته أو نفقته ؛ على وجهين ، ويحتمل أن يكون الزرع للغاصب وعليه الأجرة ، وإن غرسها أو بنى فيها أخذ بقلع غرسه وبنائه ، وتسوية الأرض ، وأرش نقصها ، وأجرتها

Artinya; Dan wajib baginya mengembalikan barang yang dirampas jika dia mampu mengembalikannya, meskipun dia harus membayar ganti rugi berkali lipat dari nilainya. Jika dia mencampurkannya dengan barang lain yang dapat dibedakan, maka dia wajib memisahkannya dan mengembalikannya. Jika dia membangun di atasnya, maka dia wajib mengembalikannya kecuali jika sudah rusak.

Jika dia memaku pintu dengan paku, maka dia wajib mencabutnya dan mengembalikannya. Jika dia menanami tanah tersebut dan mengembalikannya setelah mengambil hasil panen, maka dia wajib membayar sewanya. Jika pemiliknya menemukannya dan hasil panen masih ada, maka dia memiliki pilihan antara meninggalkannya sampai panen dengan membayar sewanya atau mengambilnya dengan ganti rugi.

Apakah ganti rugi tersebut berupa nilainya atau biayanya? Ada dua pendapat. Ada kemungkinan bahwa hasil panen milik si perampas dan dia harus membayar sewanya. Jika dia menanam atau membangun di dalamnya, maka dia harus membayar untuk mencabut tanaman atau bangunannya, meratakan tanah, mengganti biaya kerusakannya, dan membayar sewanya. [Ibnu Muflih al Hanbali, _al-Mubdi’u Syarh al-Muqni’, Jilid V, [Beirut; Dar Kutub Ilmiyah, 2007] halaman 19]

Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitab, Tuhfatul Muhtaj fi Syarh al-Minhaj, Jilid II, [Beirut; Dar Ihya at Turats al-Arabi, tt] halaman 470, ghasab adalah tindakan menguasai hak orang lain, baik berupa harta maupun hak istimewa, secara melanggar hukum atau paksaan.

Tindakan ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan mengambil harta orang lain tanpa izin, memaksa seseorang untuk menyerahkan haknya, atau menggunakan kekuasaan untuk menguasai hak orang lain.

( كتاب الغصب ) ( هو ) لغة أخذ الشيء ظلما وقيل بشرط المجاهرة وشرعا ( الاستيلاء ) ويرجع فيه للعرف كما يتضح بالأمثلة الآتية وليس منه منع المالك من سقي ماشيته أو غرسه حتى تلف فلا ضمان ، ( على حق الغير ) ، ولو خمرا وكلبا محترمين وسائر الحقوق والاختصاصات كحق متحجر وكإقامة من قعد بسوق أو مسجد

Artinya; Kitab al-Ghasab. Definisi secara bahasa, (ghaṣab) berarti mengambil sesuatu secara zalim. Ada juga yang mengatakan bahwa ghaṣab harus dilakukan secara terang-terangan. Sedangkan secara syar’i, ghaṣab berarti “penguasaan”. Dalam hal ini, penentuan apakah suatu perbuatan termasuk ghaṣab atau tidak harus dikembalikan kepada adat kebiasaan setempat, sebagaimana yang akan dijelaskan dalam contoh-contoh berikut. [Pada hak orang lain), meskipun itu adalah minuman keras atau anjing yang diharamkan.

Selain itu, ghasab juga dapat dilakukan terhadap hak-hak dan keistimewaan orang lain, seperti hak atas tanah yang sudah diuruk dan hak untuk duduk di pasar atau masjid. [Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitab, Tuhfatul Muhtaj fi Syarh al-Minhaj, Jilid II, [Beirut; Dar Ihya at Turats al-Arabi, tt] halaman 470].

Demikian penjelasan terkait hukum ghasab dalam Islam. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH