Syekh Sa’id bin Abdul Qodir Basyanfar mengatakan, anak kecil tidak wajib menunaikan ibadah haji. Akan tetapi jika ia menunaikan haji, ibadah hajinya sah.
“Hal ini berdasarkan beberapa hadits di antaranya yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA,” tulis Syaikh Sa’id bin Abdul Qodir Basyanfar dalam kitabnya Al-Mughnie.
Dari lbnu Abbas RA bahwa salah seorang perempuan mengadukan kepada Rasulullah SAW perihal anak kecilnya seraya berkata, “Ya, Rasulullah! Apakah anak kecil itu diperbolehkan berhaji?”
Rasulullah SAW menjawab “Ya dan engkau mendapat pahalanya.” ( Hadis riwayat Imam Muslim).
Hadits itu menjadi dalil sahnya haji anak kecil dan pelaksanaannya terlepas anak itu sudah memasuki masa tamyiz atau belum. Jika anak itu sudah masuk masa tamyiz, ia berihram atas izin walinya.
“Namun jika belum masuk masa tamyiz, walinya yang berihram atas nama anak itu,” katanya.
Pendapat itu dipegang mayoritas ulama, tetapi pelaksanaan haji anak kecil itu tidak menggugurkannya dari kewajiban menunaikan haji jika ia baligh.
Imam Ibnu Mundzir berkata, “Para ulama telah sepakat-kecuali kelompok kecil yang menyimpang dan pendapatnya tidak dianggap suatu perbedaan-bahwa anak kecil jika berhaji pada masa kecilnya kemudian menginjak dewasa, ia harus menunaikan haji wajib jika mampu melakukannya.”
Imam Tirmidzi berkomentar, “Para ulama telah sepakat tentang pendapat itu.”
Dalil Pedapat Ulama tentang Haji Anak Kecil
Adapun dalil pendapat itu adalah dua hadis dari riwayat Ibnu Abbas. Ibnu Abbas RAberkata, Rasulullah SAV/ bersabda, “Anak kecil yang dihajikan keluarganya lalu ia dewasa, wajib baginya menunaikan haji lagi.” (Hadis dikeluarkan Imam Ktatib, Dhiya Maklisy, dan Imam al Hakim. Komentar beliau, “Hadis itu sahih dengan syarat kedua imam tersebut.” Begitu juga Imam lbnu Khuzaimah.)
Dari lbnu Abbas RA, beliau berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Anak kecil yang telah menunaikan ibadah haji lalu ia menginjak dewasa, wajib baginnya menunaikan haji lagi/haji fardhu. Hamba sahaya yang telah menunaikan ibadah wajib lalu dibebaskan/merdeka, ia pun wajib melaksanakan ibadah haji lagi/haji fardu. (Hadits riwayat lmam Syafii dan lmam Thayalisy).
Jika si anak kecil itu menginjak usia balig sebelum wuquf atau pada saat wuquf di Arafah, gugurlah kewajibannya menunaikan haji fardhu. Pendapat itu berdasarkan dalil yang telah dikeluarkan Imam Abu Bakar al Quthi’i dalam kitab Manasik-nya dari Sa’id bin Abi Urubah dengan sanad yang sahih dari Imam Qatadah dan Atha’bahwa kedua sahabat itu berkata.
“Jika seorang hamba sahaya dimerdekakan atau seorang anak kecil bermimpi (tanda usia balig) pada sore hari wuquf di Arafah dan ia menyaksikan wuquf itu, gugurlah bagi mereka berdua kewajiban menunaikan haji fardhu/rukun.
Pendapat itu adalah pendapat Ibnu Abbas RA dan pendapat Imam. Syafi, Imam Ahmad, serta Imam Ishaq. Adapun Imam Malik dan Imam Abu Tsaur berpendapat, “Pelaksanaan haji tersebut mencukupkannya dari kewajiban melaksanakan haji fardhu.”
Pendapat itu dipilih Imam Ibnul Mundzir juga. Adapun Imam Abu Hanifah berpendapat, “Jika anak kecil itu memperbaharui ihramnya (niat hajinya) setelah bermimpi dan sebelum wuquf di Arafah, hajinya itu mencukupkannya dari melaksanakan haji fardhu. Jika ia tidak memperbaharuinya, hajinya itu tidak mencukupkannya dari haji fardhu karena ihram-nya harus terlaksana dalam kedudukan wajib.”
Jika seorang anak kecil menunaikan haji, ia harus menjauhi semua larangan yang harus diiauhi semua yang berihram. Mengenai segala kegiatan ibadah haji yang ia sendiri tidak mampu melaksanakannya, hendaklah kegiatan itu dilakukan walinya berdasarkan hadis Jabir RA:
Dari Jabir RA, ia berkata, “Aku berhaji bersama Rasulullah SAW. Ikut bersama kami kaum muslimat dan anak-anak kecil, Kami mengucapkaan talbiyyah dan melempar jumrah mewakili anak-anak kecil itu.” (Hadits riwayat Imam Ahmad dan Ibnu Majah).
Setiap kegiatan ibadah haji yang mampu dilakukan anak kecil itu sendiri, ia sendiri yang harus menunaikannya seperti wuquf di Arafah, mabit di Muzdalifah, dan lainnya. Adapun untuk kegiatan ibadah haji yang tidak mampu dilakukan sendiri, walinyalah yang melakukannya.
Dalil lain adalah riwayat dari Ibnu Umar RA bahwa beliau menghajikan anak-anaknya padahal mereka masih kecil. Jika di antara anak-anaknya itu ada yang mampu melempar sendiri, ia melempar sendiri. Sementara anak yang tidak mampu melempar, walinya yang menggantikan. Ibnu Mundzir berkata.
“Setiap yang aku kenal dari kalangan ulama, mereka berpendapat bahwa wali boleh mengganti melemparkan jumrah bagi anak kecil yang tidak mampu melakukannya.”