Hukum Melepaskan Pakaian Jenazah ketika Dimandikan

Dari ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata,

لَمَّا أَرَادُوا غَسْلَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا: وَاللَّهِ مَا نَدْرِي أَنُجَرِّدُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ ثِيَابِهِ كَمَا نُجَرِّدُ مَوْتَانَا، أَمْ نَغْسِلُهُ وَعَلَيْهِ ثِيَابُهُ؟ فَلَمَّا اخْتَلَفُوا أَلْقَى اللَّهُ عَلَيْهِمُ النَّوْمَ حَتَّى مَا مِنْهُمْ رَجُلٌ إِلَّا وَذَقْنُهُ فِي صَدْرِهِ، ثُمَّ كَلَّمَهُمْ مُكَلِّمٌ مِنْ نَاحِيَةِ الْبَيْتِ لَا يَدْرُونَ مَنْ هُوَ: أَنْ اغْسِلُوا النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيْهِ ثِيَابُهُ، فَقَامُوا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَغَسَلُوهُ وَعَلَيْهِ قَمِيصُهُ، يَصُبُّونَ الْمَاءَ فَوْقَ الْقَمِيصِ وَيُدَلِّكُونَهُ بِالْقَمِيصِ دُونَ أَيْدِيهِمْ ، وَكَانَتْ عَائِشَةُ تَقُولُ: لَوْ اسْتَقْبَلْتُ مِنْ أَمْرِي مَا اسْتَدْبَرْتُ، مَا غَسَلَهُ إِلَّا نِسَاؤُهُ

Ketika mereka (para sahabat) hendak memandikan (jenazah) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, mereka mengatakan, ‘Demi Allah, kami tidak tahu apakah kita akan menanggalkan pakaian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana kita menelanjangi orang-orang yang meninggal di antara kita, atau kita memandikannya dalam keadaan beliau memakai pakaiannya?’

Ketika mereka berselisih (pendapat), Allah menidurkan mereka hingga tidak ada seorang pun melainkan dagunya menempel pada dadanya. Kemudian mereka diajak bicara seseorang yang berbicara dari sisi rumah, mereka tidak mengetahui siapakah dia. Orang tersebut berkata, ‘Mandikanlah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam keadaan memakai pakaiannya.’ Kemudian mereka bangkit menuju Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan memandikan beliau dalam keadaan beliau memakai jubahnya. Mereka menuangkan air dari atas jubah dan memijat-mijatnya dengan jubah bukan dengan tangan mereka. Aisyah berkata, ‘Seandainya nampak bagiku dahulu seperti apa yang nampak sekarang ini, maka tidak ada yang memandikan beliau kecuali para istrinya.‘” (HR. Ahmad 43: 331 dan Abu Dawud no. 3141, dinilai hasan oleh Al-Albani)

Para sahabat yang terlibat dalam memandikan jenazah Nabi shallahu ‘alaihi wasallam adalah ‘Ali bin Abi Thalib, paman beliau ‘Abbas, Al-Fadl bin Al-‘Abbas, Usamah bin Zaid, dan Qutsam bin ‘Abbas radhiyallahu Ta’ala ‘anhum. Yang memandikan langsung adalah ‘Ali bin Abi Thalib, sedangkan sahabat yang lain membantu beliau menuangkan air.

Terdapat beberapa faedah dari hadis di atas, di antaranya:

Faedah pertama

Hadis ini merupakan dalil bahwa memandikan jenazah itu merupakan suatu perkara yang telah dikenal luas (ma’ruf) di kalangan para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan juga, pakaian jenazah itu ditanggalkan (dilepas) ketika dimandikan. Hal ini karena dengan dilepasnya pakaian tersebut, hal itu akan lebih memudahkan dalam memandikan dan juga lebih baik dalam membersihkan jasad jenazah. Adapun kemaluan si mayit, hendaknya ditutupi dengan kain.

Dalil dalam masalah ini adalah perkataan para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, ”Kami tidak tahu apakah kita akan menanggalkan pakaian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana kita menelanjangi orang-orang yang meninggal di antara kita?”

Perkataan tersebut menunjukkan bahwa para sahabat radhiyallahu ‘anhum dulu menanggalkan pakaian jenazah ketika memandikan jenazah.

Sedangkan menutup kemaluan jenazah, hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

لَا يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ، وَلَا الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ

Seorang laki-laki tidak boleh melihat aurat laki-laki lain, dan perempuan tidak boleh melihat aurat perempuan lain.” (HR. Muslim no. 338)

Selain itu, ketika memandikan jenazah, hendaklah di ruangan tertutup, baik itu berupa tenda atau ruangan tertentu. Dan hanya dihadiri oleh orang-orang yang memang membantu secara langsung proses memandikan jenazah, bukan hanya sekedar melihat-lihat. Artinya, proses memandikan jenazah tersebut tidak dijadikan tontonan oleh masyarakat.

Faedah kedua

Sempat terjadi perbedaan pendapat di kalangan para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam tata cara memandikan jenazah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, apakah pakaian beliau ditanggalkan (sebagaimana jenazah para sahabat yang lainnya) ataukah tidak. Hal ini sebagai bentuk pemuliaan para sahabat terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Allah Ta’ala pun menidurkan mereka dan mereka mendengar ada seseorang yang berbicara untuk memandikan jenazah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam keadaan tetap memakai pakaiannya. Para sahabat pun kemudian bersepakat bahwa jenazah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dimandikan dalam keadaan tetap memakai pakaiannya. Sehingga, para sahabat menuangkan air pada pakaian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan juga menggosok badan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di balik pakaian beliau. Inilah petunjuk yang diberikan oleh Allah Ta’ala kepada para sahabat radhiyallahu ‘anhum.

Hal ini menunjukkan bawa jenazah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itu berbeda dengan jenazah yang lain. Syekh Dr. Shalih Al-Fauzan hafizahullah berkata, “Hadis ini menunjukkan kekhususan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa pakaian beliau tidak ditanggalkan ketika jenazahnya dimandikan. Ini termasuk kekhususan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam.” (Tashilul Ilmam, 3: 25)

Demikian pembahasan ini, semoga bermanfaat. Wallahu Ta’ala a’lam.

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Catatan kaki:

Disarikan dari kitab Minhatul ‘Allam fi Syarhi Bulughil Maram (4: 258-259) dan Tashilul Ilmam bi Fiqhi Al-Ahadits min Bulughil Maram (3: 24-25).

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/86594-hukum-melepaskan-pakaian-jenazah-ketika-dimandikan.html