Hukum Membayar Zakat Fitrah di Wilayah Lain

Dalam masyarakat Indonesia, orang yang wajib zakat fitrah, biasanya membayarkan zakatnya di daerah ia berdomisili. Namun, karena berbagai alasan seperti mudik dan lainnya, membuat sebagian orang membayar zakat di daerah lain. Lantas, bagaimanakah hukum membayar zakat fitrah di wilayah lain muzakki?

Dalam literatur kitab fikih, kasus di atas tergolong sebagai praktik naql al-zakāh (memindah zakat atau tidak membayar zakat di tempat domisili). Dalam praktik ini masih terjadi ikhtilāf (berbeda pendapat antara para ulama).

Mayoritas Ulama tidak memperbolehkan melakukan naql a-zakāh, baik antara jarak daerah domisili dan daerah tempat menyalurkan zakat berjarak masafah al-qasri (jarak yang diperbolehkan mengqasar shalat) atau tidak.

Sebagaimana dalam kitab Bughyah al-Mustarsyidīn, juz 1, hal 217 berikut,

)مَسْأَلَةٌ : ج) : وُجِدَتْ الأَصْنَافُ أَوْ بَعْضُهُمْ بِمَحَلٍّ وَجَبَ الدَّفْعُ إِلَيْهِمْ ، كَبُرَتْ البَلْدَةُ أَوْ صَغُرَتْ وَحَرُمَ النَّقْلُ ، وَلَمْ يُجِزْهُ عَنِ الزَّكَاةِ إِلَّا عَلَى مَذْهَبِ أَبِي حَنِيْفَةَ اَلْقَائِلِ بِجَوَازِهِ ، وَاخْتَارَهُ كَثِيْرُوْنَ مِنَ الْأَصْحَابِ ، خُصُوْصاً إَنْ كَانَ لِقَرِيْبٍ أَوْ صَدِيْقٍ أَوْ ذِيْ فَضْلٍ وَقَالُوا : يَسْقُطُ بِهِ الفَرْضُ ، فَإِذَا نَقَلَ مَعَ التَّقْلِيْدِ جَازَ وَعَلَيْهِ عَمَلُ‍نَا وَغَيْرُنَا وَلِذَلِكَ أَدِلَّةٌ اهـ. وَعِبَارَةُ ب الرَّاجِحُ فِي الْمَذْهَبِ عَدَمُ جَوَازِ نَقْلِ الزَّكَاةِ ، وَاخْتَارَ جَمْعٌ اَلْجَوَازَ كَاِبْنِ عُجَيْلٍ وَابْنِ الصَّلَاحِ وَغَيْرِهِمَا ، قَالَ أَبُو مَخْرَمَةَ : وَهُوَ اَلْمُخْتَارُ إِذَا كَانَ لِنَحْوِ قَرِيْبٍ ، وَاخْتَارَهُ الرُّوْيَانِيُّ وَنَقَلَهُ اَلْخَطَابِيُّ عَنْ أَكْثَرِ الْعُلَمَاءِ ، وَبِهِ قَالَ ابْنُ عَتِيْقٍ ، فَيَجُوْزُ تَقْلِيْدُ هَؤُلَاءِ فِي عَمَلِ النَّفْسِ 

Artinya : “Dijumpainya seluruh atau sebagian yang berhak menerima zakat di tempat yang wajib menyerahkan zakat kepada mereka, baik daerahnya besar atau kecil dan haram naql al-zakāh, tidak boleh melakukan naql al-zakāh kecuali pendapat mazhab Abū Hanīfah yang membolehkan, dan pendapat ini yang di pilih mayoritas aṣhab al-Syafi’i, khususnya jika ditujukan kepada kerabat, teman atau orang yang memiliki keutamaan.

Aṣhab al-Syafi’i mengatakan kefarduannya bisa gugur, oleh karenanya kalau naql al-zakāh dengan bertaklid maka boleh, dan ini yang kami dan orang selain kami lakukan, karena memiliki beberapa dalil.

Pendapat Muhammad Bafaqih yang rajih dalam mazhabnya, tidak boleh naql al-zakāh, segolongan ulama sebagaimana Ibnu ‘Ujail, Ibnu Solah dan lainnya memilih pendapat boleh. Abu Mahramah berkata: kebolehan itu jika ditujukan kepada kerabat, Imam Al-Rūyānī memilih pendapat ini, begitu pula Imam Khathabi yang menukil dari mayoritas ulama, Ibnu Atiq pun tak ketinggalan. Maka boleh bertaklid kepada mereka yang membolehkan untuk konsumsi pribadi”

Dari ikhtilāf yang terjadi, dapat disimpulkan bahwa terdapat empat pendapat ulama mengenai hukum hukum membayar zakat fitrah di luar wilayah atau domisili muzakki.

Pertama, menurut pendapat ashah, zakat yang dilakukan tidak sah secara mutlak dan berdosa.

Kedua, zakat yang dilakukan sah dan tidak berdosa.

Ketiga, zakat yang dilakukan sah, namum berdosa.

Dan terakhir, zakat yang dilakukan sah dan tidak berdosa, dengan catatan, jarak antara daerah domisili dan daerah tempat menyalurkan zakat kurang dari masafatu al-qasri (89 km). Namun, jika jaraknya mencapai masafatu al-qasri, maka zakatnya tidak sah dan berdosa.

Ada juga ulama yang berpendapat bahwa boleh menunaikan zakat di luar daerah domisili, jika ditujukan kepada fakir di daerah tersebut yang lebih membutuhkan, kerabat, teman dekat atau orang yang memiliki keutamaan (orang berpengaruh).

Sebagaimana dalam kitab Al-Majmū’ Syarh Al-Muhażżab, juz 6, halaman 221 berikut,

(وَالصَّحِيْحُ) أَنَّهُ لاَ فَرْقَ بَيْنَ النَّقْلِ اِليَ مَسَافَةِ الْقَصْرِ وَدُوْنَهَا كَماَ صَحَّحَهُ الْمُصَنِّفُ كَذَا صَحَّحَهُ الجُمْهُوْرُ فَحَصَلَ مِنْ مَجْمُوْعِ الِخلاَفِ أَرْبَعَةُ أَقْوَالٍ (أَصَحُّهَا) لاَ يُجْزِئُ النَّقْلُ مُطْلَقًا وَلاَ يَجُوْزُ (وَالثَّانِي) يُجْزِئُ وَيَجُوْزُ (وَالثَّالِثُ) يُجْزِئُ وَلاَ يَجُوْزُ (وَالرَّابٍعُ) يُجْزِئُ وَيَجُوْزُ لِدُوْنِ مَسَافَةِ القَصْرِ وَلاَ يُجْزِئُ وَلاَ يَجُوْزُ إِلَيْهِا 

Artinya : “Menurut pendapat yang ṣahih, tak ada bedanya melakukan naql al-zakāh sejarak masafatul-qasri atau kurang, ini pendapat yang dishahihkan Imam Al-Nawawī dan Jumhur Ulama. Dari selisih pendapat yang ada, terdapat empat pendapat dalam hal ini.

Menurut pendapat aṣah, naql al-zakāh tidak mencukupi secara mutlak dan tidak boleh dilakukan, kedua, mencukupi dan boleh dilakukan, ketiga mencukupi dan tidak boleh dilakukan, keempat mencukupi dan boleh dilakukan ketika kurang dari masafatu al-qasri dan tidak boleh jika jarak masafah al-qasri”

Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa mayoritas ulama tidak memperbolehkan membayar zakat fitrah di luar domisili muzakki. Tetapi, dalam kondisi terdesak seseorang diperbolehkan untuk membayar zakat fitrah di luar daerahnya dengan bertaklid kepada imam yang membolehkan untuk konsumsi pribadi.

Demikian penjelasan mengenai hukum membayar zakat fitrah di luar wilayah muzakki. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.

BINCANG SYARIAH