Hukum Memberikan Zakat kepada Penuntut Ilmu Syar’i

Fatwa Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin

Pertanyaan:

Apakah hukum memberikan zakat untuk penuntut ilmu (thalibul ‘ilmi)?

Jawaban:

Seorang penuntut ilmu yang mencurahkan tenaganya untuk menuntut ilmu syar’i, meskipun dia masih mampu untuk bekerja, boleh untuk diberikan bagian dari harta zakat. Hal ini karena menuntut ilmu syar’i termasuk bagian dari jihad fi sabilillah. Allah Ta’ala menjadikan jihad fi sabilillah sebagai (salah satu) golongan yang berhak menerima zakat. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاء وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِّنَ اللّهِ وَاللّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah: 60)

Adapun jika dia memfokuskan diri mencari ilmu duniawi, maka tidak diberi bagian dari harta zakat. Kita katakan kepadanya, “Engkau sekarang bekerja untuk dunia, dan memungkinkan bagimu untuk mencari penghasilan dengan bekerja. Maka, kami tidak memberikan bagian dari harta zakat untukmu.”

Akan tetapi, jika kita dapati seseorang yang mampu mencari penghasilan sendiri untuk kebutuhan makan, minum, dan tempat tinggal, namun dia butuh untuk menikah dan tidak memiliki harta untuk menikah, apakah diperbolehkan untuk menikahkannya dengan harta zakat?

Maka jawabannya, iya, boleh untuk dinikahkan dengan harta zakat. Kita berikan mahar untuknya secara utuh.

Jika ditanyakan, “Apa alasan menikahkan orang fakir dengan harta zakat itu diperbolehkan, meskipun yang memberikan kepadanya itu banyak?”

Kami katakan, hal ini karena kebutuhan seseorang untuk menikah itu bisa jadi mendesak, dan terkadang pada sebagian orang itu seperti kebutuhannya terhadap makanan dan minuman. Oleh karena itu, sebagian ulama rahimahumullah berkata bahwa wajib bagi orang yang menanggung nafkah orang lain untuk menikahkannya jika dia memiliki kecukupan harta. Wajib bagi seorang ayah untuk menikahkan anak laki-lakinya jika anak laki-lakinya itu butuh untuk menikah dan dia tidak memiliki harta untuk menikah. Akan tetapi, aku mendengar dari sebagian ayah yang melupakan keadaan ini, yaitu keadaan para pemuda. Jika anak laki-lakinya minta dinikahkan, dia berkata kepada anak laki-lakinya itu, “Menikahlah dengan modal usahamu sendiri.” Hal ini tidak diperbolehkan. Haram untuk si ayah (tidak menikahkannya) jika dia mampu (memiliki harta) untuk menikahkannya. Dan kelak pada hari kiamat, anak laki-lakinya berhak menuntutnya jika ayahnya tidak menikahkannya, padahal sang ayah mampu menikahkannya.

Ada masalah yang lain, seandainya ada seseorang yang memiliki banyak anak, sebagian mereka telah sampai pada usia pernikahan, dan sang ayah pun menikahkannya. Dan ada anak yang masih kecil. Maka, apakah diperbolehkan bapak ini untuk berwasiat memberikan sebagian hartanya untuk anaknya yang masih kecil untuk membeli mahar karena dia sudah memberikan harta untuk anak yang besar?

Maka jawabannya, hal itu tidak diperbolehkan ketika dia menikahkan anak yang besar, lalu berwasiat untuk membelikan mahar bagi anaknya yang masih kecil. Akan tetapi, jika salah satu anak yang masih kecil itu sudah mencapai usia pernikahan, maka wajib baginya untuk menikahkannya sebagaimana dia menikahkan anak pertama. Adapun jika dia berwasiat semacam itu setelah meninggal dunia, maka hal ini diharamkan. Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَعْطَى كُلَّ ذِي حَقٍّ حَقَّهُ فَلَا وَصِيَّةَ لِوَارِثٍ

Sesungguhnya Allah Ta’ala telah memberi masing-masing orang haknya, maka tidak ada harta wasiat bagi ahli waris.” (HR. Ahmad 5: 267, Abu Dawud no. 2870, dan Ibnu Majah no. 2713)

Baca juga: Perbedaan Zakat dan Sedekah

***

@Rumah Lendah, 25 Muharram 1445/ 12 Agustus 2023

Penerjemah: M. Saifudin Hakim

Catatan kaki:

Diterjemahkan dari kitab Fatawa Arkanil Islam, hal. 530-532, pertanyaan no. 384.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/87082-hukum-memberikan-zakat-kepada-penuntut-ilmu-syari.html