Hukum Mendatangi Dukun dan Perbedaanya dengan Kiai

Bagaimana hukum mendatangi dukun dan perbedaannya dengan kiai. Menurut KBBI (kamus besar Indonesia), dukun adalah orang yang mengobati, menolong orang sakit, memberi jampi-jampi, guna-guna dan lain sebagainya.

Perbendaharaan kata dukun tidak sampai disitu, dalam KBBI dibagi macam-macam istilah dukun seperti; dukun beranak, dukun bayi, dukun calak, dukun klenik dan lain sebagainya. 

Namun dukun yang dimaksud dalam tulisan ini adalah suatu istilah yang pengertiannya lebih dekat dengan tukang sihir. Menjorok pada disiplin ilmu hitam yang bertentangan dengan syariat Islam. Berbeda dengan seorang kiai yang memiliki kelebihan atas pertolongan Allah Swt. 

Perlu di garis bawahi, sebab dalam istilah masyarakat kita antara dukun dan kiai sama-sama memiliki kelebihan, namun disamaratakan dengan sebutan “orang pintar”. Padahal antara dukun dan kiai memiliki perbedaan yang sangat signifikan.

Perbedaan Dukun dan Kiai 

Nampaknya kita harus mengetahui perbedaan antara dukun dan kiai. Perbedaan yang sangat mencolok antar keduanya adalah dalam sisi keilmuanya, amaliyahnya, dan gurunya. Seorang dukun disiplin ilmu yang ia geluti adalah ilmu yang berhaluan hitam. Sebagaimana sihir yang dalam kurun sejarahnya diindikasikan, setan sebagai penyebarnya. Dukun telah menjadikan setan sebagi guru, ia berkawan dan bersekutu dengan makhluk yang paling terkutuk tersebut. 

Lebih lanjut bisa kita lihat amaliyah yang dilakukan oleh dukun yang tidak sesuai dengan syariat agama, bahkan bertentangan dan melanggar garis ketentuan agama. Lebih miris lagi seorang dukun tega melakukan sesuatu yang bersimpangan dari norma kemanusiaan maupun agama demi mewujudkan ilmunya. 

Di sisi lain seorang kiai disiplin ilmu yang ia pegangi adalah ilmu agama. Kemampuan yang ia miliki bersumber dari Allah Swt. entah itu berupa karamah atau keyakinannya yang terlalu tinggi kepada Allah Swt. Amaliyah yang ia lakukan juga sejalan dengan apa yang disyariatkan oleh agama. 

Biasanya kiai memiliki amaliyah yang jarang dilakukan oleh orang pada umumnya seperti; puasa Daud, puasa mutih, wirid-wirid tertentu, shalat malam dan lain sebagainya. Maka wajar jika kiai memiliki keistimewaan, sebab ia memiliki amalan khusus untuk mendekatkan diri kepada tuhanya. 

Jadi jelas sekali perbedaan antara dukun dan kiai, diharapkan kita pandai menilai “orang pintar” tersebut sebagai dukun atau kiai. Tidak kala pentingnya juga kita pandai menilai ai benar-benar kiai atau dukun yang berkedok agama atau penipu yang berkedok dukun. 

Hukum Mendatangi Dukun dalam Islam

Terkait hukum mendatangi dukun, dalam kitab Faidul Qadir Syekh Abdurrauf al-Munawi mengatakan, jika seseorang meyakini seorang dukun mengetahui hal-hal gaib tanpa perantara apapun maka orang tersebut dianggap kafir. Hal tersebut disandarkan hadis Rasulullah Saw. yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: 

مَنْ اَتَى عِرَافًا اَوْ كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا اُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ

Barang siapa yang mendatangi araaf atau kahin (dukun) dan membenarkan apa yang ia katakan, maka sesungguhnya ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan Muhammad (H.R. Ahmad).

Ibnu Taimiyah memberi pengertian bahwa kata araaf dan kahin dalam hadis diatas adalah nama yang sama yang mengandung arti dukun. (Sheikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Risalah pada Hukum Sihir dan Perdukunan, hal. 6). 

Al-Munawi melanjutkan statement-nya, jika seseorang tadi mempercayai pengetahuan dukun tentang perkara gaib melalui perantara jin yang mencuri pendengaran dari malaikat maka tidak sampailah kafir. (Abdurrauf al-Munawi, Faidul Qadir, juz 6 hal. 23). 

Sebagian ulama mengartikan kafir disini tidak mengindikasikan kufur hakiki (tidak Islam atau keluar dari Islam). Namun kafir dalam konteks tersebut adalah mengingkari ajaran yang dibawa oleh nabi Muhammad Saw; karena ia mempercayai dukun mengetahui hal-hal gaib, bahkan meramal apa yang akan terjadi nanti. (Asrifin An-Nakhrawie, Sihir & Klenik Perdukunan, hal. 116).   

Selain dihukumi kafir, Imam an-Nawawi dalam Syarah Muslim memaparkan sebuah hadis bahwa seorang yang mendatangi dukun dan bertanya kepadanya, lalu mempercayainya, maka salat seseorang tersebut tidak diterima oleh Allah selama 40 hari. Diriwayatkan oleh Abu Huraira, Rasulullah Saw. pernah bersabda: 

مَنْ اَتَى عِرَافًا فَسَاَلَهُ عَنْ شَيْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةَ اَرْبَعِيْنَ يَوْمًا 

Barang siapa mendatangi Araaf (tukang tenung) lalu menanyakan sesuatu kepadanya, maka tidak akan diterima salatnya selama empat puluh hari (H.R. Muslim). 

Maksud dari hadis ini adalah salatnya tidak mendapat pahala selama 40 hari. Status salatnya tetap sah dan tidak wajib mengqadha, Imam Nawawi mengibratkan seperti salatnya seseorang menggunakan barang hasil ghasab. (Imam an-Nawawi, Syarah Muslim, juz. 8 hal. 190). 

Ajaran Islam secara tegas menyatakan bahwa tidak ada manusia satu pun di bumi yang mengetahui alam gaib, atau meramal hal yang akan terjadi nanti. Pernyataan tersebut sudah ditegaskan oleh Allah lewat firmanya Q.S. al-Jin [72]: 26-27: 

عٰلِمُ الۡغَيۡبِ فَلَا يُظۡهِرُ عَلٰى غَيۡبِهٖۤ اَحَدًا, اِلَّا مَنِ ارۡتَضٰى مِنۡ رَّسُوۡلٍ فَاِنَّهٗ يَسۡلُكُ مِنۡۢ بَيۡنِ يَدَيۡهِ وَمِنۡ خَلۡفِهٖ رَصَدًا

(Dialah Allah) yang mengetahui yang gaib, maka dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang gaib itu kecuali kepada para rasul yang diridhai-nya. Maka sesungguhnya dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakang

At-Thabari dalam tafsirnya menjelaskan, bahwa ayat ini menegasakan hanya Allah yang mengetahui alam gaib, dan Allah menghendaki memperlihatkan hal-hal gaib kepada orang pilihanya seperti para nabi dan rasul melalui wahyu, juga hamba-hamba nya yang saleh melalui ilham (Jami’ul Bayan, juz 7 hal. 275). 

Kesimpulanya, semua jenis perdukunan yang bertentangan syariat Islam haram kita percayai. Kalaupun ada seseorang mengaku mengetahui hal-hal gaib, maka perlu dicermati lagi kepribadiannya, apakah ia orang saleh atau ia orang yang punya kepentingan tertentu. 

Demikian penjelasan terkait hukum mendatangi dukun dan perbedaanya dengan mendatangi kiai. Semoga bermanfaat.  Wallahu alam.

BINCANG SYARIAH