Hukum Mengangkat 2 Jari Saat Tasyahud

Dalam Islam, mengangkat satu jari saat tasyahud adalah sunnah yang dianjurkan. Hal ini dilakukan ketika mengucapkan kalimat syahadat, yaitu “Asyhadu an laa ilaaha illallah wa asyhadu anna Muhammadan asulullah“. Lantas bagaimana hukum mengangkat 2 jari saat Tasyahud.

Saat melaksanakan tasyahud, disunnahkan untuk mengangkat jari telunjuk pada lafadz jalalah (huruf hamzahnya) di kalimat Asyhadu An La Ilaha Illallah. Syekh Zainuddin Al-Malibari menyatakan;

وسن رفعها أي المسبحة مع إمالتها قليلا عند همزة إلا الله للاتباع وإدامته أي الرفع فلا يضعها بل تبقى مرفوعة إلى القيام أو  السلام والأفضل قبض الإبهام بجنبها بأن يضع رأس الإبهام عند أسفلها على حرف الراحة كعاقد ثلاثة وخمسين. ولو وضع اليمنى على غير الركبة يشير بسبابتها حينئذ. ولا يسن رفعها خارج الصلاة عند إلا الله وسن نظر إليها أي قصر النظر إلى المسبحة حال رفعها ولو مستورة بنحو كم كما قال شيخنا

Artinya; “Disunnahkan untuk mengangkat jari telunjuk ketika sampai pada hamzahnya lafadz Illallah, sebab yang demikian itu adalah perilakunya Rasulullah SAW ketika sholat. Jari telunjuknya itu diangkat sampai ia mau berdiri (untuk menuju Rakaat selanjutnya) atau sampai ia Salam (keluar dari sholat). Disunnahkan juga untuk melihat jari telunjuknya ketika posisinya itu telah diangkat, yang demikian itu masih sunnah meskipun jari telunjuk yang diangkat itu tertutup oleh lengan baju.” (Fathul Mu’in, H.122). 

Adapun alasan mengapa yang dijulurkan adalah jari telunjuk saat tasyahud, ini dijelaskan oleh komentatornya. Syekh Abi Bakar Syatha menjelaskan;

(قوله: إلا المسبحة) إنما سميت مسبحة لأنها يشار بها للتوحيد والتنزيه عن الشريك، وخصصت بذلك لاتصالها بنياط القلب أي العرق الذي فيه، فكأنها سبب لحضوره.

Artinya; “(Keterangan kecuali jari penunjuk) dinamakan musabbihah karena dia adalah jemari yang digunakan untuk memberikan isyarat pada tauhid dan penyucian Allah dari segala kesyirikan, dan dalam tasyahhud (tahiyat) jari yang dipakai hanya jari penunjuk karena pertautannya dengan hati dalam arti didalamnya terdapat otot yang bertautan dengan hati, dengan demikian diharapkan dapat berakibat khusyuknya seseorang dalam shalat”. (I’anah al-Thalibin, I/203) 

Memandang bahwa terdapat nilai filosofis dari penjuluran jari telunjuk saat tasyahud, maka ini tidak bisa digantikan oleh jari yang lain. Syekh Al-Abbadi menyatakan;

 (قَوْلُهُ لِفَوَاتِ سُنَّةِ وَضْعِهَا السَّابِقِ) قَدْ يُؤْخَذُ مِنْهُ أَنَّهُ لَوْ قُطِعَتْ مِسْبَحَتُهُ لَا يُشِيرُ بِغَيْرِهَا مِنْ بَقِيَّةِ أَصَابِعِ الْيُمْنَى لِفَوَاتِ سُنَّةِ وَضْعِ الْبَقِيَّةِ الْمَعْرُوفَةِ

Artinya; “Ketika jari telunjuknya tidak ada, maka tidak bisa digantikan dengan jari yang lain di tangan kanan. Sebab yang bersangkutan ini sudah kehilangan kesunnahan”. (Hasyiyah Al-Abbadi ala al-Tuhfah, 2/80) 

Bahkan ini tidak bisa digantikan oleh jari telunjuk tangan kiri, dikatakan;

وَتُكْرَهُ الْإِشَارَةُ بِسَبَّابَةِ الْيَسَارِ وَإِنْ قُطِعَتْ يُمْنَاهُ لِفَوَاتِ سُنَّةِ وَضْعِهَا السَّابِقِ وَمِنْهُ يُؤْخَذُ أَنَّهُ لَا يُسَنُّ رَفْعُ غَيْرِ السَّبَّابَةِ لَوْ فُقِدَتْ لِفَوَاتِ سُنَّةِ قَبْضِهَا السَّابِقِ.

Artinya; “Dimakruhkan berisyarah (menjulurkan jari) menggunakan jari telunjuk tangan kiri ketika tasyahud. Meskipun ia tidak memiliki tangan kanan, sebab yang bersangkutan ini sudah kehilangan kesunnahan mengangkatnya. Dengan demikian tidak disunnahkan untuk mengangkat jari selain telunjuk, karena yang demikian tidak sunnah”. (Tuhfatul Muhtaj Fi Syarh Al-minhaj, 1/207)

Syekh Ibrahim Al-Bajuri membeberkan alasan kenapa jari telunjuk tangan kanan ini tidak bisa digantikan dengan jari lainnya, beliau dalam Hasyiyah-nya menyatakan;

وخصت المسبحة بذلك لأن فيها عرقاً متصلا بالقلب بخلاف الوسطى فإن لها عرقاً متصلا بالذكر وبهذا يحصل الغيظ عند الإشارة بها، وينوي الإشارة بالمسبحة بالتوحيد فيجمع فيه بين قلبه ولسانه وجوارحه.

Artinya; “Alasan mengapa yang diangkat itu jari telunjuk tangan kanan, dikarenakan jari telunjuk mempunyai urat atau saraf yang terhubung dengan hati. Hal itu berbeda dengan jari tengah, dikarenakan saraf dari jari tengah itu terhubung dengan dzakar (Alat vital laki-laki), serta falsafah tersebut untuk isyarat tauhid (mengesakan Allah)”. (Hasyiyah Al-Baijuri, 1/330).

Lalu bagaimana ketika seseorang itu memiliki 2 jari telunjuk? Ibnu Qasim Al-Ubbadi dalam Hasyiyahnya menyatakan;

وَلَوْ كَانَ لَهُ سَبَّابَتَانِ أَصْلِيَّتَانِ كَفَى رَفْعُ إحْدَاهُمَا شَيْخُنَا وَقَالَ ع ش سُئِلَ الْمُؤَلِّفُ م ر عَمَّنْ لَهُ سَبَّابَتَانِ اشْتَبَهَتْ الزَّائِدَةُ مِنْهُمَا بِالْأَصْلِيَّةِ فَأَجَابَ الْقِيَاسُ الْإِشَارَةُ بِهِمَا كَذَا بِهَامِشٍ وَهُوَ قَرِيبٌ أَقُولُ وَيَنْبَغِي أَنَّ مِثْلَ ذَلِكَ مَا لَوْ كَانَتَا أَصْلِيَّتَيْنِ فَيُشِيرُ بِهِمَا اهـ.

Artinya; “Menurut Ibnu Hajar Al-Haitami, orang yang memiliki 2 jari telunjuk itu dicukupkan dengan mengangkat salah satunya saja. Sedangkan menurut Imam Ramli yang dituturkan oleh Syekh Ali Syibramalisi, bahwa orang yang memiliki jari telunjuk tambahan yang serupa dengan telunjuk aslinya, maka ia mengangkat keduanya. Sehingga kalaupun kedua jari telunjuknya sama-sama asli, maka keduanya diangkat juga saat tasyahud”. (Hasyiyah As-syirwani wa al-ubbadi Ala Al-Tuhfah, 2/207).

Syekh Sulaiman Al-Bujairimi berbeda dalam masalah perinciannya, dalam Hasyiyahnya beliau menyatakan;

وَلَوْ تَعَدَّدَتْ الْمُسَبِّحَةُ فَالْعِبْرَةُ بِالْأَصْلِيَّةِ فَلَوْ كَانَتَا أَصْلِيَّتَيْنِ فَالْعِبْرَةُ بِمَا جَاوَرَ الْإِبْهَامَ، فَلَوْ قُطِعَتْ هَلْ تَقُومُ الْأُخْرَى مَقَامَهَا أَوْ لَا؟ مَحَلُّ نَظَرٍ وَالظَّاهِرُ أَنَّهَا تَقُومُ مَقَامَهَا وَلَا يُشِيرُ بِالسَّبَّابَةِ الْيُسْرَى وَإِنْ فُقِدَتْ الْيُمْنَى.

Artinya; “Jika jari telunjuknya ada banyak, maka tang dipertimbangkan adalah yang asli. Adapun ketika sama-sama asli, maka yang diangkat adalah jari telunjuk yang berada di sebelahnya jempol. Adapun ketika yang asli ini terpotong, maka jari telunjuk yang tambahan ini bisa menggantikannya saat tasyahud. Namun tetap tidak diperbolehkan menggantikannya dengan mengangkat jari telunjuk tangan kiri, ketika tangan kanan terpotong”. (Hasyiyah Al-Bujairimi Ala Al-Khatib, 2/73) 

Dengan demikian bisa diketahui bahwa jika jari telunjuknya seseorang itu ada 2, maka menurut Ibnu Hajar diangkat salah satunya saja, sedangkan menurut Imam Ramli diangkat kedua-duanya.

Adapun bagi yang jari telunjuknya cuma satu, maka makruh mengangkat kedua jari (misalnya jari telunjuk sama jari tengah) saat tasyahud, karena menyalahi kesunnahan. 

Semoga penjelasan terkait hukum mengangkat 2 jari saat tasyahud bermanfaat. Wallahu a’lam bi al-shawab.

BINCANG SYARIAH