Bagaimana hukum merampas tanah rakyat? Pasalnya, per hari ini, kasus perampasan rakyat terjadi lagi. Kasus Rempang di Batam mulai mencuat lagi, bahkan konfliknya mulai memuncak. Menuju pesta politik di tahun 2024, rakyat disambut dengan peristiwa yang cukup memilukan ini. Seharusnya ini menjadi perhatian khusus bagi pemerintah, bagaimana mungkin ia merampas tanah rakyatnya sendiri.
Hukum Merampas Tanah Rakyat
Terkait persoalan hukum merampas tanah rakyat, Rasulullah saw jauh-jauh hari sudah memberikan ancaman atas perbuatan ini. Dalam Sahih Bukhari, Imam Muhammad bin Ismail Al-Bukhari mengkompilasikan ancaman-ancaman tersebut dalam judul Kitab Al-Madzalim, yang berarti pasal tentang perbuatan dzalim. Di antara ancaman tersebut adalah sebagai berikut;
حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ حَدَّثَنِي طَلْحَةُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ عَمْرِو بْنِ سَهْلٍ أَخْبَرَهُ أَنَّ سَعِيدَ بْنَ زَيْدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ ظَلَمَ مِنْ الْأَرْضِ شَيْئًا طُوِّقَهُ مِنْ سَبْعِ أَرَضِينَ
“Telah menceritakan kepada kami [Abu Al Yaman] telah mengabarkan kepada kami [Syu’aib] dari [Az Zuhriy] berkata, telah menceritakan kepadaku [Tholhah bin ‘Abdullah] bahwa [‘Abdurrahman bin ‘Amru bin Sahal] mengabarkan kepadanya bahwa [Sa’id bin Zaid radliallahu ‘anhu] berkata, aku mendengar Rasulullah SAW bersabda:
“Siapa yang pernah berbuat aniaya terhadap sebidang tanah (di muka bumi ini) maka nanti dia akan dibebani (dikalungkan pada lehernya) tanah dari tujuh bumi”. (HR. Imam Bukhari, No. 2452).
Lebih lanjut, Nabi ancaman berupa malapetaka bagi pelakunya juga dikatakan dalam hadis riwayat Imam Bukhari, dengan menyebut itu perbuatan orang zalim. Nabi bersabda;
حَدَّثَنَا أَبُو مَعْمَرٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ حَدَّثَنَا حُسَيْنٌ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ قَالَ حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ أَنَّ أَبَا سَلَمَةَ حَدَّثَهُ أَنَّهُ كَانَتْ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أُنَاسٍ خُصُومَةٌ فَذَكَرَ لِعَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا فَقَالَتْ يَا أَبَا سَلَمَةَ اجْتَنِبْ الْأَرْضَ فَإِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ ظَلَمَ قِيدَ شِبْرٍ مِنْ الْأَرْضِ طُوِّقَهُ مِنْ سَبْعِ أَرَضِينَ
“Telah menceritakan kepada kami [Abu Ma’mar] telah menceritakan kepada kami [‘Abdul Warits] telah menceritakan kepada kami [Husain] dari [Yahya bin Abi Katsir] berkata, telah menceritakan kepadaku [Muhammad bin Ibrahim] bahwa [Abu Salamah] menceritakan kepadanya bahwa dia pernah bertengkar dengan seseorang lalu diceritakan hal ini kepada Aisyah Ra, maka ia berkata: “Wahai Abu Salamah hindarkanlah bertengkar dalam urusan tanah karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: “Siapa yang pernah berbuat aniaya sejengkal saja (dalam perkara tanah) maka nanti dia akan dibebani (dikalungkan pada lehernya) tanah dari tujuh petala bumi”. (HR. Imam Bukhari, No. 2453)
حَدَّثَنَا مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ عُقْبَةَ عَنْ سَالِمٍ عَنْ أَبِيهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَخَذَ مِنْ الْأَرْضِ شَيْئًا بِغَيْرِ حَقِّهِ خُسِفَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلَى سَبْعِ أَرَضِينَ
“Telah menceritakan kepada kami [Muslim bin Ibrahim] telah menceritakan kepada kami [‘Abdullah bin Al Mubarak] telah menceritakan kepada kami [Musa bin ‘Uqbah] dari [Salim] dari [bapaknya] radliallahu ‘anhu berkata; Nabi SAW bersabda: “Siapa yang mengambil sesuatu (sebidang tanah) dari bumi yang bukan haknya maka pada hari qiyamat nanti dia akan dibenamkan sampai tujuh bumi”. (HR. Bukhari, No. 2454)
Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam karya monumentalnya Fathul Bari mengayakan maksud hadis ini adalah menyatakan tindakan merampas tanah masyarakat termasuk pada dosa besar, yang ancaman siksanya sangat berat.
وَفِي الْحَدِيثِ تَحْرِيمُ الظُّلْمِ وَالْغَصْبِ وَتَغْلِيظُ عُقُوبَتِهِ وَإِمْكَانُ غَصْبِ الْأَرْضِ وَأَنَّهُ مِنَ الْكَبَائِرِ قَالَهُ الْقُرْطُبِيُّ وَكَأَنَّهُ فَرَّعَهُ عَلَى أَنَّ الْكَبِيرَةَ مَا وَرَدَ فِيهِ وَعِيدٌ شَدِيدٌ وَأَنَّ مَنْ مَلَكَ أَرْضًا مَلَكَ أَسْفَلَهَا إِلَى مُنْتَهَى الْأَرْضِ وَلَهُ أَنْ يَمْنَعَ مَنْ حَفَرَ تَحْتَهَا سَرَبًا أَوْ بِئْرًا بِغَيْرِ رِضَاهُ وَفِيهِ أَنَّ مَنْ مَلَكَ ظَاهِرَ الْأَرْضِ مَلَكَ بَاطِنَهَا بِمَا فِيهِ مِنْ حِجَارَةٍ ثَابِتَةٍ وَأَبْنِيَةٍ وَمَعَادِنَ وَغَيْرِ ذَلِكَ وَأَنَّ لَهُ أَنْ يَنْزِلَ بِالْحَفْرِ مَا شَاءَ مَا لَمْ يَضُرَّ بِمَنْ يُجَاوِرُهُ
“Hadis di atas ini menunjukkan atas haramnya melakukan kezaliman, ghasab (memakai hak milik orang lain tanpa izin), dan beratnya siksa yang didapat darinya, serta termasuk pada kategori dosa besar. Demikian diutarakan oleh Imam Al-Qurthubi, beliau seakan menjadikan perbuatan ini sebagai salah satu cabang dari perkara-perkara yang masuk pada dosa besar, sebab ancaman yang dilayangkan ini sangatlah berat.
Di samping ancaman itu, hadis ini juga menunjukkan bahwasanya orang yang sudah memiliki bidang tanah itu juga berhak atas lapisan bawah tanahnya. Ia boleh mencegah orang lain agar tidak membuat resapan atau sumur di bidang tanahnya, dan siapapun yang memiliki bidang tanah, maka apapun yang ada di sana (seperti batu, harta karun dan lainnya) itu juga masuk pada kepemilikannya. Ia juga diperbolehkan untuk mengeruk tanahnya semaunya, dengan catatan tidak sampai membuat bahaya pada tetangganya”. (Fath Al-Bari syarh Sahih Al-Bukhari, Juz 5 H. 105)
Adapun dalam kitab Sahih Muslim, Imam Muslim bin Hajjaj Al-Naisaburi juga menyebutkan hadis yang sama. Beliau menyebutkannya dalam judul Tahrim al-Dzulm wa Ghashbi al-Ardh wa Ghairiha, yang artinya bab tentang haramnya berlaku dzalim, mengghasab tanah dan lainnya. Di antara hadisnya adalah sebagai berikut;
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ وَقُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَعَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ قَالُوا حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ وَهُوَ ابْنُ جَعْفَرٍ عَنْ الْعَلَاءِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ عَبَّاسِ بْنِ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ السَّاعِدِيِّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ زَيْدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ نُفَيْلٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ اقْتَطَعَ شِبْرًا مِنْ الْأَرْضِ ظُلْمًا طَوَّقَهُ اللَّهُ إِيَّاهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ سَبْعِ أَرَضِينَ
“Telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Ayyub] dan [Qutaibah bin Sa’id] dan [Ali bin Hujr] mereka berkata; telah menceritakan kepada kami [Isma’il] -yaitu Ibnu Ja’far- dari [Al ‘Ala bin Abdurrahman] dari [Abbas bin Sahl bin Sa’d As Sa’idi] dari [Sa’id bin Zaid bin ‘Amru bin Nufail], bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa mengambil sejengal tanah saudaranya dengan zhalim, niscaya Allah akan menghimpitnya dengan tujuh lapis bumi pada hari Kiamat.” (HR. Imam Muslim No. 137)
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ زَكَرِيَّاءَ بْنِ أَبِي زَائِدَةَ عَنْ هِشَامٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ سَعِيدِ بْنِ زَيْدٍ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ أَخَذَ شِبْرًا مِنْ الْأَرْضِ ظُلْمًا فَإِنَّهُ يُطَوَّقُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ سَبْعِ أَرَضِينَ
“Telah menceritakan kepada kami [Abu Bakar bin Abu Syaibah] telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Zakaria bin Abu Zaidah] dari [Hisyam] dari [Ayahnya] dari [Sa’id bin Zaid] dia berkata, “Saya pernah mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa mengambil sejengkal tanah secara zhalim, maka pada hari kiamat ia akan dihimpit dengan tujuh lapis bumi.” (HR. Imam Muslim, No. 140)
حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ سُهَيْلٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَأْخُذُ أَحَدٌ شِبْرًا مِنْ الْأَرْضِ بِغَيْرِ حَقِّهِ إِلَّا طَوَّقَهُ اللَّهُ إِلَى سَبْعِ أَرَضِينَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Telah menceritakan kepadaku [Zuhair bin Harb] telah menceritakan kepada kami [Jarir] dari [Suhail] dari [Ayahnya] dari [Abu Hurairah] dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidaklah salah seorang dari kamu mengambil sejengkal tanah tanpa hak, melainkan Allah akan menghimpitnya dengan tujuh lapis bumi pada hari Kiamat kelak.” (HR. Imam Muslim No. 141)
Dan masih banyak lagi ancaman dan kisah lainnya terkait bab ini, ketika Imam Al-Nawawi membahas hadis ini, beliau mengatakan;
وَفِي هَذِهِ الْأَحَادِيثِ تَحْرِيمُ الظُّلْمِ وَتَحْرِيمُ الْغَصْبِ وَتَغْلِيظُ عُقُوبَتِهِ.
“Hadis ini menyatakan bahwasanya haram untuk seseorang berlaku dzalim, ghasab, dan beratnya siksa yang didapatnya. (Al-Minhaj Syarah Sahih Muslim, Juz 11 H. 49)
Dengan demikian bisa diketahui bahwasanya diharamkan mengghasab (memakai atau memanfaatkan tanah orang lain tanpa izin) tanah yang menjadi hak milik orang lain. Jika mengghasab saja tidak boleh, apalagi merampasnya. Maka pemerintah harus memperhatikan hal ini, jikapun memang lokasi wilayah tersebut dianggap strategis, ia harus mengganti rugi tanahnya, bukan malah merampas.
Topik ini sudah lama dibicarakan dan banyak pihak yang menegaskan, namun pihak yang berkuasa tetap saja melakukannya. Hasil keputusan Muktamar PBNU tahun 2021 di Lampung, menyatakan bahwasanya haram bagi pemerintah untuk merampas tanahnya rakyat.
Melansir dari laman NU Online , Ketua Komisi Bahtsul Masail Ad-Diniyah Al-Waqi’iyah Muktamar NU KH Abdul Ghofur Maimoen (Gus Ghofur) mengatakan, hukum perampasan tanah tanah yang sudah ditempati rakyat oleh dirinci. “Tanah yang sudah dikelola oleh rakyat selama bertahun-tahun baik melalui proses iqtha’ (redistribusi lahan) oleh pemerintah atau ihya’ (pengelolaan lahan), maka pemerintah haram mengambil tanah tersebut”.
Dari pernyataan ini bisa disimpulkan bahwasanya pemerintah tidak boleh mengambil lahan yang sudah dikelola oleh rakyat selama bertahun-tahun baik melalui proses iqtha’ oleh pemerintah maupun ihya’. Sehingga kasus yang sedang terjadi di Rempang Batam, seyogyanya segera diselesaikan tanpa harus mengorbankan rakyat. Jika bukan pemerintah yang melindungi rakyatnya, siapa lagi yang hendak dijadikan tempat mengadu rakyat atas berbagai cobaan yang menimpa mereka.
Demikian penjelasan terkait hukum merampas tanah rakyat. Semoga bermanfaat.