Hukum Orang Kaya Mengambil Subsidi

Bagaimana hukum orang kaya mengambil subsidi?, khususnya subsidi energi seperti bahan bakar minyak (BBM) dan gas elpiji 3 kg, merupakan program pemerintah yang bertujuan untuk meringankan beban masyarakat miskin dan mendorong pertumbuhan ekonomi.


Namun, dalam praktiknya, subsidi seringkali tidak tepat sasaran dan justru dinikmati oleh masyarakat mampu, termasuk orang kaya. Hal ini tentu saja menimbulkan ketidakadilan sosial dan menghambat pembangunan.

Menurut data Kementerian Keuangan, sekitar 80% subsidi BBM dinikmati oleh masyarakat mampu, termasuk orang kaya. Ini berarti bahwa subsidi yang seharusnya diberikan kepada masyarakat miskin justru mengalir ke kantong orang-orang yang tidak membutuhkannya. Hal ini terjadi karena subsidi BBM diberikan secara umum, tanpa memperhatikan kondisi ekonomi masyarakat.

Permasalahan yang sama juga terjadi pada subsidi gas elpiji 3 kg. Sekitar 60% rumah tangga terkaya mengonsumsi LPG 3 kg sebanyak 68 persen, sementara 40 persen rumah tangga terbawah hanya mengonsumsi 32 persen saja. Padahal, gas elpiji 3 kg diperuntukkan khusus bagi masyarakat miskin.

Pemerintah telah berupaya untuk memperbaiki penyaluran subsidi agar lebih tepat sasaran. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menggunakan sistem penyaluran subsidi berbasis kartu. Namun, upaya ini belum sepenuhnya berhasil karena masih banyak masyarakat mampu yang menggunakan kartu tersebut untuk membeli BBM subsidi.

Lantas bagaimana hukum orang kaya mengambil subsidi untuk orang miskin?

Dalam Islam, hukumnya adalah haram. Pasalnya, itu adalah hak yang ditujukan untuk orang miskin. Jika hak tersebut diambil yang tidak tepat sasaran, maka terjadi perampasan hak yang dilakukan oleh si kaya. Itu merupakan perbuatan yang zalim.

Menurut Syekh Abdul Jabbar Syararah dalam Kitab Ahkamu al-Ghasabi fi al-Fiqh al Islami, halaman 26 dijelaskan bahwa mengambil sesuatu yang bukan haknya tergolong pada tindakan ghasab– mengambil tanpa hak–, yang dalam Islam hukumnya adalah haram.

ورد في تعريف الغصب في كتب اللغة: أخذ الشيء ظلما (١). وزاد آخرون (٢) «وقهرا» تقديما على «ظلما» الواردة في التعريف المذكور أو تأخيرا. وقيل (٣): غصبه يغصبه غصبا أخذه قسرا وقهرا وقد يتعدى الى مفعولين فيقال غصبته ماله وقد يزاد (من) في المفعول الأول فيقال غصبت منه ماله. وقيل (٤) «هو أخذ الشيء من الغير لا تغلب متقوّما كان أو لا». «وغصبه على الشيء قهره، وعصبه منه والاغتصاب مثله»

Dalam definisi al-ghasabu secara bahasa, disebutkan bahwa ghasab adalah mengambil sesuatu secara zalim (1). Beberapa orang menambahkan (2) “dan dengan paksaan” sebagai tambahan kepada “zalim” yang tercantum dalam definisi tersebut, baik sebagai penambahan awal atau penundaan.

Dikatakan juga (3): ghasab adalah mengambil sesuatu secara paksa dan dengan penindasan, dan bisa juga melibatkan dua pihak sehingga dikatakan bahwa harta benda seseorang telah dipaksa darinya.

Terkadang (kata “dari”) dapat ditambahkan pada objek pertama, sehingga dikatakan bahwa harta benda seseorang telah dighasab darinya. Dan dikatakan (4) “itu adalah mengambil sesuatu dari orang lain tanpa mempedulikan apakah dia kuat atau lemah”. “Dan pemaksaan terhadap sesuatu adalah penindasan terhadapnya, dan merampasnya darinya adalah pemaksaan, dan perampasan itu sama.”

Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Q.S al-Baqarah [2] ayat 188;

وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَآ اِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ اَمْوَالِ النَّاسِ بِالْاِثْمِ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ ࣖ

Artinya; Janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.

Dengan demikian, pengambilan subsidi oleh orang kaya tentu saja menimbulkan ketidakadilan sosial. Masyarakat miskin yang seharusnya menjadi sasaran utama subsidi justru tidak mendapatkan manfaat yang maksimal. Akibatnya, kesenjangan antara masyarakat kaya dan miskin semakin melebar.

Selain itu, pengambilan subsidi oleh orang kaya juga menghambat pembangunan. Subsidi yang seharusnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan pemberdayaan masyarakat miskin justru tersedot ke kantong orang kaya. Hal ini tentu saja menghambat pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah perlu melakukan beberapa langkah strategis. Pertama, pemerintah perlu memperketat penyaluran subsidi agar lebih tepat sasaran. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan metode verifikasi dan validasi data yang lebih akurat.

Kedua, pemerintah perlu meningkatkan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya penggunaan subsidi secara tepat. Masyarakat perlu memahami bahwa subsidi merupakan hak masyarakat miskin dan bukan hak orang kaya.

Ketiga, pemerintah perlu meningkatkan pengawasan terhadap penyaluran subsidi. Pemerintah perlu menindak tegas oknum yang menyalahgunakan subsidi, baik dari pihak penjual maupun pembeli.

Dengan melakukan langkah-langkah strategis tersebut, diharapkan subsidi dapat dinikmati oleh masyarakat yang berhak dan tidak lagi dinikmati oleh orang kaya. Hal ini tentu saja akan meningkatkan keadilan sosial dan mendorong pembangunan ekonomi yang lebih merata.

Demikian penjelasan terkait hukum orang kaya mengambil subsidi orang miskin. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH