Hukum Shalat Jenazah Tanpa Berwudhu

Bagaimana hukum shalat jenazah tanpa berwudhu? Salah satu kewajiban orang muslim terhadap orang muslim lainnya yang telah meninggal dunia adalah menyolatinya atau shalat atasnya.

Hukum kewajiban ini bersifat kifayah, yakni wajib kolektif, bukan perorangan. Sehingga kalau tidak ada orang sama sekali dalam satu kampung yang menyolati jenazah maka semua orang di kampung tersebut berdosa.

Muhammad Al-Syathiri mengatakan:

الذي يجب علينا كفائيا للميت المسلم الغير الشهيد خمسة أشياء: غسله وتكفينه وحمله والصلاة عليه ودفنه.

“Sesuatu yang wajib kifayah kepada kita untuk mayat muslim yang bukan mati syahid ada lima hal. Yaitu, memandikan, mengkafani, membawa, menyolati dan menguburkannya.” [al-Yaqut al-Nafis, cet. Dar al-Minhaj, 324)

Hukum Shalat Jenazah Tanpa Berwudhu

Syarat-syarat shalat jenazah sama dengan syarat-syarat shalat pada umumnya. Mulai dari bersuci, menutup aurat, menghadap kiblat, niat dan lain sebagainya yang telah dijelaskan dalam bab syarat-syarat solat.

Apabila seseorang shalat jenazah dalam keadaan tidak bersuci maka shalatnya tidak sah. Imam Nawawi menjelaskan secara gamblang dalam kitab Majmu’ Syarah Muhadzdzab,

(فَرْعٌ) ذَكَرْنَا أَنَّ مَذْهَبَنَا أَنَّ صَلَاةَ الْجنَازَةِ لَا تَصِحُّ إلَّا بِطَهَارَةٍ وَمَعْنَاهُ إنْ تَمَكَّنَ مِنْ الْوُضُوءِ لَمْ تَصِحَّ إلَّا بِهِ وَإِنْ عَجَزَ تَيَمَّمَ وَلَا يَصِحُّ التَّيَمُّمُ مَعَ إمْكَانِ الْمَاءِ وَإِنْ خَافَ فَوْتَ الْوَقْتِ وَبِهِ قَالَ مَالِكٌ وَأَحْمَدُ وَأَبُو ثَوْرٍ وَابْنُ الْمُنْذِرِ وَقَالَ أَبُو حَنِيفَةَ يَجُوزُ التَّيَمُّمُ لَهَا مَعَ وُجُودِ الْمَاءِ إذَا خَافَ فَوْتَهَا إنْ اشْتَغَلَ بِالْوُضُوءِ وَحَكَاهُ ابْنُ الْمُنْذِرِ عَنْ عَطَاءٍ وَسَالِمٍ وَالزُّهْرِيِّ وَعِكْرِمَةَ وَالنَّخَعِيِّ وَسَعْدِ بْنِ إبْرَاهِيمَ وَيَحْيَى الْأَنْصَارِيِّ وَرَبِيعَةَ وَاللَّيْثِ وَالثَّوْرِيِّ والاوزاعي واسحق وَأَصْحَابِ الرَّأْيِ وَهِيَ رِوَايَةٌ عَنْ أَحْمَدَ

“Telah saya sebutkan bahwa sesungguhnya shalat jenazah itu tidaklah sah kecuali dengan bersuci. Artinya, apabila seseorang masih mungkin berwudhu (tapi tidak berwudhu), maka solat jenazah tersebut tidak sah, kecuali dilakukan dengan memakai wudhu. Dan, jika tidak mampu melakukan wudhu maka harus bertayammum.

Sedangkan tayammum sendiri tidak bisa dianggap absah bila masih mungkin menggunakan air, meskipun –misalnya– khawatir akan kehabisan waktu. Pendapat tersebut adalah mazhabnya Imam Malik, Ahmad, Abu Tsaur dan ibnu Mundzir.

Abu Hanifah menyatakan diperbolehkan tayamum untuk melaksanakan shalat jenazah, meskipun ditemukan air dengan syarat seandainya mengerjakan wudhu maka akan khawatir ketinggalan shalat jenazah.

Pendapat ini diriwayatkan ibnu Mundzir dari Atha’, Salim, Az-Zuhri, Ikrimah, An-Nakha’i, Sa’d bin Ibrahim, Yahya al-Anshari, Rabi’ah, Al-Laits, Al-Tsauri, Al-Auza’i, Ishak, ashab al-ra’yi. Dan riwayat ini sama dengan pendapat Imam Ahmad.”

Nah, mufassir klasik tersohor yang dikenal dengan ibnu Jarir al-Thobari berpendapat bahwa hukum solat jenazah tanpa bersuci adalah absah. Imam Nawawi melanjutkan perkataannya dalam kitab Majmu’ Syarah Muhadzdzab,

وَقَالَ الشعبي ومحمد بن جرير الطبري والشيعة تجوز صَلَاةُ الْجنَازَةِ بِغَيْرِ طَهَارَةٍ مَعَ إمْكَانِ الْوَضُوءِ والتيمم لانها دُعَاءٌ قَالَ صَاحِبُ الْحَاوِي وَغَيْرُهُ هَذَا الَّذِي قَالَهُ الشَّعْبِيُّ قَوْلٌ خَرَقَ بِهِ الْإِجْمَاعَ فَلَا يُلْتَفَتُ إلَيْهِ

“Asy-Sya’bi, Muhammad bin Jarir ath-Thabari dan kaum Syi’ah berkata, ‘Solat jenazah boleh tanpa bersuci, sekalipun masih mungkin untuk mengerjakan wudhu dan tayammum. Karena solat jenazah itu hanya sekedar doa’.

Penulis kitab Al-Hawi (yakni Al-Mawardi) mengatakan bahwa pendapat Asy-Sya’bi ini merupakan qaul yang berseberangan dengan ijma. Oleh karena itu, hendaknya jangan dilirik.” [al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, V, 223]

Dengan demikian, jangan asal tuduh orang lain tanpa mengetahui hukumnya. Karena bisa jadi, perbuatan mereka (solat jenazah tanpa bersuci misalnya) itu absah menurut pendapat ulama yang lain.

Demikian penjelasan terkait hukum shalat jenazah tanpa berwudhu. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH